16. Maukah Kamu Jadi Kekasihku?

59 5 6
                                    

Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Kubuka kembali ponselku, mengecek chat di group WhatsApp kelasku yang sedari tadi ramai.

Congratulation ya Rara. Pecah telor nih. Kamu jadi yang pertama di kelas kita yang sidang.

Kalimat tersebut membuatku tersenyum kecut. Enak ya, sebentar lagi akan sidang. Bagi pejuang tugas akhir seperti kami, bisa mencapai sidang adalah salah satu titik penting di dunia perkuliahan kami.

Beberapa menit kemudian Rara membalas, membuatku hanya bisa menghela napas sekali lagi.

Rara: belum kok. Aku belum diacc sama Bu Ayu.

Desi: Tapi kan Minggu depan ketemu Bu Ayu buat ACC to?

Rara: iya, masih besok Rabu sih. Deg-degan nih.

Yessi: ah itu mah fix kamu jadi yang pertama sidang.

Deni: yah gagal deh perwakilan cowok jadi yang pertama sidang.

Vivi: emang anak cowok udah ada yang kelar? Kirain kalian nongkrong-nongkrong aja kerjaannya.

Aden: wah penghinaan ini. Gini-gini kalau masalah tugas akhir kita serius ya.

Vivi: ah masa.

Rara: janitra emang belum di ACC?

Saat Rara menyebut namaku, aku cuma tersenyum kecut. Aku hanya membaca tanpa ada niatan membalas.

Yessi: belum lah. Orang pak Abimana aja sibuk. Udah kamu fix jadi yang pertama sidang.

Vivi: iya, Ra. Selamat ya. Kamu emang the best.

Rara: ah enggak kok. Biasa aja hehehehe. Yang penting dikerjain, pasti kelar.

Deni: Halah, si Rara sok sok merendah padahal mah seneng.

Sedari awal masuk kuliah, Rara menjadikanku rivalnya. Aku tak tahu mengapa, padahal kalau dari segi nilai, dia dan Neesa 11-12. Sepertinya IPK mereka mereka paling tinggi diangkatan kami. Aku memang memiliki pengalaman tak menyenangkan dengan Rara. Kebetulan, aku selalu mendapatkan nilai yang bagus di praktikum, hal itu membuat Rara memandangku dengan sinis. Ya tapi aku tak peduli, toh itu masa lalu.

Vivi: Deni pasti iri deh lihat Rara udah mau sidang. Hayo ngaku.

Yessi: iri tanda tak mampu, ya kan, Vi!

Vivi: yoiiii.

Satria: BACOT!!!!!!

Satu kata yang dikeluarkan satria membuat seisi grup langsung hening, tak ada yang mengetikkan kalimat apapun setelahnya. Aku hanya tertawa mendengarnya. Terlebih setelah mengirim pesan itu, Satria mengirimiku pesan.

Satria: itu grup kelas apa grup emak-emak sih? Rumpi bener.

Jaya: hahaha. Biasa. Rara dan kroco-kroconya kan memang begitu.

Jaya: jangan dengerin ucapan mereka, Ra. Mau sidang duluan atau enggak, kamu keren.

Satria: Yoi, Ra. Badai pasti berlalu. Pak Abimana pasti ACC.

Me: thanks, bro.

Aku, Satria dan Jaya memang memiliki grup chat sendiri. Trio JJS, yang diambil dari nama kami sebenarnya. Aku tersenyum membaca kalimat penyemangat dari keduanya. Sebenarnya, aku tahu kedua sohibku itu juga memiliki masalah menyelesaikan tugas akhir masing-masing, tapi mereka selalu menyempatkan diri untuk menghibur dan menyemangatiku.

DIALOG RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang