8. Hujan, Hujan, Pergi Jauhlah

407 30 16
                                    

Reiner mengulurkan tangannya ke depan untuk menampung air hujan yang turun dari atap. Itu adalah hujan pertama dan terlama dari dekade itu dan tentunya sangat melegakan. Itu sangat deras namun tidak berangin sehingga tanah bisa menyerapnya secara maksimal. Hujan mengobati rindu pada rumput kering di sebrang sana.

Tangan yang lebih kecil dan kurus memeluknya dari belakang, dia merasakan orang itu menaruh dagunya di pucuk kepalanya dengan mudah karena lebih tinggi.

"Itu bagus untuk sekarang, ya 'kan?" kata Bertholdt.

"Ya. Mungkin." Reiner melepaskan tangan itu, menumpahkan air di tangannya dan masuk ke rumah. Sebenarnya terlalu berlebihan menganggapnya rumah karena itu bahkan tidak memiliki pintu. Hanya bekas pos yang mereka bersihkan dan melengkapinya dengan beberapa furnitur tua.

Radio di tengah ruangan mengeluarkan bunyi berisik tanda kehilangan sinyal. Reiner mumutar-mutar antenanya hingga menemukan sinyal itu dan pembawa acara mulai terdengar kalimatnya.

"Kau ingin teh atau kopi?" tanya Bertholdt pada Reiner yang sekarang tengah menaruh ember di bagian atap yang bocor.

"Kopi."

"Kita kehabisan itu." katanya setelah membuka kaleng kopi.

"Teh."

"Juga habis."

Reiner menoleh kepada Bertholdt yang menggeleng dan menunjukan kalengnya kosong. "Air putih saja."

"Baik! Segera datang..." dia tersenyum untuk menghibur rekannya.  Kini mereka sudah remaja dan bisa berpikir untuk menyesuaikan diri. Mereka pubertas, membutuhkan tempat tinggal, dan bukan hanya memikirkan makanan lagi.

Tak lama kemudian Bertholdt datang dengan secangkir air hangat dan beberapa kukis. Reiner langsung meminumnya sambil mendengarkan siaran baseball dari radio dan Bertholdt duduk di belakang untuk memijitnya. "Bagaimana kerjanya?"

"Biasa saja. Kau sudah makan?"

"Ya. Aku juga minum banyak air jadi tidak begitu lapar."

Reiner menelan kukisnya dengan susah payah, mengangguk dengan canggung. Dia ingin kembali di saat mereka mencuri berdua, beristirahat di bawah pohon dan tak perlu mengkhawatirkan hal lain kecuali perut. Saat ini mereka mulai memperhatikan pakaian dan lawan jenis walaupun itu adalah hal mahal untuk orang seperti mereka. "Bagaimana dengan pekerjaanmu?"

"Em... kurasa baik. Bos memberiku kukis ini, dan Paman juga mampir kemari menanyakan kabarmu. Kubilang baik dan langsung pergi." katanya dengan ceria.

"Jangan terlalu dekat dengan Bos-mu itu, dia hanya ingin tidur denganmu." cibir Reiner diantara kunyahannya, itu membuat Bertholdt berhenti dan berpindah ke depan Reiner.

"Apa maksudmu? Aku tidak seperti itu!"

Reiner menghela napas, melempar kukis itu ke ujung ruangan dan berbicara dengan nada kasar, "Kenapa kau tidak mengerti? Dia ingin membuatmu berhutang budi dan kemudian menidurimu sebagai balasan. Kita memang tidak sekolah, tapi hukum seperti itu sudah sering kita jumpai, kamu tahu 'kan?!"

Bertholdt menunduk sebenarnya tanpa diberitahu Reiner pun dia tahu hal itu. Hidup di jalanan membuat mereka tahu banyak hal bahkan meski mereka tak menginginkannya. Tapi tetap saja, itu menyakitkan jika temanmu yang mengatakannya, "Lalu kenapa? Walaupun menjadi jalang, setidaknya, itu membuat kita tetap kenyang!"

The Season I Want to Die [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang