3. Wajah Yang Menarik

375 41 2
                                    

"Bertl!"

Seorang anak kecil berambut hitam dengan wajah oval polosnya berbalik, di dekapannya ada banyak jeruk yang baru ia petik dari pohon-pohon yang mengelilinginya. "Oy, Reiner!"

"Kamu dapat berapa?"

"20."

"Sudah, ayo pulang sebelum mereka menemukan kita! Aku bawa ambil banyak roti dari pasar!" Reiner menunjukan keranjangnya yang penuh roti-roti hangat berbagai rasa.

Bertholdt kecil mengangguk. Mereka berjalan dengan lompatan-lompatan kecil sebagai tanda kegembiraan hati mereka, ditambah dengan genggaman tangan yang bergerak kesana kemari. Sesekali mereka menunjuk awan-awan dan menebak bentuknya, bila ada sedikit saja yang mengundang humor pasti akan langsung ditertawakan sekeras mungkin.

Mereka sampai di bawah pohon sakura dengan daun yang lebat, melindungi mereka dari teriknya matahari. Disana mereka memakan hasil curiannya, saling berkukar dan terkadang bersuapan. Angin yang datang sepoi-sepoi mengundang kantuk dua sekawan itu setelah mengisi perut sampai buncit. Bertholdt duduk bersimpuh dan Reiner meletakan kepalanya dipangkuan bocah itu, menyiapkan rencana apa yang akan mereka curi untuk makan besok. Mungkin mereka bisa mencuri ikan dan membakarnya disini, banyak ranting-ranting kering yang berserakan.

Kemudian terdengar bunyi lolongan anjing didekat mereka. Sebagai anak kecil, tentulah mereka ketakutan, tapi Reiner yang lebih besar mengambil inisiatif untuk mengusir si anjing. Maka bocah itu berlari diantara ilalang setinggi bahu si bocah, mengejar suara anjing dan meninggalkan Bertholdt gemetar sendirian dibawah pohon. Suara perkelahian dari jauh bisa dia dengar, dia menghapus keringat di tangan dengan kaos sebagai upaya menghapus pikiran buruk. Dia harus percaya bahwa Reiner cukup cepat untuk lari dari anjing liar itu.

"Reiner...?" panggilnya seperti anak burung yang ditinggal sang induk. Sudah lebih dari lima belas menit dan bocah itu belum juga kembali. Maka dia mencoba memberanikan diri, menghampiri jalan yang tadi dilalui Reiner dan mengikutinya.

"Reiner!" Panggilnya dengan senang saat menemukan bocah itu tak jauh, berjongkok didepan benda yang dia yakini sebagai jasad si anjing. Dia tersenyum bangga, dia tahu kalau Reiner tak pernah kalah dari siapapun, karena itulah bocah itu yang selalu mencuri di tempat ramai.

Tapi kemudian terdengar suara kecipak mulut yang sedang mengunyah sesuatu yang alot dari Reiner, hal itu membuat senyuman Bertholdt memudar.

"Reiner?" panggilnya lagi.

"Ya... Bertl sayang mau?" Reiner berbalik, tatapannya kosong seperti orang linglung, mulutnya penuh darah dan gumpalan merah yang belum bisa dimengerti Bertholdt, yang ia tahu hanyalah ada kepala anjing liar ditangan Reiner yang disodorkan kepadanya, kepala itu tinggal setengah sehingga menampilkan organ dalam dengan darah yang mengucur deras.

Ketika Bertholdt membuka mata, yang pertama dia rasakan adalah sakit yang teramat di telinganya, suara-suara yang masuk seperti menusuk kepalanya dan tak pernah berwujud kata apapun. Matanya juga sepertinya bermasalah, buram dan penuh kunang-kunang. Ketika suara-suara mulai terbentuk, dan gambar-gambar mulai menyatu, dia menyesalinya dan segera menutup mata. Mencoba meraih kembali ketidaksadarannya.

"Selamat pagi!..." bisik Reiner. "Kita bicara di bahasa yang sama, jadi aku tahu kau paham aku menyapamu..."

Suara Reiner di panjang-panjangkan sebagai kesan lembutnya, namun justru meninggalkan kesan mencekam. Udara musim panas yang hangat menyapa kulit Bertholdt, membuatnya segera menyadari bahwa dia telanjang tanpa sehelai benang pun. Dia segera memandang berkeliling, mencoba meraih lebih banyak kesadaran situasi.

"Apa ini?" matanya membulat, dibelakang Reiner ada cermin yang sangat besar, seperti di tempat latihan tari, cermin itu memantulkan bayangan nya yang telanjang bulat dengan tangan dirantai ketat sampai ke langit-langit, kakinya terpaku ke lantai, serta logam di lehernya terhubung dengan rantai yang dipegang Reiner.

The Season I Want to Die [End]Where stories live. Discover now