Peluru Kematian

308 25 26
                                    

Sebelumnya maaf kalo ada typo atau hal lain yg krg jelas dan mengganggu kalian krn bnr2 mepet dan lagi ngerencanain nyusun plot :v so there is....

17 Tahun Sebelumnya

"Kau sangat imut, Nak."

"Ah... Bocah yang manis... Sangat imut..."

"Nak, milik Papamu terasa enak, kan?" lelaki itu berbisik di telinga Reiner tanpa menghentikan gerakan pinggulnya.

Reiner yang baru berusia dua belas tahun, menggigit bajunya sendiri agar tidak berteriak kesakitan saat penis ayah tirinya itu menusuk pantatnya. Kepalanya menempel di lantai karena ditekan dengan kuat oleh pria paruh baya yang menjulang diatasnya.

Dia menggeleng dengan keras sebagai jawaban, air mata itu hanyalah emosi sesaat baginya yang segera menguap begitu saja.

"Jangan berbohong..."

Ah... Sungguh sesuatu yang sangat perlu diingat.

Darah, air mata, dan sperma menetes secara bersamaan ke karpet yang hangat saat Ayah Tiri itu memperkosanya dengan lebih keras. Itu membuat Reiner benar-benar merasa 'ah... Sudahlah toh sudah biasa'

Aku tidak merasakan kesedihan, itu bukan salah siapa pun.

"Apa kau tahu bagaimana bayi dibuat? Jika kau hamil, perutmu membesar, dan Mama akan mengetahuinya."

Reiner dengan susah payah menoleh ke celah pintu, disana... Di sebrang ruangan, Ibunya tertidur dengan lelap seolah tidak mengetahui apapun, bahkan jika dia tahu, dia hanya akan melewatinya.

Aku telah melewati hidupku melampaui segalanya.

"Apakah kurang keras?"

Bahkan aku tidak menyesalinya, dan hanya bertanya 'kenapa?'

14 Tahun Sebelumnya

Guru menggoreskan kapurnya ke papan, menciptakan suara yang membuat gigi ngilu bagi beberapa murid. Dia berbalik dan menerangkan apa yang dia tulis di papan.

"Sistem reproduksi pada wanita berada di dalam, tidak seperti laki-laki yang berada di luar. Sehingga menyebabkan lebih sulit untuk membersihkannya dan lebih banyak bakteri, lebih banyak potensi terjadinya penyakit---" guru itu melepas kacamatanya, memijat pelipis menyadari hampir separuh murid kelasnya tertidur. "Lagi?"

Dia mematahkan kapur, melemparnya ke anak laki-laki yang tidur di pojok belakang. Siswa itu terbangun, dan memandang rendah gurunya.

"Apa?" tanyanya dengan nada tidak sopan, dia bahkan berani mengambil kapur itu dan melemparnya kembali ke Si Guru.

"Braun, nilai mu adalah yang terburuk semester ini, tidakkah kamu mengerti keadaannya? Kamu hanya masuk semaumu, tidur di kelas, dan pulang semaumu juga---"

Ya, aku hidup dengan keinginanku sendiri. Dengan begitu aku tidak akan menyalahkan siapapun jika aku mengambil langkah yang salah, dan aku hanya akan bangga pada diriku sendiri jika aku benar.

"Jadi apa maumu, Brengsek?!" Reiner menendang mejanya, membuat suara yang keras hingga membangunkan siswa yang tidur.

"Apa ini?..."

"Eh? Ketua!"

"Pak Tua ini berisik sekali..."

Guru itu mengusap dadanya untuk mengabarkan hati. "Apa ada yang bisa menjelaskan ulang?"

Seorang anak laki-laki disebelah Reiner mengangkat tangannya, "Pak Smith, kenapa anda tidak memperlihatkan replikanya? Atau Anda ingin salah satu siswi memperlihatkannya?"

The Season I Want to Die [End]Where stories live. Discover now