Chapter - 16

64 36 54
                                    

Tarazayn Airlangga Husein ────────────Siang ini aku terbangun dari tidur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tarazayn Airlangga Husein
────────────
Siang ini aku terbangun dari tidur. Semalam, aku mendadak terserang insomnia, yang mana membuatku teringat akan sosok Feyfa. Apa yang terjadi dengan gadis itu, ya? Kuharap dia baik-baik saja selepas aku memutuskan hubungan kami.

Seandainya aku memiliki pilihan dan kesempatan. Tidak akan pernah kulakukan hal menyedihkan seperti kemarin. Aku tidak masalah ketika Feyfa tak memberikan jawaban atas lamaranku. Kupikir itu wajar bagi seorang gadis. Dia pasti terkejut hingga tak dapat berkata-kata, 'kan?

Aku meregangkan otot-otot di daun pintu. Dari kejauhan, sebuah Lamborghini metalik mendekati rumah minimalis ini. Rasanya tidak asing. Tapi aku tidak tahu siapa pemilik mobil mewah itu.

Sebab aku tidak memberinya izin untuk memasuki pekarangan rumahku, dia membuka jendela mobilnya. Hmm ... pria itu bukankah Dio Dirgantara?

"Ya, benar Langga. Ini aku," ucapnya yang mengerti dengan raut wajahku. Kulempar senyuman untuk menyapanya, lalu memberikan jalan agar Lamborghini kepunyaannya bisa diparkirkan di halaman rumah.

Mengapa tidak terpikir olehku, ya? Keluarga mana lagi yang memiliki kegemaran pada spesi Lamborghini khususnya bergaya metalik? Mungkin delapan dari sepuluh orang di dunia memang menggeluti bidang itu. Tapi hanya marga Dirgantara lah yang kukenal dengan baik.

"Masuklah, Paman! Aku akan membuatkan secangkir teh manis untukmu," ujarku. Pria itu tersenyum, mengangguk, lantas mengikuti pergerakanku.

Dio Dirgantara ... hmm ... ada hal apa yang sekiranya ingin dia bicarakan denganku, ya? Apa sesuatu yang menyangkut Feyfa? Jika ya, maka terserahlah. Keputusanku sudah bulat. Aku tidak ingin berhubungan dengannya lagi.

"Ada yang ingin kau sampaikan?" tanyaku menyajikan teh hangat yang asap tipisnya masih mengepul. Tunggu! Ini memalukan. Bagaimana bisa pakaian kami begitu kontras? Dia begitu rapi dengan setelan santai namun terkesan berkelas. Sementara aku? Hanya mengenakan celana boxer hitam selutut dan kaos oblong. Semoga saja dimaklumi, karena aku benar-benar baru bangun tidur.

Sebagai simbol penghormatan, dia menyeruput teh hangat yang kubuat. "Diantara kalian terjadi masalah?" ujarnya.

Benar. Dahulu ketika Alexa masih hidup, Dio tidak pernah membiarkan putri semata wayangnya itu menangis atau bersedih. Dia akan mencari akar permasalahannya dan lalu kembali membahagiakan gadis manis itu. Kupikir pria ini telah berubah, tapi nyatanya aku salah besar.

"Apa maksudmu, Paman?" aku yang berbalik bertanya dan berpura-pura tidak mengerti. Cawan berisi teh itu disimpannya di atas meja. Dia membuang napasnya panjang.

"Semalam, Feyfa menangis tersedu-sedu dalam kamarnya. Tadinya aku berpikir dia sedang sibuk menonton drama kesukaannya, seperti Romeo dan Juliet atau drama-drama Korea untuk menghilangkan insomnia. Tapi tidak, karena dia sempat beberapa kali menyebut-nyebut nama Alexa. Hmm ... saat memiliki masalah, Feyfa memang akan mengadu pada Mommy-nya," jelas Dio.

Best Part [ COMPLETED ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang