06. Namanya Juga Salah Paham

151 37 6
                                    

Aku merasa lega setelah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Semua hanya salah paham.Janitra

D I A L O G  R A S A

"Aku mau makan dulu." Kalimat itulah yang berhasil keluar dari mulutku. Bukan kalimat maaf atau sejenisnya.

Aku berdiri di depan loker, mengeluarkan tas ranselku dan meletakkannya di bawah. Aku memunggungi Shanice sembari membuka jas lab, yang membuat mahasiswa non MIPA berpikir kami anak kedokteran, padahal bukan.

"Aku baru tahu kak Janitra sangat nggak bertanggung jawab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku baru tahu kak Janitra sangat nggak bertanggung jawab."

Sindiran Shanice membuatku yang sedang memasukkan jas lab yang sudah terlipat rapi ke dalam tas terhenti sebentar. Aku tahu kok dia kesal padaku, dan aku juga tahu alasannya.

Kupakai tas ranselku, berbalik lalu baru menjawab sindiran Shanice. "Bukannya aku nggak bertanggung jawab ya, dek. Tapi coba tanya ke orang yang meminta tolong padaku, kenapa baru memberitahukan soal ini sekarang."

"Kak Neesa bilang akan ngasih tahu kak Janitra kok."

"Akan... Tapi baru memberitahuku tadi," jelasku tak bermaksud menunjukan kesalahan Neesa, tapi Shanice harus tahu yang sebenarnya. "Jadi izinkan aku makan dulu baru setelah itu aku mengajarimu."

"Ya kalau kamu mau menunggu sih," tambahku.

Shanice, gadis itu nampak bimbang. Sebelum kemudian jemarinya menari di atas layar ponselnya. Sepertinya ia hendak mengkonfirmasi kebenaran ucapanku pada Neesa.

Aku melangkah ke arah pintu, melewatinya tanpa menunggu jawabannya. Ya masalahnya perutku sudah tak bisa diajak kompromi.

"Kak Janitra."

Langkahku yang baru semeter meninggalkan ruangan terpaksa kuhentikan. Telingaku mendengar langkah kaki mendekat, lalu berhenti tepat di sampingku.

"Aku tahu kamu kesel sama aku tapi dipending dulu ya. Aku laper," mohonku melirik Shanice di samping kananku yang ternyata sangat mungil, tingginya hanya sepundakku rupanya.

"Aku ikut, kak."

"Ikut ke tempat makan?"

Shanice mengangguk. Ya mau tak mau harus kuiyakan. "Oke."

Aku dan Shanice berjalan sersama ke arah tangga. Tanpa ada obrolan apapun, kami tak sedekat itu untuk ngobrol. Lagipula aku juga bingung mau mengobrol kan apa.

Kami berpapasan dengan beberapa teman sekelas Shanice yang tadi masih beeleha-leha di depan lab kimia analitik. Mereka berhenti dekat tangga, memandangi kami dengan tatapan bingung.

"Shanice," panggil mereka dengan tatapan ingin tahu mengapa Shanice bersamaku.

Aku menuruni tangga terlebih dulu meninggalkan Shanice yang berhenti karena dipanggil temannya. Mungkin mereka mau mengobrol sebentar, pikirku.

DIALOG RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang