3. Musibah Kecil

2.1K 205 5
                                    

Debaran jantung ini disebut palpitasi atau jatuh pada pandangan pertama?
___________

Aku sampai di rumah sakit tepat jam 7 kurang 2 menit. Uhh untungnya enggak telat sama sekali, meksipun telat semenit saja rasanya tak apa-apa.

Lagipula ini masih masa pengenalan, tapi kalau enggak disiplin dari sekarang, kapan lagi coba? Udah mau jadi dokter ini.

Hehehe, gak sabar banget gitu ya nunggu aku dapat gelar dokter bedah. Ah--rasanya mendebarkan sekali.

Padahal dulu itu aku sama sekali nggak ada niatan buat masuk fakultas kedokteran, apalagi punya cita-cita jadi dokter.

Tapi karena aku terinspirasi dari dia, aku harus mendalami ilmu kedokteran. Sempat dulu aku memutuskan untuk berhenti bercita-cita sebagai dokter saat aku dikecewakan olehnya. Apapun tentang dia, sebisa mungkin harus aku hindari. Tapi sayang, kemampuan ku dan prestasi ku selalu mengarahkan ku untuk mengambil sekolah kedokteran.

Pernah juga aku menolak mentah-mentah, tapi ujungnya sama saja. Berusaha menepis rasa keinginan ku menjadi dokter, tapi seolah semua hanya sia-sia saja. Saat takdir sudah memutuskan, ketika rotasi hidupku harus berputar di dunia medis.

Mau menolak? Takut kak Abas sama mama kecewa. Apalagi setelah mama pisah dengan dia 'dokter Azzam' seluruh biaya hidup mama dan aku ditanggung sepenuhnya oleh kak Abas. Apalagi saat itu kak Abas sudah berpenghasilan tetap.

Sebenarnya, setiap bulan dokter Azzam mengirimkan uang untuk biaya sekolahku, bahkan uang jajan ku juga. Tapi karena aku merasa aku tak pantas menerima pemberian darinya, sebisa mungkin aku hindari itu.

Uang bulanan itu setiap bulannya aku tolak. Bahkan pernah dengan terang-terangan aku membuang uang itu ke jalan karena sangking kesalnya.

Apa motifnya mengirimkan uang setiap bulannya? Sok peduli mungkin.

Hahaha, bodoh sekali kalau aku berpikiran dia benar-benar peduli denganku, kak Abas dan mungkin juga mama?

Kalau dia peduli, mungkin saat ini aku masih bisa memanggil dia dengan sebutan papa.

Ah sudahlah, bodoh sekali aku malah mengingat itu. Dan semakin bodoh saat aku menetaskan air mata, ketika teringat jika dia bukan lagi milik kami.

"Ck, mama." lirihku.

Aku memutuskan untuk duduk sebentar, di kursi panjang yang ada di lorong samping rumah sakit.

"Syarin bodoh, seharusnya gak usah inget-inget itu lagi. Dia itu siapa, orang asing. Kenapa juga harus ditangisi."

12 tahun berpisah dan enggak pernah ketemu barang sekalipun, membuat aku merindukan dia. Tapi lagi-lagi rindu itu tak seharusnya ada, rindu itu tak seharusnya dirasakan.

Dia sudah punya kehidupan sendiri, dengan istri dan anaknya.

"Kamu koas di sini?"

Aku tersentak kaget saat suara itu terdengar jelas di telingaku.

Refleks aku mengadakan kepala dan memperlihatkan sesosok pria dengan balutan snelli tengah berdiri menatapku.

"Ya?" bodohnya aku, kenapa juga harus kata itu yang keluar.

Perhatikan dia Sya, tampilannya seperti seorang dokter.

Assalamualaikum Cinta 2Where stories live. Discover now