The Last : Sharpening Knives

274 19 15
                                    

Selama seminggu kedepan, Bertholdt tinggal bersama Marco dan Reiner selalu datang untuk makan malam. Tidak ada yang tahu apa yang pria itu lakukan siang harinya karena dia selalu berkelit jika ditanya. Dan Yelena tidak datang lagi selain untuk menjemput Reiner. Jean juga menyempatkan diri mampir sesekali dengan membawa Brutus meskipun dia datang di pagi karena tak terlalu senang bertemu dengan Reiner. Marco juga pulang semakin larut bahkan terkadang mengambil lembur karena dia bilang semakin banyak kasus.

"Mayat seorang anak laki-laki ditemukan di gunung dengan keadaan yang mengenaskan. Menurut kepolisian, mayat itu meninggal beberapa hari yang lalu dengan luka tusuk di leher dan sayatan disekujur tubuhnya. Diduga meninggal karena kehabisan darah. Hari ini kami akan mewawancarai---"

Bertholdt mematikan televisi dan melempar remotenya ke sofa. Tangannya meremas ujung celana pendek nya.

Siapa... Kenapa dia membunuh mereka?... Reiner? Tidak, anak ini terlihat seperti Gadis Peach.

Sebuah tangan melingkar di leher Bertholdt, orang itu mengendus lehernya. "Ingin keluar denganku?"

Bertholdt menoleh dan mendapati itu adalah Reiner, dia mengusap tangan Reiner yang memeluknya. "Kita harus menunggu Marco pulang."

"Benarkah?" Reiner mengencangkan lengannya di leher Bertholdt, membuatnya tercekik. "Dia tidak akan pulang hari ini. Ini akan jadi semacam kencan."

"AAAAAAAAAKKKKHHHHH!"

Suara teriakan anak-anak yang berlari kepada ibu masing-masing saat harimau dibalik kaca tebal itu mengaum. Bertholdt sendiri mundur selangkah karena mendapati diri terlalu dekat dengan kaca pembatas.

"Kau takut?" tanya Reiner yang menangkap bahunya.

"Ti-tidak." katanya dan berlalu lebih dulu ke kandang selanjutnya.

Reiner mengikutinya dari belakang dengan tangan terlipat di dada. Kadang sebelah berisi dua harimau anakan yang diawasi penjaga kebun binatang.

"Imut banget..." Bertholdt mengetuk-ngetukkan jarinya ke kaca pembatas dimana pipi harimau berada di lurus nya.

"Mereka hanya bibit pembunuh, tidak ada beda dengan yang disebelah." Reiner mencondongkan tubuhnya, mengamati mereka dengan menggosok dagunya.

"Selama mereka dilatih untuk tidak melakukan itu, mereka tidak akan begitu saat dewasa nanti. Apalagi jika mereka dekat dengan pengawasnya...." Bertholdt menempelkan wajahnya ke kaca, berharap itu tidak ada sehingga dia bisa menghampiri mereka lebih dekat. "Pasti menyenangkan menjadi dekat dengan mereka."

Reiner menoleh kepada Bertholdt, memandang pria itu dan meredupkan sorot matanya. "Apa kamu yakin bisa mengontrol binatang buas itu?"

Bertholdt menggeleng, "Pasti waktunya lama. Apa kamu menyukai mereka, Reiner?"

"Tidak."

"Aku tahu," Bertholdt menjauhkan diri dan memandang Reiner dengan senyum lebarnya, "kamu lebih cocok dengan badak."

"Ba..." dia menaikan alisnya, "dak?"

Reiner masih berpikir kemiripannya dengan badak saat Bertholdt menariknya, membawanya berlari ke bagian kebun binatang yang lain. Dia tidak melawan dan hanya kebingungan melihat bagaimana tangan Bertholdt tanpa ragu menggenggam tangannya saat berlari.

Sejak kapan aku mengijinkannya berbuat semaunya begitu?

Kalau dia mengingat ada beberapa bagian dimana dia membiarkan Bertholdt memeluk, mencium, dan menggandengnya tanpa ragu.

Kenapa aku diam?

"Lihat, lihat..."

Dia meluruskan pandangannya untuk melihat apa yang ditunjuk Bertholdt. Itu adalah kandang yang berisi empat badak bercula. Kulit abu-abu mereka tampak sangat keras dibingkai wajah malas saat mengunyah rumput.

The Season I Want to Die [End]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora