48. Dialah Pilihanku

1.5K 221 16
                                    

Hari Senin tiba, dimana semua orang kembali pada aktivitasnya masing-masing. Terutama aku, yang harus kembali disibukkan dengan laporan pasien.

Huft, kurang 10 bulan lagi masa koas ku bakalan selesai. Setelahnya lanjut jalani program sampai bisa dapat izin praktek dan kembali menganyam pendidikan lagi sampai dapat gelar spesialis, terlebih doktor. Karena itu impian kedua orang tuaku.

"Udah sampai Sya. Kok lemes gitu sih, kamu sakit?"

Aku mendongak dan menggeleng sebagai jawaban. "Lagi males aja sih dok. Enggak sakit, cuma sedikit--gitulah pokoknya." jawabku.

Ya, seusai aku menerima lamarannya, dia meminta izin menjemput dan mengantar ku saat berpergian, terutama ketika berangkat ke rumah sakit. Tetap sama, dia di depan dan aku di kursi penumpang.

"Kalau begitu cepat turun. Jangan membuang waktu, ingat hari ini rumah sakit kebanjiran banyak sekali pasien. Semangat untuk laporannya Sya."

Heumm. Hari ini akan sangat sibuk sekali. "Terima kasih, dokter juga. Semangat."

Setelahnya kami bersamaan keluar dari mobil, berjalan menuju pintu masuk dan sialnya berpapasan dengan dokter Afnan beserta istrinya. Ah gila saja, yang membuat sial adalah tatapan sinis dari istri dokter Afnan.

Matanya seperti ingin keluar dari tempatnya. Sungguh aneh, kenapa juga menatapku sedemikian rupa. Dia siapa dan aku siapa? Oh atau dia masih kesal karena kejadian yang si Singapore waktu itu?

Oh yang benar saja.

"Pagi."

"Pagi dok." balasku. Tentu tanpa tersenyum, buat apa kan?

Aku melirik kearah dokter Alfred yang diam ditempat, mendesis pelan aku sungguh kesal dengan dia. Tidak adakah embel-embel "Mari dok, saya dan Syarin masuk duluan."

Tapi sudahlah itu hanya harapan saja. Aku berjalan meninggalkannya dan menuju kearah resepsionis. "Mbak Nana, kalau nanti Jihan datang saya titip ini supaya diberikan ke dia ya. Soalnya satu jam kedepan bakalan gak ada waktu, sibuk. Oke mbak?"

"Oke Sya."

Aku menyerahkan satu kotak persegi kecil yang aku keluarkan dari dalam tas. Lupa, ini itu pesanan exclusive dari Jihan kepadaku. Isinya tahu? Cincin tunangan.

You know lah. Tante Ziha sudah menerornya untuk segara berpasangan. Entah apa rencananya sampai membutuhkan cincin segala.

Setelah menitipkannya aku cepat-cepat menuju ruangan. Melihat sekeliling dan menemukan beberapa koas anak didik dokter Afnan.

"Laporan di minta jam 11 siang Sya. Bentuk print, sekaligus bentuk pdf kirim ke email." ucapnya memberitahuku.

"Oh dua kali dong jadinya?"

"Iya Sya. Ini aja baru dapat kabar."

Aku mengangguk paham, ulah siapa lagi kalau bukan dokter Afnan. Tuh orang ya sukanya nyusahin orang lain aja. Kalau ada yang gampang, simpel tapi kenapa malah cari yang ribet sih?

Tapi karena hari ini aku tengah berbahagia, pantang dong hari bahagia hancur cuma gara-gara tugas dari dokter Afnan.

"Semangat Sya, abis ini lulus koas kok. Jadi, bekerja keras untuk sekarang, dan meraih kebahagiaan untuk akhirnya." ucapku menyemangati diri sendiri. Kalau bukan aku siapa?

Mungkinkah dokter Alfred? Ah, jangan pernah berharap pada pria itu.

"Semangat! Calon istri saya gak boleh malas-malasan."

°•°•°•°

Seusai mengantarkan laporan pasien ke ruangan dokter Afnan, aku mengunjungi sebentar ruangan papa. Karena dari semalam papa tidak mengabari sama sekali, mungkin dia sibuk. Atau jangan-jangan lagi sakit?

Assalamualaikum Cinta 2Where stories live. Discover now