1⛅

2.3K 135 50
                                    

Vote dulu ya prennn, udah?



1. Suasana baru


GILANG membawa dirinya masuk ke lorong kelas 12, langkah kakinya terdengar sedikit menggema karena suasana sekitar cukup sepi tak ramai seperti biasanya.

Jam penunjukan pukul 15.45 yang mana sekolah sudah bubar sejak 15 menit yang lalu.

Mengedarkan pandangannya ke seluruh halaman sekolah, sudah sepi rupanya. Gilang segera menaiki mobil dan membawanya keluar dari parkiran sekolah.

Matanya tak henti melirik kiri dan kanan jalanan, cukup ramai. Gilang menghentikan mobilnya di dekat ruko kosong yang sudah tak berpenghuni.

"Masuk," instruksi Gilang.

Gadis berseragam SMA yang sama dengannya masuk ke dalam mobil. Bukannya duduk di depan, gadis itu memilih duduk di kursi penumpang.

"Pindah, gue bukan supir Lo." Ujar Gilang melirik tajam pada Nayara.

Nayara menghela nafas pelan. "Iya"

Bukannya keluar lewat pintu, Nayara lebih memilih merangkak maju pada kursi depan, membuat Gilang menatap tajam padanya.

"Nggak usah marah." Selanya. Nayara tahu, pasti Gilang akan marah. Melihat tatapan matanya yang tajam membuat nyali Nayara menciut.
"Hehe....biar cepet."

Sabar Gilang, orang sabar di sayang Tuhan. Gilang tak menanggapi, langsung saja menginjak pedal gas dengan kecepatan sedang.

***

Nayara telah sampai di rumah Gilang, ralat dirinya dan Gilang.

Membuka pintu kamarnya,  menyimpan tasnya di sofa. Setelah itu Nayara berjalan menuju kamar mandi untuk mengganti seragamnya dengan baju rumahan.

Walaupun Nayara masih seorang pelajar SMA, ia juga tak melupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Kebiasaanya setelah pulang adalah mencuci pakaian, beres-beres rumah dan memasak makan malam untuk dirinya dan Gilang.

Satu Minggu lamanya, sejauh ini Nayara baik-baik saja hidup bersama Gilang. Makan seperti biasa, tapi bedanya kalo di rumah mama banyak karena mamanya yang masak, bisa request juga mau makan apa nanti mamanya yang buatin. Sekarang beda lagi, Nayara masak sendiri, enak nggak enak ya harus di makan, daripada kelaparan. Sejauh ini si Gilang tidak protes prihal makanan yang Nayara masak, menurut Nayara juga masakannya kayak di makan.

Nayara sudah selesai mencuci pakaiannya. Setelah ini ia akan mengangkat jemuran di belakang. Nayara pengen ngeluh cape, tapi kan ini udah kewajibannya sebagai istri.

Setelah dua kegiatan selesai, Nayara berjalan menuju dapur. Melihat stok sayuran di kulkas, ternyata sayurannya udah pada abis cuma ada telor, wortel, sosis sama pasta. Memang setelah ia tinggal dengan Gilang, mereka belum mengisi stok sayuran di kulkas.

Nayara bigung harus masak apa, masak pasta takut nggak enak, soalnya kalo di rumah suka mama yang masak, kadang belinya yang instan jadi nggak perlu repot bikin bumbunya. Masa iya masak pasta pake garam doang.

Berpikir lama-lama membuat otak Nayara pusing. Lebih baik ia masak sebisanya yang penting bisa dimakan.

***

Gilang terbangun dari tidurnya. Melirik jam yang berada di nakas. Menunjukan pukul 16.55 yang artinya ia tertidur satu jama lamanya.

Beranjak dari kasur, Gilang memilih untuk membersihkan dirinya sebelum ke luar kamar.

Gilang keluar kamar mandi dengan pakaian santainya. Celana training abu dan kaos t-shirt polos berwarna hitam.

Gilang berjalan keluar kamar. Tangan sibuk menggosok rambutnya yang basah dengan handuk.

"Yara!" teriak Gilang dari lantai atas.

"Gue di dapur Gilang. Nggak usah teriak-teriak, ini rumah bukan hutan woy!"

Nah kan Nayara ngomel-ngomel. Gilang emang suka banget bikin kepala Nayara mau pecah rasanya. Belum lagi mulutnya yang kalo mau ngomong itu nggak di filter dulu, asal jeplak. Nggak mikir, itu bakal nyakitin atau nggaknya.

Gilang datang menghampiri Nayara ke dapur. Mendudukan tubuhnya di meja pantry. Ia melanjutkana menggosok rambutnya yang masih basah, melirik sejenak ke arah Nayara yang sedang sibuk memasak.

"Itu apinya jangan gede-gede oon. Nanti masakannya gosong!" Gilang menunjuk-nunjuk kompor. Belum lagi bahasanya yang asal ngomong, membuat Nayara harus banyak-banyak bersabar.

"Bisa nggak sih nggak usah pake oon ngomongnya? Mentang-mentang gue nggak pinter, Lo seenaknya manggil gue oon!" Nayara meletakan teplon yang ia pegang dengan kasar ke meja, hingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring.

"Slow dong, Jan ngegas!" Balas Gilang dengan muka tak berdosa.

Dia duluan yang buat Nayara marah, tapi dia nggak mau di salahin.

"Makanya ngomong itu di saring dulu! Pikir dulu, buat orang sakit hati apa nggak?!" Gertak Nayara. Ia mengambil piring, menuangkan masakannya ke dalam piring.

Setelah semua beres, ia membawa semua masakannya ke hadapan Gilang, meletakan dengan kasar dan raut wajah cemberut, lantas Nayara pergi dari dapur meninggalkan Gilang sendirian. 

Nayara tahu, sikapnya tadi tidak patut ia berikan pada suaminya, namun Nayara sangat kesal pada suaminya itu. Mulai dari hari pertama Gilang sudah menyebutnya bodoh, kedua orang gila, dan sekarang oon, besok Gilang sebut Nayara apalagi?

Belum lagi sifatnya yang seenak jidat merintah Nayara buat mandiin sama ngasih makan si Cio—kucing kesayangannya.

Nayara istrinya apa babunya si?

***

Nayara baru saja selesai mandi. Ia mengambil sisir yang tergeletak di meja, kemudian menyisir rambutnya yang panjangnya sepunggung.

Setelah selesai. Nayara memakai skincare rutinnya yang biasa ia pakai, mulai dari toner hingga terakhir ia memakai bedak tabur. Bukan bedak bayi ya! Lanjut memakai lipbalm, setelahnya ia memakai losion dan terakhir menyemprotkan parfum kesukaannya yang berbau stroberi.

Ia lirik jam yang berada di nakas, menunjukan pukul 19.45.

Sedari tadi Nayara belum keluar kamar. Ia sangat malas bertemu dengan Gilang. Sampai-sampai ia juga lupa, bahwa dirinya belum makan dari sepulang sekolah.

Belum lagi si Cio belum di kasih makan. Nayara jadi menghela nafas, lantas ia segera keluar dari kamarnya. Berniat ingin mengisi perutnya dan memberi makan anak majikannya.

"Ra,"

Ini suara Gilang kan? Tumben nggak pake toa.

Nayara membalikan badannya, menatap cowok jangkung yang berdiri tak jauh darinya. "Apa?"

"Lo ngambek ya?" Tanyanya merasa bersalah mungkin.

Nayara tak menjawab. Pikir aja sendiri, masa gitu aja nggak tau.

"Ko diem si? Lo ngambek bukan?" Tanyanya lagi. "Yaudah, maafin gue yaa. Gue salah." Terdengar nadanya seperti menyesal, namun Nayara tak percaya begitu saja pada Gilang.

"Iya. Gue udah maafin ko." Nayara luluh. Ia tersenyum tulus. Nggak ada baiknya juga marah lama-lama sama suami kan?

"Iya Ra, makasih ya." Gilang menghampiri Nayara, mengelus punggung gadis itu.

"Iya, Gilang." Nayara segera mendorong pelan cowok itu. Menurutnya ini sangat berlebihan. "Gue ke bawah dulu ya,"

"Iya Ra."

Nayara berbalik. Belum saja ia melangkah, Gilang berteriak membuat Nayara ingin marah saat itu juga.

"JANGAN LUPA KASI MAKAN CIO!"












Tbc

Next?

CERITA KITA ( ON GOING )Where stories live. Discover now