Bab XI

123K 7.7K 108
                                    

Rafael menatap kesal padaku yang duduk sambil sarapan makanan yang kumasak. "Kenapa kamu kerja? Aku sudah bilang kamu harus istirahat!"

"Lebih baik kamu duduk sarapan" aku ga menghiraukan perintahnya dengan menyediakan sarapan untuknya.

"Ada apa?" Rafael menatapku heran. "Ada masalah yang engga aku tau?"

Aku menggeleng pelan. "Ga papa kok" ya, ga papa. Kecurigaanku pada Adela benar. Dia tega sekali berbohong bahkan menjebak menggunakan nama suamiku.Untungnya tadi aku ingin masuk ke kamar Rafael yang ternyata pintunya terkunci.

Ah, mengingat Adela, hatiku mendidih. Ingin rasanya mengusirnya dari rumah ini. Aku sudah ga tahan dengan kelakuannya yang semakin menjadi-jadi.

"Aku minta salah satu pelayan di rumah papi buat bantu kita di sini. Namanya Shila"

Shila? Kok nama pelayan bagus sekali. Mendengar namanya saja sudah bikin aku kesal. "Kita ga perlu pelayan. Aku masih sanggup kok bersihin rumah ini"

Rafael berhenti makan. "Ga boleh. Kamu harus banyak istirahat. Nanti kalau sudah sehat pekerjaan kamu masak atau berkebun. Kalau kamu capek, ga usah kerjain"

Aneh. Kenapa dia jadi aneh gini sih? Bukannya dia sendiri yang bilang ga pengen istri yang hanya jadi ratu yang cuman bisa makan dan tidur? Ga bisa ngerjain apa-apa? Kenapa malah dilarang kerja?

"Tapi aku masih bisa"

"Tetap ga boleh! Shila akan bantu kamu di rumah ini dan kalau ada apa-apa dia bisa dengan cepat nolongin kamu"

Aku terdiam lama menatapnya. "Aku ga akan melakukan hal bodoh itu lagi"

Ia menghembuskan nafas seakan hilang kesabaran berbicara denganku. "Bukan itu. Aku ga mau terjadi apa-apa dengan kamu. Pokoknya kamu harus ditemani Shila" perintahnya yang ga dapatku tawar-tawar lagi.

Semoga aja pelayan bernama Shila ini wanita setengah baya. Kalau muda dan cantik kayak Adela bisa tambah pusing lagi. Duh, kok jadi gampang cemburuan gini ya? Akhir-akhir ini jadi mudah emosian. Berpikir positif, Ad.

******

"Del, ada yang mau aku omongin" aku bangkit berdiri dari sofa. Membalikkan tubuh menghadap Adela yang baru turun dari lantai atas.

"Ngomong apa?" Tanyanya bingung seakan berpikir lalu tersenyum "oh, masalah tadi pagi?" Wajahnya bahkan tanpa dosa mengucapkan hal itu.

Tahan, Ad. Emosi ga bisa menyelesaikan apapun. Aku menarik nafas dan menghembuskannya pelan.

"Iya. Aku ga habis pikir kenapa kamu bohong. Berpura-pura keluar dari kamar suamiku" aku sengaja menekan kata 'suamiku' agar dia tau bahwa Rafael terikat dan sah menjadi milikku.

Ia terdiam lama menatapku tajam. "Maksud lo apa?"

"Pintu kamar Rafael terkunci saat aku ingin minta penjelasannya. Gimana kamu bisa berpura-pura tidur dengan pria yang menjadi suami sodara kamu!"

Aku meneliti raut wajahnya yang terdiam lama. Meneliti apa ada kebohongan dari wajahnya yang aku akui dari dulu sangat pintar berakting. Menyiapkan diri dari kepintarannya mengelak dengan berbagai alasan yang menghancurkan hatiku.

Ia tertawa mengejek amarahku yang serasa dipuncak. "Gimana lo yakin kalau Rafael dan gue ga tidur? Bisa aja kan dia bangun saat mendengar pertengkaran kita. Lagipula itu yang harus gue tanya ke elo! Gimana bisa lo merebut calon suami gue, sodara lo sendiri!"

Apa? Belum bisa aku menerima ucapannya yang bersikeras kalau dia tidur dengan Rafael, sekarang malah membalikkan ucapanku.

"Itu sudah kita bahas Dela! Aku nikah dengan Rafael itu semua berkat kamu yang ga bertanggung jawab" wajahnya memerah menahan amarah ingin mengeluarkan kata-kata yang membalasku.

Adreanaحيث تعيش القصص. اكتشف الآن