Bab III

122K 8.5K 116
                                    

Apa ini mimpi? Aku mengusap wajahku dan mulai bangun dari tempat tidur. "Aaaaa!!!" Aku langsung menutup mulutku saat melihat pria disofa bergumam ga jelas seakan terganggu dengan teriakanku.

Ini bukan mimpi! Aku benar-benar sudah menikah! Ya Tuhan.. aku kira ini hanya mimpi buruk.

"Hmmm..." suara gumaman membuatku menoleh ke arah pria tampan yang sedang tidur meski ia menggeliat tidak nyaman disofa yang kecil ukurannya dibandingkan tinggi pria itu.

"Raf.."aku menepuk pelan pundaknya. "Pindah yuk ke ranjang" bisikku lagi.

"Hemmm.." lagi-lagi ia bergumam.

"Raf..." panggilku lagi dan kali ini berhasil. Matanya terbuka sedikit dan berjalan gontai ke ranjangku. Kalau di liat kayak anak kecil.

Aku memegang lengannya agar tidur di atas ranjangku dan menyelimutinya. Badannya pasti pegal gara-gara tidur di sofa. Aku melirik jam berbentuk kotak di atas meja kecil di samping tempat tidur. "Udah jam 5 ya" kalo pagi gini biasanya aku sudah mandi dan bantu bi Sumi, asisten rumah tangga, nyiapin sarapan di dapur. Aku berjalan ke kamar mandi dan membersihkan tubuhku dari keringat gara-gara mimpi buruk tadi malam.

Aku bermimpi Rafael menyeretku ke altar dan dengan paksa memakaikan cincin yang di panaskan ke api di jariku. Mengingatnya saja membuatku ngeri. Dengan cepat aku menyelesaikan acara mandiku.

"Ya ampun! Kenapa ga bawa pakaian ke kamar mandi!" Aku lupa kalau Rafael kan ada di kamar. Gimana aku bisa ganti baju? Tenang Ad, dia kan lagi tidur. Duh, semoga dia masih tidur.

Dengan pelan-pelan aku keluar kamar mandi sambil melirik ke arah Rafael yang masih tidur. "Syukur deh" aku membuka lemari pakaianku dengan pelan. "Kreeeekkkk"suara engsel pintu lemari mengagetkanku. Rasa dag dig dug takut dia bangun. Aku menoleh ke belakang ternyata dia masih terlelap tidur.

Kali ini dengan lebih pelan aku membuka lebar pintu lemari tapi lagi-lagi bunyi engsel pintu makin menjadi-jadi. Oke, lakuin dengan cepat, Ad. Aku membuka pintu dengan cepat bahkan bunyi yang dibuat pun luar biasa keras. "Ah, paling-paling dia masih tidur" bisikku pada diriku sendiri dan mulai mencari pakaian dalam dan baju yang akan ku kenakan.

Aku mengambil apa yang ada di hadapanku termasuk dress biru polos selutut.

"Pagi-pagi pamer paha" suara berat itu.. dia bangun! Dengan cepat aku menutup pintu lemari dan itu hal terbodoh yang kulakuin! Ujung handuk dibadanku terjepit di pintu dan tertarik saat aku membalikkan tubuh.

Pikiranku terasa kosong beberapa detik. Beberapa detik menatap tubuhku dan menatap wajahnya yang hanya melihat tubuh polosku dengan wajah datar. Beberapa detik sampai dia mengucapkan

"Sekarang pamer badan"

"Aaaaaaaaaaaaaa!!!!!" Aku menjerit sambil menutup tubuhku dengan pakaian yang ada ditanganku bahkan saking panik, melempar bra ke wajahnya agar berhenti menatapku.

Ia mengambil bra di wajahnya."Lumayan gede juga ya" ia memegang braku dengan wajah mesum! "Ah, panas" ucapnya bangkit dari ranjang sambil mengipas wajahnya dengan tangan dan berjalan ke kamar mandi.

Syukur deh dia masuk ke kamar mandi. Aku berlari ke sebelah kanan dekat sofa. Harus cepat pasang pakaian sebelum dia keluar. Tunggu! Braku kan di bawa sama Rafael! Aaaah! Dasar mesum!!!

*****

"Sini kamu!" Mama menarikku yang baru keluar kamar lebih dulu sebelum Rafael selesai mandi. Mama mencengkram tanganku sampai ke dapur yang hanya ada bi Sumi.

"Kenapa ma?" Aku mengusap lenganku yang berbekas akibat cengkraman mama.

"Gimana tadi malam? Kamu ga ngelakuin apa-apa sama dia kan?" Mungkin pertanyaan seperti itu akan wajar  ditanyakan jika tidak dengan nada mengancam.

"Ga ngapa-ngapain kok ma"

"Bagus deh. Awas aja kalau sampe kalian ngelakuin macam-macam! Kamu harus ingat ya, Ad, kalau Dela sudah kembali Rafael akan jadi suaminya!" Mama memperingatiku seakan pernikahan kemaren ga berarti apa-apa.

"Ma, aku dan Rafael sudah menikah jadi ga mungkin kalau jadi suami Adela"

"Mungkin aja. Kamu cerain aja Rafael. Toh, gara-gara kamu, Dela pergi dari rumah sampe ga mau angkat telepon dari mama! Gara-gara kamu Adela batal nikah sama Rafael!"

Aku ga tau harus ngomong apa. Sudah berkali-kali aku menjelaskan ke mama kalau Adela pergi karena keinginannya sendiri dan masalah nikah dengan Rafael kan juga karena orang tuanya dan papa.

Aku menghembuskan nafas berat. "Ma, Adela pergi karena dia pengen nikah ama Gery dan soal Rafael, mama liat sendiri kalau itu kehendak papa sama orang tua Rafael"

"Udah cukup! Banyak alasan kamu! Dari kecil sampe sekarang ga pernah berubah selalu pengen punya Dela!" Potong mama sambil menatapku tajam.

Haaahh..  bukannya sebaliknya ya, Adela yang selalu pengen apa yang ku mau dan yang kumiliki. Kalau aku selalu memberikan apa yang jadi milikku, kali ini engga! Masa suami mau di kasih seenaknya gitu. Tapi aku sadar kalau aku mengatakan hal itu di depan mama, sudah pasti aku akan di tampar dan dipaksa seperti biasanya.

"Ingat ya, Ad. Dela harus jadi istri Rafael!" Aku hanya diam menunduk tidak akan menjanjikan apapun ke mama. "Bantu bi Suma sana!" Mama mendorongku kasar dan pergi dari dapur.

"Sabar ya non" bi Sumi mengusap pelan punggung atasku. "Bentar lagi kan non keluar dari rumah ini, ikut suami non dan bebas dari nyonya besar"

Seandainya kayak gitu. Aku kembali mengingat kejadian tadi malam amarah Rafael yang menakutkan. Sudah jelas kalau Rafael tidak suka denganku dan kasar. Ia bahkan tidak tertarik dengan tubuhku apalagi wajahku.

"Bibi doain semoga pernikahan non langgeng sampe akhir hayat dan bahagia. Dan bibi doain semoga suami non cinta sekali sama non Adre" ucap bi Sumi sambil tersenyum tulus bikin aku terharu meski aku tau dalam hati akan banyak rintangan yang ku hadapi untuk mendapatkan pernikahan seperti yang didoakan bi Sumi dengan keberhasilan hanya 1 persen. Ya, 1 persen yang akan benar-benar kugunakan untuk mendapatkan pernikahan sekali seumur hidup yang selama ini menjadi komitmenku.

******

AdreanaOnde histórias criam vida. Descubra agora