TWENTY EIGHT

2.5K 215 3
                                    

Setelah kejadian di ruan makan Caithlin semakin bingung dengan sikap Marcell yang tidak dapat diprediksi olehya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Setelah kejadian di ruan makan Caithlin semakin bingung dengan sikap Marcell yang tidak dapat diprediksi olehya. Dia berinisiatif untuk menemui Marcell di ruang kerjanya. Saat berjalan menuju ke ruang kerja Marcell, dia bertemu dengan seorang warior yang wajahnya tidak asing baginya. Warior itu melemparkan smirk kepada Caithlin.

"Aneh sekali orang itu," batin Caithlin didalam hatinya dengan menaikkan alisnya sambil menatap bingung.

Sudah kebiasaan jika Caithlin akan memasuki ruangan kerja Marcell tanpa mengetuknya terlebih dahulu karena Marcell tidak keberatan dengan hal tersebut. Tapi saat ini apa yang dilihatnya setelah membuka ruang kerja Marcell membuat hatinya seperti ditikam puluhan pisau. Disana Marcell dan Clara sedang berciuman dengan posisi Clara ada di bawah Marcell.

Cathlin langsung berlari tanpa melihat ekspresi apa yang akan diperlihatkan Marcell kepadanya. Entahlah rasanya sudah sangat sakit dan mungkin keputusannya untuk pergi dari dunia ini memang benar.

"Mau kemana kau?" tanya Marcell yang ternyata sudah ada di depannya.

"Bukan urusanmu,"

"Itu urusanku karena kau adalah seorang Luna Queen sekarang ini,"

"Untuk apa aku menjadi Luna Queen jika kau bermain dibelakangku?"

"Ya memang itu rencanaku membuatmu menjadi Ratu dari kerajaan ini dan melahirkan keturunanku saja. Sekarang kau sudah sangat terikat denganku jadi kau tidak akan bisa pergi dariku,"

"Apakah ini sifat aslimu? Lalu sifat manismu itu hanya jebakan?"

"Kau sudah tau itu jadi aku tidak akan mengulangi perkataanku lagi,"

Selamat Caithlin telah masuk ke dalam jebakan pria itu. Bagaimana bisa seorang Caithlin yanng dulunya tidak pernah jatuh cinta kepada siapapun bisa luluh dan jatuh ke dalam perangkap lelaki seperti itu. 

***

"Bagaimana? Apakah sudah kau katakan apa yang aku perintahkan?" kata Clara yang sedang meminum wine yang ada di tangannya.

"Tentu saja, apapun akan ku lakukan jika itu ucapanmu," jawab Marcell dengan tersenyum manis.

"Apakah kau sudah pernah berhubungan  dengannya?"

"Belum, kenapa kau menanyakan itu padaku?"

"Tidak apa-apa, bagus jika kau belum pernah berhubungan dengannya. Karena kau hanya boleh berhubungan denganku,"

"Ya, aku juga tidak akan berhubungan dengannya. Menghasilkan keturunan darinya hanyalah omong kosong,"

Melihat itu Clara menyunggingkan senyuman smirknya.

***

Di kamarnya Caithlin mencari sebuah benda yang dapat menyelamatkannya dari dunia mengerikan ini. Dengan air mata yang terus mengucur dari bola matanya, dia terus membonkar setiap sudut kamarnya. Mungkin terasa tak masuk akal tetapi hanya ini yang dapat dia lakukan. Mustahil jika meminta bantuan Selena ataupun Dimitri, mereka akan lebih patuh kepada Marcell daripada dengannya.

Caithlin hanya menemuka beberapa kain yang jika disambung bisa menjadi tali. Jangan llupakan para warior yang berjaga di setiap sudut tempat di tempat ini. Dengan ulet Caithlin menyambung kain itu, kemudian dia mengikat kain tersebut di pagar balkon kamarnya. Untuk masalah warior dia melemparkan batu agar para warior yang berjaga di bawah kamarnya pergi dari tempatnya.

Dia turun secara perlahan, takut jika dia salah langkah maka akan menyebabkan rencananya akan gagal. Saat sampai di bawah Caithlin menarik kain tersebut dan membawanya lari agar warior tadi tak curiga jika Caithlin telah peri dari kamarnya. Caithlin mengambil pintu keluar bagian belakang yang minim penjagaan bisa memudahkannya keluar dengan mudah. Dia menyelinap diantara tembok-tembok yang dapat menutupi tubuhnya.

Caithlin membuka gerbang itu dengan pelan tanpa menimbulkan suara, gerbang sederhana jika dibandingkan dengan gerbang berlapi emas yag ada di depan. Kemudian menutupnya dengan pelan pula. Setelahnya dia berlari dengan kencang tanpa menghiraukan apapun yang ada disekelilingnya.

Air matanya masih mengalir dan kakinya berdarah akibat terkena tumbuhan liar. Ya, dia keluar dari sana tanpa alas kaki, tak ada waktu untuk mencarinya. Sekarang dia sadar, ada di hutan luas dan tak tahu harus kemana. Dia menatap sekelilingnya hanya ada pepohonan yang menjulang tinggi dan tak tahu kenapa ada sesuatu yang membuat pandangannya semakin lama semakin memburam hingga tak sadarkan diri.


¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
The Great Queen [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora