Gerigi

219 20 7
                                    

Bertholdt meraih pinggiran dermaga, mendorong diri untuk keluar dari air. Dia menggigil saat angin darat menyapu tubuhnya hang basah, berbalik dan memandang tubuh yang mengambang di air. Itu adalah Annie, wajahnya pucat dengan urat-urat biru yang menonjol, dadanya yang berlubang menandakan dia bukan mati karena tenggelam atau tali yang menjerat lehernya ke tiang dermaga.

"Hei, Reiner..." katanya dengan kosong.

Reiner sendiri sudah sepucat Annie, dia terus memegang perut sebelah kirinya dan memandang Bertholdt dengan dingin.

"Kenapa... Kamu datang ke kota ini tiga tahun lalu,'kan?" Bertholdt melangkahkan kakinya untuk mendekati Reiner. "Tapi kenapa... Kasus Annie baru setahun lalu? Bagaimana dengan orang-orang di pabrik? Apa mereka benar-benar seperti yang kamu deskripsikan? Apa mereka sungguh seberdosa itu?"

"Lalu... Bagaimana dengan dirimu sendiri, Reiner? Apa hak-mu untuk menghukum mereka? Kenapa kamu bersikap seolah kamu adalah hakimnya?"

Reiner menutup mulut dengan tangannya yang bebas, tertawa lepas. Itu membuat Bertholdt menggenggam tangannya dengan erat.

"Bertholdt... Kamu... Menyadarinya,'kan?" Reiner menghentikan tawanya dengan cepat, memandang Bertholdt dengan tajam, "Menjadi orang baik sudah bukan pujian di masa ini."

Dia merogoh saku dalam jasnya, mengambil buku bersampul kulit merah yang tipis, sangat tipis, melemparnya ketanah. Dia bisa melihat kalau itu mempunyai barcode dan berlabel 'Annie Leonhart'

Annie... Leonhart? Tapi dia bilang namanya Reiner Braun... Kenapa... Nama belakang mereka berbeda?

Bertholdt menelan ludahnya yang terasa pahit. Dia tidak perlu diberitahu kenapa nama belakang mereka berbeda.

"Reiner, kenapa? Untuk apa kamu melakukan ini? Sepenting apakah itu, sampai membunuh mereka semua."

Reiner berjalan untuk lebih dekat dengan Bertholdt, meraih wajahnya dengan kedua tangan. Dia mengusap bibir Bertholdt dengan tangan kirinya yang ternyata berlumuran darah, dia memasukan jarinya ke dalam mulut Bertholdt untuk membuatnya merasakan darah itu.

"Tidak... Tidakkah kamu berpikir kalau semua orang hanya ingin melakukan apa yang mereka inginkan? Karena itulah mereka menggelorakan perjuangan untuk kebebasan. Tapi, tidak pernah ada yang mengerti arti kebebasan bagi orang-orang sepertiku."

"Rasakan itu, Bertholdt. Rasakan bagaimana darah menyentuh lidahmu... Apa itu menyenangkan?"

Bertholdt menggeleng ketakutan. Mereka saling bertatapan dengan dalam. Dia menyadari kalau Reiner tak pernah memandangnya dengan begitu. Itu adalah tatapan yang penuh kehangatan dan perasaan senasib.

"Reiner, aku---"

"Jangan berbohong... Dosa yang lahir dari dosa orang lain. Itu adalah kamu dan aku. Kau tidak merasa takut saat melihat mayat itu,'kan? Kau merasa dia pantas mendapatkannya karena menempatkan mu di situasi seperti ini, bersamaku."

Reiner mendekatkan wajahnya untuk mencium Bertholdt. Dia memberikan lumayan pelan dan lembut pada bibir Bertholdt yang membeku karena kedinginan dan keterkejutan.

Apa itu benar...

Ya... Aku tidak takut tadi. Aku tidak takut... Kenapa aku tidak takut? Reiner, kamu hanya memojokkanku untuk membenarkan persepsi gilamu, 'kan? Tapi kenapa,... Kenapa aku membenarkan hal itu?

Kamu yang menyiksaku tidak akan ada jika Annie tidak ada. Jadi pantaskah dia? Dan pantaskah aku?

Bertholdt mengangkat tangannya untuk meraih wajah Reiner dan membalas ciumannya. Tapi sebelum dia berhasil melakukannya, Reiner tiba-tiba berhenti dan jatuh ke belakang. Dia hanya bisa melihat bagaimana tubuh besar itu telentang di tanah dengan darah mengucur keluar dari lubang di perut sebelah kirinya.

The Season I Want to Die [End]Where stories live. Discover now