Chapter - 1O

81 44 69
                                    

Nadara Rafeyfa Azzura Dirgantara ──────────────── Sofa empuk dalam ruangan mewah ini menjadi bantalan tempat pantatku menempel

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nadara Rafeyfa Azzura Dirgantara
────────────────
Sofa empuk dalam ruangan mewah ini menjadi bantalan tempat pantatku menempel. Atas perbincangan hangat ini, aku mengetahui satu fakta baru tentang Imelda. Siapa sangka ia adalah putri seorang jaksa?

"Woah, hebat! Jadi kamu yang akan mewarisi Dirgantara Group?" pekiknya. Sedari awal aku menginjakkan kaki di tempat ini, dia—ibundanya Imelda—terus membicarakan seputar bisnis. Sejujurnya aku tidak begitu tertarik menyelami dunia pembisnisan yang mengerikan. Namun, mengingat Laurent dan Zoya yang sangat berambisi, membuatku tak memiliki pilihan lain. Dahulu Mommy dan Daddy berjuang bersama demi bisa menghidupi keluarga dengan membangun perusahaan kecil-kecilan. Tapi siapa sangka hasil kerja keras itu berbuah kemanisan?

"Umm ... sebenarnya aku hanya ingin menjadi dokter. Ada satu permasalahan yang membuatku gatal ingin menemukan penyelesaiannya," jawabku. Dia mengangguk-angguk kecil, merasa mengerti dengan apa yang kuucapkan.

"Saya itu senang banget begitu tau kamu ini temannya Imel. Papanya dimutasi ke sini untuk menyelidiki satu kasus. Huh, untung aja Imel ketemu kamu. Umm ... saya kurang suka kalau dia bergaul sama ... siapa tuh namanya? Umm ... Giselle atau apalah. Mereka itu yaa ... bukan gadis sopan."

Giselle? Dugaan kecilku benar adanya. Tinggal satu hal lagi yang perlu kuperjelas.

Spekulasi dalam otakku terhenti akibat datangnya gadis berseragam dengan logo SMU Harmony. Imelda menyunggingkan senyuman manisnya selepas menyapaku singkat.

"Imel? Baju kamu gak salah? Kok, besar banget? Kamu gak nyembunyiin sesuatu, 'kan? Misalnya hamil atau apa gitu," interogasi ibunda Imel. Oh, ayolah biarkan aku mengetahui nama wanita ini.

"Huh? Mama apaan sih? Seragam Imel sekarang emang kayak gini, Ma," balas Imel membela dirinya. Tampak sedikit kerutan pada area dahi wanita dewasa itu. Umm ... kupikir usianya tidak begitu jauh dengan Laurent.

"Masa' sih? Mama perhatiin di sekolah yang dulu, pakaian kamu ketat sampai sesak napas Mama lihatnya."

"Ish, Mama." Imel memukul pelan lengan orang tuanya. Oh, ayolah aku tidak begitu bodoh. Hentikan drama ini. Alurnya sudah terlalu familier ketika aku harus berhadapan dengan Zoya.

"Udah, ah. Mama ngeselin. Imel berangkat dulu. Ayo, Nad," ajaknya. Aku mengangguk lantas berpamitan pada wanita itu.

Sekedar informasi, malam tadi insomnia 'ku kambuh hingga aku baru terlelap pukul empat dinihari. Itu disebabkan beberapa faktor; pertama, Zayn dan penyakitnya; kedua, Imelda dan Sean yang hubungannya masih menjadi misteri. Aku ingin menguak hingga tuntas. Tak peduli walau itu bukan masalahku.

Setelah melakukan diskusi singkat melalui aplikasi ponsel pintar, kami memutuskan untuk berangkat bersama dengan aku yang mengendarai mobil. Suasana begitu canggung, jadi aku memutuskan untuk memulai pembicaraan. Well, ini aneh. Bisa-bisanya aku tidak nyaman dengan keheningan.

Best Part [ COMPLETED ] Where stories live. Discover now