Chapter - 14

60 39 60
                                    

Nadara Rafeyfa Azzura Dirgantara ───────────────Tak sabar rasanya menunggu jam menunjukkan pukul lima sore hari

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Nadara Rafeyfa Azzura Dirgantara
───────────────
Tak sabar rasanya menunggu jam menunjukkan pukul lima sore hari. Sedari tadi aku terus menghitung setiap detik yang dilalui dengan membosankan. Memainkan ponsel, bertukar kabar bersama Zayn, hingga melihat-lihat apa yang sedang ramai dibicarakan di media sosial. Pfffttt tak ada yang menarik.

Selang beberapa menit kemudian, kesabaranku membuahkan hasil yang tak main-main. Seorang pria dengan setelan jas hitam dan kemeja putih di dalamnya mendekatiku. Dia mengelabui wajah lelahnya itu dengan sebuah senyuman manis. Daddy tidak muda lagi. Tapi dia cukup tampan.

Pria dengan marga Dirgantara itu menjerembabkan tubuh kekarnya pada sofa samping diriku. Terdengar desahan halus, sangat frustrasi, juga lelah. Bahkan, dia memejamkan matanya rapat-rapat.

"Kau benar-benar lelah?" tanyaku, bodoh. Tentu saja bekerja sepanjang hari dari pagi hingga ke petang pasti melelahkan. Belum lagi jika mau tak mau harus berhadapan dengan klien menyusahkan. Well, ini salah satu alasan mengapa aku tak tertarik dalam industri pembisnisan.

"Ya. Tapi saat melihat wajahmu, aku menjadi semangat lagi. Kau mirip sekali dengan Mommy-mu, Feyfa," ujarnya. Aku diam-diam tersenyum tipis. "Oh, ya, apa yang ingin kau bicarakan? Sepertinya sangat penting mengingat berapa lama kau menunggu disini."

Daddy ... aku merindukanmu yang manis seperti gula-gula. Aku selalu mengharapkan tanganmu yang terulur untuk membelai puncak kepalaku. Juga mulutmu yang penuh sukacita mengecupku lembut. Bukan sesuatu seperti tamparan keras dan bentakan berisi cercaan.

Aku ini putrimu, daddy. Kau harus memperlakukanku dengan baik. Aku adalah Feyfa yang kau jadikan sebagai pengobat dikala lelah menerjang ragamu. Bukankah aku dan mommy selalu menjadi penyemangatmu? Setidaknya lakukanlah atas nama wanita itu.

"Aku merindukanmu ...," lirihku berhamburan ke dalam pelukan hangat daddy. Pria ini terkekeh beberapa saat. Dibelainya puncak suraiku dengan penuh kasih sayang. Sial! Aku ingin menangis haru.

"Alexa, lihatlah putrimu ini. Dia manja sekali. Sangat mirip dengan dirimu saat muda dahulu, 'kan?" ucap daddy yang mana membuatku yakin dia mengerti betul apa maksud perkataanku. "Hei, berhentilah menangis! Aku tidak ingin Alexa memarahiku karena membuatmu mengeluarkan air mata. Atau umm ... begini saja. Bagaimana jika kita pergi makan bersama? Hanya berdua, tentunya, kau dan aku. Tidak ada Laurent dan Zoya. Apa kau tertarik?"

Kubalas penawarannya itu dengan anggukan antusias. Sudah lama sejak aku kehilangan wanita itu, daddy tidak pernah membawaku pergi makan di luar. Selalu meninggalkanku seorang diri ketika Laurent menuturkan lagi-lagi aku terserang flu.

Kau tahu? Tak peduli walau daddy sering sekali melakukan kekerasan padaku—entah itu fisik atau verba—cintaku padanya tidak berkurang walau sebesar bijih atom. Aku mencintai daddy sama seperti aku mencintai mommy, diriku sendiri, juga Zayn.

Best Part [ COMPLETED ] Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz