44. Secepat Ini

1.4K 193 21
                                    

Secepat ini waktu berlalu. Menyisakan hal-hal yang sulit untuk diterima, baik oleh hati maupun otak. Masih tetap bimbang memikirkan lamaran dari dokter Alfred.

Sampai tiba saatnya dia memeluk agama Islam, akupun tak kunjung memberinya jawaban. Tak enak hati juga ketika beberapa Minggu lalu kedua orang tua dokter Alfred secara resmi melamar ku dihadapan Mama dan Papa.

Menyaksikannya membaca dua kalimat syahadat, membuat hatiku terketuk. Terharu dan ikut senang dengan keputusannya untuk pindah agama.

Sesuatu yang besar dalam hidup dokter Alfred.

Dan seminggu yang lalu juga dokter Afnan melangsungkan pernikahan dengan mantan istrinya. Resepsinya sangat meriah meskipun pernikahan kata lain dari rujuk. Ya tidak apa-apa dong, aku juga ikut senang.

Saat aku menghadiri undangan dari dokter Afnan, bersama Papa, Mama dan lupa Kak Abas juga diundang. Yang buat aneh, itu tingkah laku dari Najwa, dimana saat aku naik ke pelaminan dan memberi selamat, anak itu malah merengek minta aku gendong. Yang benar saja disaksikan banyak orang, ya jelas malu lah. Apalagi saat terdengar berbagai bisikan dari para tamu undangan yang ada dibelakang ku.

Sangat terlihat aneh ketika Najwa merengek bahkan menangis hanya karena ingin bersamaku. Apalagi ada kedua orang tuanya, ya jelas aku mendapat pemikiran bermacam-macam dari banyak orang.

Untungnya sih ada dokter Alfred yang menghapus pemikiran buruk banyak orang. Terlebih ketika ada yang bilang bahwa aku adalah ibu dari Najwa dan aku menghadiri pernikahan kedua suami bahkan bisa dibilang mantan suamiku. Maklum kebanyakan orang tidak tahu jika sepasang suami istri itu baru saja rujuk. Kalau staf bahkan dokter di rumah sakit sih udah tahu.

"Kamu mau sama Tante Syarin?"

"Iya. Om siapa?"

"Om temennya Papa kamu. Sini sama Om, kita main berdua sama Tante Syarin."

Saat itu baik dokter Afnan dan istrinya diam saja, memberikan persetujuan jika anaknya ingin bersama ku dan dokter Alfred. Hanya saja berbeda dengan Sarah? Iya namanya Sarah. Dia terus saja menatapku dengan tatapan tak enak, aku saja merasa risih akan tatapannya.

"Temennya Papa? Tapi Om siapanya Tante Syarin?"

"Calonnya Tante Syarin."

Speechless dong.

Dan akhirnya mau tuh Najwa digendong dokter Alfred. Setelah memberikan selamat atas pernikahan mereka berdua, baru aku turun dan mengikuti langkah dokter Alfred keluar dari ballroom hotel.

"Mau kemana dok?"

"Maunya kamu kemana? Kalau saya sih lapar, mau makan."

"Lapar? Kok malah keluar sih, seharusnya kan makan di dalam?"

"Saya mau makan, tapi gak mau makan makanan resepsi. Maunya di restoran, ayo ikut nanti saya yang bayar. Enggak lagi kamu kok."

Dan saat itu aku benar-benar tertawa lepas kerena perkataannya. Padahal saat itu dia sendiri yang menyisakan sebotol air mineral untuk aku bayar. Yaa meskipun agak mahal, tapi untung-untungan dari pada di suruh bayar makanannya.

"Ngalamun terus, dipanggil sampai diteriaki enggak mempan. Tuh diluar ada dokter Alfred, bawa martabak sama bakso urat kesukaan kamu. Bawa 5 bungkus loh Sya."

Aku menatap kak Abas dengan malas. Lain kali ingatkan aku untuk mengunci pintu kamar agar dia tak masuk sembarangan.

"Hmm, terus ngapain kakak kesini?"

"Disuruh mama lah. Kalau enggak disuruh si ya ogah banget."

Aku langsung menyabet jilbab dan memakainya dengan cepat. Melihat penampilan, ya lumayan baik lah. Sopan, jadi tak perlu berganti pakaian lagi.

Assalamualaikum Cinta 2Where stories live. Discover now