Bab X

120K 7.6K 81
                                    

Hello, makasih buat vote dan komennya. Makasih buat ide yang sudah kalian berikan, tapi maaf saya akan tetap dengan ide yang sudah ada dipikiran saya. Ada beberapa komenan yang bisa menebak alur cerita ini. Saya harap kalian ga bosan dengan cerita yang saya buat. Maaf kalau Bab ini lebih pendek. Sekali lagi terima kasih dan selamat membaca :)
************************************************************************

Entah berapa aku berada di dalam kamar mandi. Serangan demam akibat lelah menangis dan ketiduran berendam sampai pagi. Belum lagi perutku yang ingin muntah sampai tidak bisa beranjak dari sini.

Selama itu pula aku tidur beralas handuk yang ada di lemari kaca di dalam kamar mandi menumpuk menjadi selimut dan alas tidurku. Aku tidak punya tenaga bahkan berteriak pun ga bisa.

Serangan cairan memompa perutku datang lagi. Aku merangkak ke toilet dan memuntahkan cairan yang hanya air yang kuminum dari kran wastafel untungnya sudah di steril bisa diminum mentah.

"Rafael.. sakit.." aku memegang perutku dan kembali muntah. "Raf.. " kali ini aku mencoba berteriak tapi hanya suara kecil dan lemah yang keluar. Ditambah jarak kamar mandi dan pintu kamarku jauh.

Apa Rafael ga mencariku? Kenapa dia ga datang juga? Apa dia sudah ga peduli denganku? Sehina itukah aku sampai ia ga mau mengecek atau khawatir denganku yang ga keluar kamar?

Aku ga bisa terus-terusan disini. Mereka tidak akan mencariku apalagi peduli dengan keadaanku. Aku harus berusaha sendiri ga peduli tenagaku yang hampir habis.

Aku merangkak dengan sisa tenaga yang kupunya. Ditambah rasa sakit dan lapar membuat tubuhku lemah. Apalagi kamar ini sangat luas. Rasanya seperti merangkak berkilo meter mencapai pintu itu.

Ugh! Serangan itu datang lagi. Aku memuntahkan cairan itu dilantai. Tubuhku yang lemah tidak bisa mencapai toilet. Sakit.

Aku melap bibirku dengan handuk dan membuka salah satu handuk yang menyelimutiku menutupi cairan dari perutku di lantai.

Tenagaku semakin terkuras. Aku tidur dilantai yang dingin tidak peduli dengan bau cairan di dekatku. Aku benar-benar capek. Penglihatanku semakin berkunang-kunang hingga semuanya gelap.

Berapa lama aku pingsan? Apa aku ada di rumah sakit? Aku menatap sekelilingku dan menelan kekecewaan. Aku masih di kamar mandi. Tidak ada seorangpun yang menolongku seperti di novel roman wanita di tolong pria yang dicintainya. Itu hanya khayalan yang membuatku makin sedih.

Perutku berbunyi dan perih tidak ada asupan masuk kedalamnya. Aku mencoba merangkak dengan sisa tenaga yang ada. Mencoba berdiri dengan tumpuan meja wastafel.

Kakiku serasa seperti jelly yang siap jatuh kapan saja. Aku menahan diriku dan membuka keran. Air bening meluncur deras dengan cepat aku meminum dengan mengadahkan mulutku di bawah keran.

Meminum dengan rakus air yang masuk ke mulut dan tenggorokanku yang kering. Meminum sampai perutku kembung.

Aku mematikan keran dan dengan pelan merosot ke bawah. Aku punya tenaga untuk keluar dari sini.

Aku kembali merangkak ke arah pintu kamar mandi. Tapi lagi-lagi pompa di perutku seakan meledak ingin keluar nembuatku berbalik. Aku berusaha menahannya sampai berhasil merangkak ke toilet.

AdreanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang