5. Orang-Orang Suci

250 28 6
                                    

Lah kenapa covernya kembang 🤔 gak mecing

Bertholdt hanya bisa menggigit bibir untuk menahan rasa sakit saat telapak tangan dan lututnya harus berkutat dengan tangga yang menurun. Dia yakin lutut dan telapak tangannya berdarah karena jejaknya meninggalkan bercak merah yang diseret. Reiner juga berkali-kali membuatnya terjatuh karena menarik rantai itu bila Bertholdt tertinggal. Mereka menuju lantai dua, dimana ada selusin sel gelap terkunci. Sekarang Bertholdt bisa dengan jelas melihat isi sel itu.

Manusia.

Reiner membawanya berkeliling, melihat-lihat setiap sel dengan atmosfer mengerikan bahkan Bertholdt muntah tiga kali. Pertama sat melihat sel nomor dua yang berisi seorang wanita yang tengah sekarat dengan isi perut yang berceceran di lantai. Kedua adalah penghuni sel nomor enam dengan napas pendek-pendek dan putus asa karena bagian perut ke bawah sudah hangus dengan dikerumuni belatung. Ketiga adalah sel nomor sepuluh dengan mayat seorang pria yang terbelah dua dan darahnya membentuk lapisan kental di lantai. Selebihnya adalah orang-orang putus asa yang disiksa dengan berbagai cara, seperti digantung terbalik, dicelupkan dalam larutan pemutih setelah sebelumnya disayat-sayat, atau dibiarkan telanjang kelaparan.

Reiner berhenti di sel terakhir, menjulang diatas Bertholdt saat pria itu menjambak rambutnya. "Nah, Bewry, siapa yang kau pilih? Semuanya barang bagus."

"Tolong aku..." kata seorang laki-laki dengan seragam buruh bangunan, besi yang sangat panjang menancap tepat di tengah dada. Suaranya tidak lebih dari bisikan keputusasaan.

"Aku haus... Aku haus..." kalimat itu terus diulang anak kecil sekitar sebelas tahun penghuni sel terakhir, tangan kanannya sudah ditebas, begitu juga dengan kaki kirinya.

"Selamatkan aku!"

"Panas... Dingin... Gelap..."

"Tolong aku..."

"Aku haus..."

"Dimana Angela? Dimana puteriku..."

"Aku tidak bersalah...."

"Aku mohon...."

Bertholdt cegukan, tangannya menutup kedua telinga untuk menghentikan kalimat-kalimat yang bahkan terdengar lebih mengerikan dari pada senyuman Reiner. Dia membencimu. Dia benci saat orang-orang membuatnya memberikan pilihan yang tidak ada jawabannya. Dia tidak bisa, dia terlalu lemah, berkemauan kecil dan terlalu tidak berguna untuk melakukan segalanya. Dia tidak bisa memilih salah satu dari mereka untuk disiksa bersamanya.

"BUNUH SAJA AKU!"

DOR!

Ah? Apa?

Bertholdt jatuh terduduk ke belakang, tangannya membekap mulut agar tidak berteriak. Matanya tidak bisa mempercayai yang disaksikannya. Seorang wanita menabrakan diri ke sel besi yang kokoh, meneriakan sesuatu yang sangat berani kepada Reiner. Sebagai hadiahnya, moncong senapan laras panjang mengisi penuh rongga mulutnya disertai tarikan pelatuk, membuat biji besi itu menembus kepalanya.

"Merepotkan." Reiner menendang tubuh tak bernyawa itu kembali ke balik bayang-bayang tembok dingin, kemudian memanggul senapan laras panjang di bahunya.

Keheningan menyusul robohnya ongokan daging itu ke lantai. Bahkan mereka seperti menghentikan gerakan bulu hidung mereka sendiri, seolah bernafas akan menjadi alasan kuat bagi Reiner untuk membunuh.

Pria itu berbalik, memandang Bertholdt dengan tajam disertai garis tegas wajahnya. "Jadi apa pilihanmu,... Manis?"

"Reiner... Apa yang kamu lakukan jika aku memilih?"

Dia mengangkat bahu, "Pilih saja, mungkin aku akan berpikir untuk menyelamatkannya."

Bertholdt menelan ludahnya, meski itu hanya berakhir mengganjal di tenggorokan. Dia tidak mengerti beban mental apa lagi yang pria pirang itu limpahkan kepadanya. Perlakuan kepadanya tidak lebih dari virus mematikan yang berjalan lambat, yang harus dia lakukan hanya berjalan lebih cepat dari virus itu atau dia juga akan terlipat.

The Season I Want to Die [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang