Bab VII

131K 8.2K 130
                                    

Sinar panas menembus kaca jendela membuatku terbangun. Rasa remuk dan lelah memyambutku belum lagi rasa sakit di bagian bawah. Aku mengerjap mataku yang masih mengantuk. Kenapa rasanya selimut ini menempel di tubuhku? Aku membuka selimut yang menampilkan dadaku yang polos tak tertutup apapun.

Tunggu! Aku langsung mengangkat selimut dan menunduk ke arah tubuhku yang telanjang? Astaga! Tadi malam bukan mimpi!

Aku bangkit dari tempat tidur dengan selimut yang kulilit di tubuhku. Mengernyit rasa nyeri dibawahku semakin terasa saat aku bergerak. Ya ampun, kami benar-benar melakukannya. Apalagi noda merah yang mengering di sprei membuatku malu. Untung Rafael sudah bangun ga kebayang kalau melihat reaksinya.

Tapi bagaimana aku menghadapi Rafael setelah ini? ingatan tadi malam yang membuatku kembali merona. Kenapa kami bisa melakukan ini? Rasanya kami hanya minum teh lalu rasa panas menyerang dan.. ga mungkin! Obat itu ga mungkin obat perangsang kan? Masa mami setega itu ngasih ke aku?

Aku mencari Rafael yang ternyata sedang duduk di sofa ruang tamu kamar sambil membaca koran. Botol kecil yang mami kasih masih ada di atas meja dekat cangkir kopinya.

"Lebih baik kamu berendam air hangat" ucapan Rafael membuatku terkejut. Bagaimana dia tau aku di sini tanpa melepas pandangan dari koran?

Aku langsung berlari ke arah kamar mandi. Melewati kaca dan berhenti menatap tubuhku. Bercak-bercak apa ini? Aku menatap bercak-bercak merah dari leher turun ke dada lalu darah yang mengering di bagian pahaku. Kulitku merona melihat hasil perbuatan Rafael semalam.

Yang menjadi pikiranku gimana caranya aku menutupi bercak ini? Aku ga membawa kemeja, turtleneck atau scraft. Rasanya ingin tidur ga terbangun sampai bekas Rafael ini hilang.

*****

"Duduk" perintah Rafael setelah lama menatapku. "Aku sudah memesan sarapan untuk mu"

Aku mengeratkan kain cardigan yang berusaha menutupi bercak di sekitar leherku. Memakai dress selutut agar tidak menambah nyeri dibagian bawahku. Aku berjalan ke arah sofa di dekat Rafael dan memakan sarapan yang sudah disiapkan.

"Em, tadi malam aku.."

"Ini punyamu?" Rafael memegang botol cantik yang mengerikan itu ke hadapanku. Aku hanya mengangguk pelan dan waspada. Waspada akan murkanya karena seperti menjebaknya.

"Darimana kamu mendapatkannya?"

Aku ga mungkin kasih tau kalau mami yang ngasih. Bisa-bisa Rafael marah sama mami.

"Be,beli sama teman" suaraku gugup jelas-jelas tandanya aku berbohong.

"Oh ya? Ini obat perangsang. Hebat sekali teman kamu bisa menjualnya. Kamu berteman sama siapa lagi? Bandar narkoba?" Sindir Rafael membuatku tersentak.

"Engga"

"Terus beli dengan siapa? Jangan-jangan pelacur kelas kakap menggoda mangsanya lalu menaruhkan cairan ini?"

"Engga! Bukan.."

"Apa wanita jalang yang menjebak pria agar tidur bersamanya hingga menikahinya?"

"Mami bukan..." aku langsung menutup mulutku. Sedangkan Rafael, ia mendengus lalu menatapku tajam.

"Sudah kuduga!" Aku menunduk dibawah tatapan dinginnya. Maafin Adre mam.

"Lain kali hati-hati terima barang dari mami! Kamu pikir mami hanya wanita lembut, baik hati seperti ibu peri? Mami itu manipulator utama tau!"

"Maaf, aku ga tau. Kupikir itu obat penambah stamina biar kamu ga capek"

Aku memberanikan diri menatapnya. "Jangan marah sama mami ya, Raf" bagaimanapun aku ga mau mereka bertengkar. Lebih baik aku aja yang dimarahin.

AdreanaWhere stories live. Discover now