Chapter - O5

117 64 131
                                    

Tarazayn Airlangga Husein ────────────Gadis itu menundukkan kepala dalam-dalam

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Tarazayn Airlangga Husein
────────────
Gadis itu menundukkan kepala dalam-dalam. Tak ada niatan untuk menyapa disertai senyuman manis yang akan membuat citranya sebagai siswi baru dikenal ramah. Seakan membuat kesalahan besar, suara kecil itu keluar dari mulut mungilnya.

"H-hai! A-aku Imelda Via. Papa dimutasi kesini, jadi aku harus ikut pindah. Umm ... aku harap kita bisa berteman ...." suaranya kian melirih.

Kuakui ini sangat canggung. Entah bagaimana caranya membalas sapaan itu. Aku yang notabene-nya ramah pada siapa saja sampai tidak tahu harus berkata seperti apa. Mengulas senyuman? Kurasa dia tidak akan melihatnya karena sibuk menunduk.

"Oh, halo cantik! Sini duduk sama abang Jay!" seru Jay mengundang sorak-sorai cemoohan dari anak-anak kelas.

"Jangan neng! Mending sama Satria aja. Jay buaya, kalau Satria mah saleh orangnya," bangga Satria dilebih-lebihkan.

"Jangan! Satria mulutnya berbisa, mending sama Rio aja. Ganteng sejagat raya."

"Kalau Bram dapat dipercaya," timpal Bram.

A-astaga. Aku mendadak malu untuk mengakui mereka ini karibku. Bahkan para gadis saja tidak ada yang menyapa Imelda.

Lain halnya dengan mereka berempat—Jay, Satria, Rio, dan Bram—Sean sedari awal memfokuskan penglihatannya, menelisik lebih jauh karakteristik wajah Imel. Tak lama, sebuah senyuman miring yang sangat tipis tampak timbul menghiasi bibir Sean. Hmm ... biarkan aku mencoba menerka-nerka. Apakah ini yang orang-orang sebut cinta pandangan pertama?

"Jangan didengarkan, mereka semua lelaki kurang belaian. Imelda, silahkan duduk samping Nadara, ya. Pelajaran akan segera dimulai," perintah Mrs. Emma diselingi candaan ringan. Ya, hari ini kelas kami diisi oleh mata pelajaran musik.

Aku tidak begitu menyukainya. Bernyanyi membuatku sedikit kesakitan. Perlu kerjasama yang kuat antara tempo napas dan kondisi laring yang sangat tidak dianjurkan kering. Hanya saja situasi seperti itu memberikan tekanan pada pankreas 'ku. Seringkali aku merintih halus.

Aku mengikuti pergerakan Imel. Bukan menyukainya, hanya saja aku benar-benar penasaran seperti apa reaksi yang diberikan Feyfa. Semoga dengan datangnya Imel, gadis kesayanganku perlahan-lahan akan berubah. Kembali menjadi Feyfa sepuluh tahun lalu.

"H-hai," sapa Imel yang masih tertangkap indera pendengaranku. Feyfa merotasikan bola matanya ketus. Astaga, kesan pertemanan mereka saat pertama kali tidak begitu baik. 

Lihat saja bagaimana menyebalkannya Feyfa. Merapikan barang-barang dengan gusar. Menjauhkannya dari kawasan Imel. Dan ... umm ... bibirnya yang mungil sengaja ia cebikkan.

Astaga. Gemas dan menjengkelkan bersatupadu.

oOo

Nadara Rafeyfa Azzura Dirgantara
───────────────
Kedatangan siswi baru bernama Imelda sungguh membuat hariku kian terkesan sial. Terlebih saat Mrs. Emma memberikan perintah padanya untuk duduk bersamaku. Jujur saja, aku tidak menyukai kehadirannya di SMU Harmony. Bukan disebabkan karena penampilannya yang cenderung nerd—walau kuakui wajahnya begitu cantik dan imut—tapi lebih kepada sesuatu yang krusial.

Best Part [ COMPLETED ] Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt