Chapter - 17

62 31 78
                                    

Nadara Rafeyfa Azzura Dirgantara ───────────────Derap kaki kian terdengar mendekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nadara Rafeyfa Azzura Dirgantara
───────────────
Derap kaki kian terdengar mendekat. Dari kejauhan, aku menangkap sosok daddy yang berlari disertai napasnya yang terengah-engah. Membungkuk dengan sudut 90 derajat, pria itu mencoba mengatur deru napas.

"Hosh ... b-bagaimana ... k-kondisinya?"

Aku tidak menjawabnya, firasatku mengatakan akan ada sebuah drama yang dibuat oleh Zoya. Bukannya pesimis, hanya saja daddy pasti akan kembali menaruh kepercayaan pada gadis mengerikan itu.

Lihatlah air mata buaya dari kedua kelopak Zoya. Rasanya aku ingin melepas tawa begitu mengingat beberapa saat sebelum daddy datang, Zoya masih bertukar kabar dengan Giselle. Dia ini, ... memalukan.

"Daddy ... hiks ... ibuku ... dia keguguran. Seseorang sengaja mendorongnya dari anak tangga ... hiks ... Daddy ... janin itu ... para dokter telah mengambilnya dari rahim ibuku ...," tangis Zoya sementara aku berdecak.

"Apa maksudmu? Siapa pelakunya? Apakah mungkin salah satu dari sekian banyak asisten rumah?" balas daddy mencoba menerka-nerka. Zoya yang masih memeluk pria itu erat, menggelengkan kepala. Astaga, tinggal katakan saja aku pelakunya, kenapa harus berbelit-belit?

"Bukan ... t-tapi ... Nadara ...."

Aneh, tidak seperti biasanya. "Benarkah itu, Feyfa?" lihat! Dia tidak langsung menghakimi 'ku. Ada apa dengannya? Sesuatu seperti korsleting terjadi dalam otaknya?

Aku yang sedang duduk santai seraya bersedekap dada, menatap pria itu datar. Berdiri dan menghampirinya. "Tak peduli seberapa kerasnya aku menjelaskan, kau tetap tidak akan mempercayaiku. Jadi, mari anggap cerita Zoya benar adanya," sarkas 'ku.

Dari ekor mata, kulihat Zoya membelalakkan matanya menahan kejut. Mungkin dia tidak biasa mendapati respon dariku yang cenderung menyerah pada serangkaian tuduhan tanpa bukti.

Saat daddy meraih tanganku, gadis itu mendelik tajam. Taruhan, dia pasti cemas memikirkan posisinya yang tak lama lagi akan dilengserkan olehku.

"Lalu mengapa kau menangis? Apa yang membuatmu terluka, hmm?" ujarnya dengan penuh perhatian mengusap bawah mataku lembut. Mataku memanas menahan tangis. Seseorang tolong katakan ini bukan halusinasi!

Kubiarkan saja rintik sendu mengalir melalui kedua pipiku. Tapi setelahnya, aku menghapus jejak itu dengan kasar. "Aku hanya merindukan Mommy ...," lirihku. Entahlah, setiap hari sepanjang masa, aku selalu merindukan wanita itu. Berharap pada asa jika satu saat nanti dia akan kembali terlahir dengan keadaan baik-baik saja.

Daddy terkekeh sebelum akhirnya menarik tubuhku dan menjeratnya dengan erat. "Haha ... baiklah. Setelah Laurent sadarkan diri, mari kita kunjungi Mommy-mu dan memanjatkan doa untuknya."

Aku mendongak menatap teduh wajah pria ini. "Umm ... benarkah? Kau berjanji padaku?"

"Ya, tentu saja gadis manis. Aku akan pergi bersamamu." sudah lama aku tidak melihatnya tersenyum begitu tulus. Sepuluh tahun lalu, aku kehilangan seorang wanita yang nyaris menyerupai Wonder Woman. Lalu di lima bulan berikutnya, daddy melenyap entah kemana. Aku begitu terpukul, aku sendirian, aku sedih dan menyedihkan.

Best Part [ COMPLETED ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang