FOURTY ONE

2.9K 244 1
                                    

Caithlin merasa dia terbangun di ruangan serba berwarna putih dan bau obat-obatan yang sangat menyengat ke indra penciumannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Caithlin merasa dia terbangun di ruangan serba berwarna putih dan bau obat-obatan yang sangat menyengat ke indra penciumannya. Penglihatannya masih samar-samar hingga menemukan wajah yang sangat ia rindukan selama ini. Siapa lagi kalau bukan Marcell, dirinya tersenyum kepada Marcell dengan tulus tetapi tak menutupi wajahnya yang masih pucat dan terlihat lemah.

"Sudah baikan hem?" tanya Marcell dengan lembut dan senyum yang tak luput dari wajahnnya.

Caithlin berniat untuk duduk tetapi tubuhnya yang masih sangat lemah menyusahkannya untuk berbicara dengan posisi duduk. Akhirnya Marcell menyelipkan bantal diantara punggung dan hospital bed. "Aku sudah baik-baik saja."

"Kau masih lemah, lihat saja duduk saja tidak bisa," kata Marcell dengan senyum meremehkan.

"Kau tidak percaya pada wanita yang telah menyelamatkanmu hem?" ujar Caithlin dengan tersenyum bangga. Tanpa menjawab ucapan Caithlin, Marcell segera memeluknya dengan erat dan menghela napasnya.

"Apakah kau tidak merasakan sesuatu yang berbeda di dalam tubuhmu?" tanya Marcell dengan hati-hati.

"Tidak, apakah aku mengidap penyakit berbahaya?" tanya Caithlin dengan wajah khawatirnya yang kemudian mendapatkan sentilan dijidatnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Marcell.

"Jangan berbicara seperti itu, sweetheart," ujar Marcell dengan menatap tajam ke arah Caithlin.

"Lalu kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Caithlin dengan penasaran.

"Apakah selama aku tidak sadar, kau berhubungan dengan pria lain?" tanya Marcell dengan berhati-lagi karena takut menyakiti Caithlin karena keadaannya yang belum stabil. Dia ingin memendamnya terlebih dahulu tetapi rasa penasarannya sudah menggebu-gebu.

"Apa kau gila hah? Aku mencari cara untuk menyadarkanmu kembali dan kau menuduhku berhubungan dengan pria lain. Apakah kau memang belum sadar secara total?" ucap Caithlin dengan emosi. Caithlin terdiam sebentar lalu tersadar dngan sesuatu. "Kenapa kau bertanya seperti itu? Apakah aku hamil?"

"Kau tahu jika akan hamil? Siapa yang menghamilimu?" tanya Marcell yang tak kalah emosi setelah mendengar perkataan Caithlin.

"Kau yang menghamiliku, brengsek!" teriak Caithlin.

"Apa? Bagaimana bisa?" tanya Marcell yang merasa bingung dengan ucapan Caitlin.

"Lihatlah, nak. Ayahmu memang sangat bodoh dan brengsek," ucap Caithlin sambil mengelus perutnya yang masih rata.

Kemudia Caithlin menceritakan bagaimana Marcell membuatnya hamil malam itu. Malam yang begitu menakutkan bagi Caithlin karena Marcell memaksanya untuk melakukan mating pada saat yang tidak tepat. Setelah mendengar semua penjelasan dari Caithlin, Marcell merasa sangat bersalah. Sudah berapa banyak telah dia menyakiti Caithlin baik secara lahir maupun batin.

"Aku merasa tidak pantas mendapatkanmu, aku hanya bisa menyakitimu selama ini dan maaf karena telah menuduhmu tadi," katanya dengan wajah lesu karena merasa bersalah.

Caithlin memegang tangan Marcell dan menggengamnya dengan lembut sambil sesekali mengelusnya dengan pelan untuk menenangkannya. "Jangan berkata seperti itu, semuanya sudah berlalu kita bisa berbahagia setelah ini," kata Caithlin dengan tersenyum tulus.

"Terima kasih telah setia bersamaku hingga saat ini, aku merasa menjadi lelaki beruntung karena mendapatkan mate sepertimu," ujar Marcell dengan mengecup tangan Caithlin.

"Buka kau, tapi aku yang merasa beruntung. Mungkin jika kau tidak bertemu denganmu aku masih ada di dunia manusia dan tak mengetahui diriku yang sesungguhnya," kata Caithlin.

"Itu takdir, sweetheart. Kapanpun dan dimanapun itu aku akan sellau menemukanmu," ucap Marcell yang sekarang berganti mencium kening kemudian mencium kedua mata dan turun kebawah mencium hidung dan dilanjutkan mencium kedua pipi Caithlin. Setelahnya Marcell mendekatkan bibirnya ke bibir Caithlin, bibir mereka sudah berjarak 3 senti namun suara teriakan seseorang yang membuat Caithlin mendorong dada Marcell.

"Maaf, aku tidak tahu kalau kalian sedang begitu," ucap Alastair dengan tersenyum geli lalu melarikan diri secepatnya dan tak lupa menutup kembali pintu itu.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


The Great Queen [End]Where stories live. Discover now