19. Berdua dengan Wulan

1.6K 167 8
                                    

Bukan maksudnya apa, aku benar-benar kesal dengan dokter Azzam kali ini. Tidak bermaksud iri atau cemburu, aku hanya kesal ketika dia memamerkan keluarga kecilnya tepat dihadapan ku.

Mungkin tidak bermaksud begitu, tapi saat aku melihatnya entah kenapa aku merasa tak terima. Seharusnya aku, kak Abas dan mama yang berada di posisi itu, bukannya Wulan dan Ashi.

Ah ini benar-benar gila.

Aku tidak terima, aku mau semua kenangan terindah yang pernah tercipta itu terulang kembali.

Jujur, melupakan dan acuh pada dokter Azzam sangatlah berat. Tapi mau bagaimana lagi, hatiku benar-benar sakit seakan ingin menyalahkan kehadiran Wulan dan anaknya.

"Dari pada kamu bengong aja, saya tunggu laporan pasien yang kamu follow-up. Segera!"

Aku terkejut, di sampingku berdiri dokter Afnan dengan snelli yang melekat di tubuhnya.

"Catatan jelek pertama buat kamu dari saya. Kamu telat laporan atau apapun yang bersangkutan dengan tugas kamu, saya kasih nilai (-) buat kamu." lanjutnya dan pergi begitu saja. Aku tidak terlalu menghiraukannya, karena aku sudah terlarut fokus pada dokter Azzam dan keluarga kecilnya.

Tunggu, dimana mereka? Ck astaghfirullah, kenapa juga aku begitu peduli?

Sadarlah Sya, papa mu itu sudah memiliki keluarga lain. Jangan pernah berharap atau berandai-andai lagi. Cukup!

Aku melenggang pergi dari sana, sekarang laporan yang di minta dokter Afnan lah yang saat ini lebih penting. Dokter Azzam, Wulan dan anaknya itu urusan belakangan.

Ngomong-ngomong gimana ya kabar Najwa? Udah beberapa hari sejak aku jaga anak itu, dan sampai sekarang pun aku belum lagi bertemu dia.

Apa mungkin sudah diperbolehkan pulang oleh dokter? Tapi kayaknya gak mungkin deh, mana ada pasien yang abis bangun dari koma bisa pulang cepat? Apalagi Najwa koma dalam hitungan tahun.

Kalau gitu, nanti sekalian menyerahkan laporan pasien, aku bakalan tanya juga perihal anaknya. Ah jadi ingat wajah Najwa, jadi pingin cepat-cepat nikah aja kalau gini.

Enak kali ya nikah terus punya anak modelan Najwa. Udah cantik, imut, kalem lagi.

Kayaknya biar anaknya jadi seperti Najwa. Maka bapaknya juga harus kayak dokter Afnan dong? Kalau pake kata kayaknya, agak nanggung gitu kan. Gimana kalau bapaknya ya dokter Afnan aja?

Astaghfirullah, pikiran ini.

Mumpung duda kan ya?

Hahaha ya Allah Sya. Makin gak karuan aja, ckck.

Aku tersenyum geli dengan pikiranku sendiri. Emang ada-ada aja, dasar aku!

°•°•°•°

Aku tersenyum lebar, setelah urusan laporan selesai. Gilirannya mengisi perut di kantin rumah sakit. Hampir dua jam an aku melewatkan makan siang. Kalau dibiarkan akan jadi kebiasaan.

Kalau jaga kesehatan diri sendiri aja gak becus, gimana mau jaga suami? Hahaha

"Bu, nasi satu ya. Lauknya rendang sama kasih cumi gorengnya ya. Minumnya jus apel aja. Saya tunggu ya Bu, di pojok sana." ucapku memesan menu.

Ketimbang duduk di tengah atau pinggir kantin. Aku lebih suka duduk dan menikmati makan siang di pojokan. Karena selain jarang ada yang ambil posisi duduk disana, dan juga mendukung banget tempatnya buat istirahat sejenak selepas makan siang.

Assalamualaikum Cinta 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang