Bab XIII

121K 7.2K 98
                                    

Suara dering hp membuatku terbangun. Aku menggapai hp yang ku taruh di atas meja. Mama? Rasa kantukku hilang begitu membaca siapa yang menelpon.

Lebih baik ga usah di angkat. Aku mengecilkan volume suara sampai tidak terdengar nada dering.

Drrttttt... Drrtttttt.. entah berapa kali suara getaran hp menggangguku. Sampai terakhir sms masuk dari mama. ’Kalau kamu masih menganggap aku mamamu, datang ke rumah sekarang!!!’

Ragu datang ke sana tapi disisi lain, aku harus segera menyelesaikan masalah ini. secepatnya. Aku berusaha bangun dari tempat tidur dan memakai cardigan yang kuletakkan di sofa.

”Kak, mau kemana?” tanya Shila yang masuk ke kamarku membawakan makanan di atas nampan dan meletakkannya di atas meja sofa kamarku.

”Mau ke rumah orang tuaku. Shil, tolong telepon taksi ya” pintaku sambil berjalan ke walkin closet mengambil tasku.

”Mau saya saja yang mengantar?” tanya Shila yang khawatir mengikuti di belakangku.

”Ga usah. Kamu jaga rumah aja ya. nanti bilang ke Rafael kalau aku ke rumah orang tuaku”

”Tapi..”

”Tolong telepon taksi sekarang ya” pintaku yang langsung dilaksanakan Shila. Aku duduk di sofa memakan soup yang dibawa Shila dan menghabiskannya sambil menunggu taksi datang.

”Kakak yakin ga mau saya temenin”

”Ga. Aku bisa pergi sendiri” aku ga mau Shila tau pembicaraan kami, bukan, aku yakin akan banyak bentakan dan makian. Aku harus siap menghadapi mereka dan aku ga ingin orang lain ikut campur apalagi sampai melapor ke Rafael.

”ka, obatnya diminum” suara Shila membuyar lamunanku.
“Makasih” aku mengambil obat yang ditaruh Shila di piring kecil dan meminumnya.
Meski aku sudah meminum obat untuk tubuh dan kandunganku, aku harus kuat apapun yang terjadi aku ga boleh kena benturan. Aku harus menjaga kandunganku.
*****
“Kenapa kamu usir Dela? Kamu ga punya hak buat ngusir saudara kamu dari rumah pria yang harusnya jadi suaminya!” bentak mama begitu aku datang baru masuk di ruang tamu.

Aku menarik nafas dalam-dalam. Sudah siap menghadapi amarah mama. “Ma, aku punya hak karena aku istri Rafael. Dela ga akan pernah menjadi istri Rafael”

Terdengar tarikan nafas dari mama dan Dela yang terkejut dengan perkataanku yang berani.

Aku sudah lelah mengalah karena selalu menghormati mama yang melahirkanku. Saatnya aku melidungi apa yang menjadi milikku bukan selalu merelakannya ke Adela.

Plaakkkkkkk!! Tamparan keras mengenai pipiku. Rasa panas dan perih mulai terasa membuatku meringis. “Berani sekali kamu sama mama ya?! Mama yang ngelahirin kamu!"

Aku menatap mama yang menatapku penuh kebencian lalu ke Dela yang hanya terdiam. “Ma, justru karena mama yang ngelahirin aku, harusnya mama juga mendukung pernikahanku” suaraku bergetar menahan isakan yang akan keluar.

“Mendukung pernikahan kamu? Mama ga akan pernah mendukung pernikahan orang yang sudah mengambil calon suami saudara sendiri!”

Kenapa selalu itu yang dibahas? “Ma, aku menikah karena permintaan papa dan orang tua Rafael. Untuk menjaga nama baik keluarga kita dan Rafael”

Adela berdiri menghadapku dengan memberi tatapan sinis. “Jadi lo mau bilang ini semua salah gue gitu?”

“Kamu menyalahkan Dela?!”

Aku mengepalkan tanganku, memberikan kekuatan agar berani menghadapi mereka. “Aku ga ingin menyalahkan kamu. Mungkin Rafael memang jodohku” ya, aku rasa seperti itu. Jika Adela ga kabur waktu itu, mungkin Rafael hanya akan menjadi kakak iparku.

AdreanaWhere stories live. Discover now