17. Dialog Rasa

74 7 3
                                    

Yogyakarta, 2023

"Itu bukan sebuah candaan, Sa. Aku serius. Aku mau jadi pacarmu. Kalau kamu mau nggak jadi pacarku? Begitu ucap Ra. Setelah bergulat dengan perasaannya, akhirnya malam itu Ra mengungkapkan perasaannya pada Sa."

Aku terdiam sebentar, membaca naskah berjudul "Dialog Rasa" yang sudah beberapa minggu ini kubawakan di siaran radioku. Kalau dulu aku membacakan kisah-kisah yang pendengar kirimkan ke kami, kali ini aku membawakan sebuah kisah panjang tentang Ra dan Sa. Kisah bersambung yang membuat kabel-kabel memoriku bagai terhubung satu persatu.

"Lalu apakah Sa akan menerima perasaan Ra?" Satu pertanyaan terakhir sebelum aku mengakhiri siaranku.

"Oke para pendengar, sampai di sini dulu ya kisah Ra dan Sa untuk episode kali ini. Kalian pasti penasaran kan bagaimana jawaban Sa? Aku akan memberikan jawabannya di episode Dialog Rasa berikutnya."

"Dan sebagai penutup, aku akan memutarkan sebuah lagu yang di dengarkan Ra dan Sa malam itu. Apalagi kalau bukan, Maukah kamu menjadi kekasihku by Tara Ilham. Akhir kata, Romeo pamit, thank you semua."

Mas Anam, rekan kerjaku memberiku sebuah tepuk tangan sambil berucap,"Tra, banyak banget DM dan Chat yang masuk ke IG dan WA kita, semua antusias ingin tahu kelanjutan Dialog Rasa. Dan coba tebak-"

Ucapan mas Anam yang menggantung hanya kurespon dengan sebuah senyum tipis sembari menyandarkan tubuhku ke sofa ruang tunggu yang empuk.

"Cerita dialog rasa sedang viral saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Cerita dialog rasa sedang viral saat ini."

"Viral?" ulangku mengernyit bingung.

"Sebelumnya aku minta maaf."

Aku bertambah bingung saat mas Anam malah meminta maaf. Kenapa ia meminta maaf?

"Aku membagikan kisahmu ke internet, niat awalnya untuk membantu pendengar kita yang melewatkan episode tertentu dari siaranmu agar masih bisa mengetahui cerita Dialog Rasa walau melewatkan siaran. Tak kusangka, cerita itu dibaca oleh selain pendengar radio kita. Efeknya, cerita dialog rasa akhirnya menjadi viral."

"Oh," jawabku mengangguk paham.

"Kamu nggak keberatan kan ceritamu kubagikan?"

"Sebenarnya aku tak masalah, Mas. Tapi alangkah baiknya cerita yang saat ini beredar selain di siaranku dihentikan saja."

"Kenapa, Ra? Saat ini ceritamu viral loh, bahkan banyak yang menanyakan tentang dirimu, sebagai penyiar."

"Ehm aku hanya ingin membagikan kisah Ra dan Sa secara eksklusif di siaranku, selain itu aku berharap pendengar radio kita bertambah karena mereka yang sudah mengikuti cerita dialog rasa mau tak mau harus mendengarkan radio ini kalau ingin tahu ceritanya."

"Oh begitu, aku paham, Tra. Aku akan ikuti kemauanmu. Dan maaf udah membagikan Dialog rasa tanpa seizinmu."

"Santai aja, Mas," sahutku mengambil botol air mineral di meja lalu menenggaknya sampai separuh.

"Aku jadi ingat, beberapa minggu lalu kamu mampir ke sini dan meminta izin siaran lagi. Pak bos kaget banget, soalnya kamu udah lama nggak jadi penyiar dan pekerjaanmu saat ini saja sangat bagus."

Aku tersenyum mendengar penuturan mas Anam. Memang benar saat itu aku yang sudah berhenti menjadi penyiar, memilih kembali ke dunia ini. Bukan tanpa sebab, aku memiliki sebuah cerita yang ingin kubagikan dan saat itu yang bisa kupikirkan hanya lewat siaran radio.

Aku ingin kamu yang ada di sana tersenyum.

"Aku kangen siaran, Mas."

Mas Anam mengangguk sekali lagi. Selanjutnya keheningan memenuhi ruang tunggu.

Aku yang diam, bergelut dengan kenangan-kenangan yang berseliweran di kepalaku.

Oh ya, Sha-tiba-tiba aku rindu padamu.

***

Tiba-tiba saja, ponselku dipenuhi oleh notifikasi akun media sosial milikku yang sebenarnya sudah lama tak kubuka. Tiba-tiba saja, Satria menyuruhku membuka akun media sosial milikku sambil berkata."Anjir! Jadi famous nih."

Awalnya aku tak memahami maksud ucapan Satria, tapi setelah membuka akun medsosku, aku kini paham. Viralnya cerita dialog rasa membuat diriku sebagai penyiar menjadi orang yang paling dicari. Entah siapa yang membocorkan, mereka berhasil menemukan akun medsosku. Banyak DM yang mampir ke akunku. Aku menghela napas lalu memutuskan melogout akunku.

Tak lama ada sebuah pesan masuk ponselku. Sebuah pesan dari nomor yang tak kukenal. Nomor ponselku tidak bocorkan?

Setelah meyakinkan diri, aku membuka pesan itu. Pesan itu berasal dari seseorang yang mengaku sebagai seseorang dari radio sebelah, radio terkenal di kota ini yang menawarkan posisi sebagai penyiar di radio mereka. Selain itu mereka juga mengharapkan cerita dialog rasa yang saat ini kubawakan juga ikut serta dibawakan di sana.

Aku tak membalas pesan itu dan lebih memilih menghubungi bosku, pemilik radio tempatku berada. Kupikir beliau harus tahu mengenai tawaran itu.

Aku berbincang sebentar, berbasa-basi dahulu sebelum mengatakan tujuanku malam-malam menghubunginya.

"Pak, aku mendapatkan tawaran dari radio sebelah untuk menjadi penyiar sekaligus membawakan dialog rasa di tempat mereka. Kupikir bapak harus mengetahuinya."

"Tra, semua terserah padamu. Aku tak berhak menginginkanmu tetap tinggal di tempatku karena seperti yang kamu tahu. Akhir bulan ini adalah siaran terakhir kita."

"Kalau cerita dialog rasa belum bisa kamu akhiri di siaran terakhir kita, kamu boleh melanjutkannya di tempat lain."

Aku menghela napas panjang.

Hal ini membuatku dilema.

*TBC*

Ternyata udah dua tahun aku menulis cerita ini dan sampai detik ini belum selesai juga. Rencananya aku ingin membuat cerita ini menjadi 20 chapter saja, tapi entahlah kok kayaknya masih panjang. Hehehe







Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIALOG RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang