12. Lelaki yang Membuat Shasa Menangis

150 31 3
                                    

Perempuan itu sudah ditebak-Janitra

Perempuan itu sudah ditebak-Janitra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-D I A L O G R A S A-

Suara Isak tangis Shasa membuatku tak nyaman, dalam artian-aku tak ingin melihatnya bersedih. Terlebih menangisi seseorang yang tak seharusnya ditangisi. Entah apa hubungan Shasa dengan pemuda itu-tapi pemuda itu sudah memiliki kekasih, dan Shasa yang berada di antara keduanya pada akhirnya tak akan berakhir baik. Tangisan Shasa adalah bukti, bahwa ia sedang tak baik-baik saja.

Aku berniat mengantarkan Shasa sampai depan rumahnya, tapi gadis itu menolak dan meminta diturunkan depan perumahannya saja.

Shasa tersenyum padaku dan berkilah. "Aku mau jalan kaki sampai rumah, Kak. Anggap saja olahraga."

Senyuman dan ucapannya adalah sebuah bentuk penolakan secara halus. Airmatanya sudah mengering saat itu, tapi mata sembabnya sudah menjelaskan segalanya.

Aku sebagai orang asing yang sebaiknya tak ikut campur masalah pribadinya memilih mengiyakan permintaan gadis itu dan menurunkannya depan kompleks perumahannya.

"Terimakasih kak Janitra."

Ucapan terimakasih itu membuatku akhirnya mengurungkan niat untuk langsung pergi dan lebih memilih mengamati punggung Shasa yang semakin menjauh, memasuki kompleks perumahannya. Segala peristiwa hari ini masih terekam jelas dalam ingatanku.

Aku memikirkannya.

Kalau saja tak ada suara klakson mobil yang menyuruhku minggir karena aku menghalangi jalan masuk ke kompleks perumahan itu, mungkin aku akan melamun cukup lama di situ, bagai orang aneh.

Cukup Janitra. Cukup sampai di sini, ucapku dalam hati.

Entah apa yang membuatku berkata demikian. Yang jelas memang aku harus berhenti sampai di sini kan?

***

Perempuan itu sudah ditebak, susah sekali menerka apa yang dipikiran maupun hatinya. Kata Satria daripada menerka lebih baik tanya langsung ya walau mungkin nanti jawabannya "kok kamu nggak peka sih." dan semacamnya. Kata Jaya beda lagi, dia bilang mending mengikuti arus air saja, mengalir begitu saja. Kalau perempuan bilang A ya A, B ya B. Kaum hawa tak pernah salah, begitu katanya.

Perihal itu mungkin ucapan salah satu temanku itu benar mungkin salah.

"Tra, tahu asas ketidakpastian Heisenberg nggak?"

Aku nggak paham mengapa Jaya tiba-tiba membahas asas yang dikemukakan fisikawan Jerman itu.

Aku mengangguk dan menjawab, "Hampir tidak mungkin untuk mengukur dua besaran secara bersamaan."

Jaya tersenyum kemudian berkata dengan santainya. "Anggap saja pikiran dan perasaan adalah besaran. Hampir tidak mungkin dong mengukur keduanya secara bersamaan."

DIALOG RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang