4. Monster Kelinci

309 34 3
                                    

"Hallo, Ibu." sambut Bertholdt begitu telepon mereka terhubung. Pasar terlihat lebih ramai dari biasanya, mungkin karena hari ini hari libur, bahkan hampir semua toko penuh sesak. Mereka bahkan tidak terganggu dengan tumpukan salju dimana-mana dan nafas mereka langsung menjadi uap didepan mata. Beberapa pasangan justru memanfaatkan ini untuk saling menghangatkan dan bersaing mesra dibawah lampu warna-warni selepas natal.

"Ya, Bertl. Bagaimana kabarmu?"

"Biasa saja." Bertholdt menghampiri toko ayam bakar, menunjukan dua jari kepada pemilik toko sebagai jumlah pesanannya.

"Kuliahmu baik?"

"Ya."

"Hei, Bertl. Berapa usiamu sekarang?"

Bertholdt menjauhkan ponsel dari bibirnya dan menghela napas. Bahkan Ibunya sendiri tidak ingat usianya, tapi dia mencoba berfikir positif meski tidak ada sisi itu disini. "Ibu, aku Bertholdt Hoover. 26 Tahun."

"Kamu tumbuh cepat sekali. Apa kamu tidak lelah terus tumbuh seperti itu?"

Dia terbiasa menghadapi ini, maka ia segera menjawab. "Aku akan pulang,"

"Iya, cepatlah pulang selagi aku masih mengingat wajahmu, Nak. Aku merindukanmu."

"Oh, ya, tentu aku akan pulang. Aku pulang."

Penjual ayam bakar itu menepuk bahu Bertholdt, dan segera mengajukan empat jarinya. Bertholdt mengangguk, memberikan uang dan menjinjing sekresek penuh ayam yang harum.

"Benarkah? Aku menunggumu, sudah, ya?"

"Ibu, tunggu." Bertholdt menggenggam erat kreseknya, berpikir sejenak sebelum tersenyum tipis.

"Kenapa?"

"Tidak, jangan lupa tutup jendelanya."

"Baiklah. Dadah," bunyi Tut mengakhiri panggilan itu.

Bertholdt masih menempelkan ponsel itu di telinga meski tahu sambungannya terputus. Mulutnya bergumam tanpa suara, menyakinkan diri sebelum akhirnya mengucapkan apa yang harusnya ia ucapkan saat sambungan itu masih tersambung. "Ibu, kamu mau makan ayam? Hari ini... Ulang Tahunku."

Dia menurunkan ponselnya saat kembang api meluncur ke langit, meledak dan menari-nari menerangi bulan yang kesepian. Meski tahun barunya besok, orang-orang tidak sabaran lebih dulu menyalakan mereka, dan Bertholdt bersyukur mereka melakukannya meski tahu kembang api itu bukan ditujukan untuk nya.

"Ano, Permisi."

Bertholdt menoleh ke samping, menemukan seorang gadis berambut pirang yang diikat keatas, pipinya tampak merah dengan kedua tangan menyodorkan sebuah hadiah yang terbungkus kertas bermotif abstrak. Bertholdt justru lebih fokus pada mata si gadis yang besar dan berwarna biru terang, memancarkan kehangatan yang dia selama ini menghilang dari hidup nya.

"Eh?"

"Untukmu, Selamat Ulang Tahun!" gadis itu memaksa Bertholdt menerimanya, kemudian buru-buru pergi sebelum Bertholdt sempat bertanya lebih lanjut.

"Ini..." Bertholdt memandang haru pada hadiah di tangannya itu. Belum pernah ada orang yang ingat ulang tahun nya. Belum pernah.... "Terimakasih."

Saat ini Bertholdt ragu, harus merasa senang atau sedih. Reiner tak kunjung datang, hari ini mungkin dia bekerja atau berkeliaran mencari alat-alat untuk menyiksanya lebih. Kepergian Reiner memberikannya lebih banyak waktu bersantai, tapi juga memberi lebih banyak waktu meratapi buruk dirinya dicermin itu, dia ingin berlari dan menerobos si cermin, memecahkannya menjadi serpihan kecil-kecil.

The Season I Want to Die [End]Where stories live. Discover now