09. Dosa Besar Yang Tak Kuketahui

151 38 7
                                    

Ya, aku salahJanitra

—D I A L O G   R A S A—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—D I A L O G   R A S A—


Ada tidak sih percobaan untuk menguji kadar cinta seseorang? Mau pakai titrasi kek, spektrofotometri kek, kualitatif-kuantitatif, apa aja pokoknya. Kalau ada aku ingin mencobanya. Aku ingin menguji kadar cinta seseorang. Otakku benar-benar dibuat berpikir keras, memecahkan kode-kode yang lebih rumit dari pembahasan bab empat skripsiku.

Cerita yang kubacakan saat siaran dan status Whatsapp Shasa sudah cukup menambah alasanku oleng dari skripsiku. Pak Abimana, mohon maaf sepertinya anak bimbinganmu ini mulai oleng dari jalan lulus cepat. Eh tidak! Jangan sampai.

Asmara itu bisa menjadi obat tapi juga bisa menjadi racun. Masalah membingungkan dan cukup pelik yang malah datang saat ini.

Aku tak pernah menyangka akan dihadapkan dengan masalah hati. Entah aku yang terlalu perasa atau bagaimana, cerita yang kubaca mengingatkanku pada potongan-potongan kenangan hidupku.

Dan status Whatsapp Shasa... Argh...ingin rasanya aku mereplynya saat itu. Tapi apa yang harus kutulis?

Aku harus menulis begini 'Hai, Sha. Thanks sudah mendengarkan siaranku.' atau 'Hai, Sha. Aku penyiar program radio Romeo loh.'

Oke, jelas itu ide buruk.

Kalau benar adik kelas yang dimaksud di cerita itu adalah Shaha, boleh nggak sih aku geer kalau seseorang yang diam-diam diperhatikan oleh Shasa itu aku? Sepertinya cerita itu sangat cocok denganku yang memanggil nama Shasa di lab dengan tampang bingung.

Aku sebenarnya tak ingin geer, tapi sudah terlanjur geer, gimana dong?

"Kamu kenapa, Tra? Wajahmu itu seperti   orang yang banyak pikiran. Mikirin skripsi kah?" tanya mas Anam saat aku keluar dari ruang siaran. Mas Anam sudah menunggu di luar ruang siaran dengan segelas kopi yang masih mengepul asapnya.

Aku mengangguk. Skripsi iya, masalah hati iya.

"Skripsi pasti kelar kok, Tra. Yang penting dikerjain."

Kata-kata mas Anam membuatku tersenyum tipis. Ya itu sudah jelas. Kalau nggak dikerjain nggak akan kelar. Skripsi nggak akan kelar kalau cuma diliatin.

"Tra, kamu belum menghubungi sepupuku ya?"

"Iya, mas. Maaf, belum sempat," kilahku padahal aku segan saja untuk menghubungi sepupu mas Anam.

"Wah padahal dia sudah menunggu."

"Aduh maaf, mas. Sibuk banget akhir-akhur ini," ucapku merasa tak enak.

"Yowes, rapopo. Kalau nggak bisa menghubungi nggak apa-apa, tapi kalau menemui sekarang bisa kan?"

"Sekarang, Mas?" tanyaku kaget.

DIALOG RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang