FOURTY TWO

3K 214 1
                                    

Seorang lelaki yang merasa dirinya terbangun disebuah ruangan gelap, lembab, berbau anyir, serta teriakan saling bersautan yang terdengar sangat putus asa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seorang lelaki yang merasa dirinya terbangun disebuah ruangan gelap, lembab, berbau anyir, serta teriakan saling bersautan yang terdengar sangat putus asa. Mungkin ini akan menjadi akhir hidupnya karena dia sadar telah berbuat hal yang sangat jahat, tetapi itu semua dia lakukan untuk menghidupkan istrinya. Dia mulai mengarahkan pandangannya kepada pemandangan disekitarnya yang terlihat sangat mengerikan. 

Dia dapat melihat seorang lelaki yang wajahnya telah hancur dengan luka disekujur tubuhnya namun dia masih dapat berteriak meminta untuk dibunuh. Ada juga yang wajahnya masih utuh tetapi kaki dan tangan mereka telah hilang. Ah, beragam sekali kondisi para tahanan itu di penjara ini. Tetapi mereka meneriakkan satu harapan yaitu meminta untuk mengakhiri hidup mereka. Karena menurut mereka mengakhiri hidup mereka akan jauh lebih baik daripada harus disiksa dengan sangat menyakitkan.

"Apakah kita akan berakhir disini?" tanya Ravv dengan guratan takut dimatanya yang melihat sekelilingnya.

"Sepertinya begitu," ucap Sean dengan tenang.

"Apakah kau tidak berniat memanggil kakakmu yang berkuasa itu?" tanya Ravv lagi karena dirinya tidak mau mati dengan menyedihkan disini.

"Tidak, aku hanya ingin merasakan ketenangan sebelum dia meyiksaku dan mengambil nyawaku," ujar Sean sambil menghela napasnya.

"Lalu bagaimana dengan istrimu itu?" tanya Ravv yang masih ingin bebas dari penjara itu.

"Dia sudah meninggal, memang seharusnya seperti itu," kata Sean dengan nada lesu.

"Ya, memang seharusnya seperti itu, cinta membuatmu buta akan kebenaran," ucap Marcell yag membuat Sean dan Ravv menengok ke arah asal suara itu.

"Bisakah aku meminta tolong kepadamu untuk yang terakhir kalinya?" tanya Sean dengan mata berkaca-kaca.

"Jika kau memintaku untuk membebaskanmu, aku tidak akan mengabulkannya," jawab Marcell dengan tegas.

"Tidak, aku hanya meminta kau memakamkan istriku dengan baik. Dia ada di dalam hutan dimana Caithlin menemukan ramuan itu," ujar Sean.

"Dasar bodoh," umpat Ravv.

"Baiklah aku akan mengabulkan permintaanmu itu, tetapi kau, aku akan memberikan hukuman paling berat untukmu karena telah berani mengianati packmu sendiri," ucap Marcell dengan menunjuk wajah Ravv dan menatapnya dengan tajam.

Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan raut muka seseorang yang tak dapat ditebak. Ada rasa marah, kecewa, dan sedih yang bercampur didalamnya. Dengan langkah pelan, dia mendekati adiknya. Ya, dia Drake, kakak dari Sean.

"Kenapa kau melakukan ini, bodoh," ujar Drake dengan memegang kedua bahu adiknya.

"Aku dibutakan oleh cintaku kepada istriku agar bisa menghidupkannya kembali. Maafkan aku telah mengecewakanmu, kak," ucap Sean dengan mata yang berkaca-kaca menatap sang kakaknya.

Kedua adik kakak itu berpelukan dan meluapkan emosi mereka yang sebelumnya terpendam. Sementara itu Marcell menyuruh Dimitri untuk membawa Ravv ke ruang eksekusi. Sudah lama sekali Marcell tidak mengeksekusi para penghianat dengan kedua tangannya yang membiatnya tak sabar mencabk-cabik seluruh tubuh Ravv.

"Kau ternyata juga telah salah paham kepadaku, aku tidak membuat orang ayahmu meninggal, ayahmu sendiri yang menyerahkan dirinya untuk menyerang rogue itu sendirian," ucap Marcell dengan tenang.

"Kau berbohong!" teriak Ravv.

"Aku akan mengirimmu ke tempat ayahmu agar kau bisa menanyakkannya secara lansgung, tetapi tidak semudah itu, aku akan membuatmu yang memohon kematianmu kepadaku," ucap Marcell dengan melipat kedua tanganna di depan dadanya sambil menatap datar ke arah Ravv.

Warning! Terdapat sedikit adegan kekerasan, bisa langsung diskip jika tidak suka.

"Dimitri, ambilkan besi panas," perintah Marcell.

Dimitri mengambil besi yang baru saja dipanaskan di dalam tungku.Besi itu masih berwarna merah. "Ini, king."

Marcell menempelkan besi itu ke dada, pipi, dan punggung Ravv dan membuat kulitnya melepuh memperlihatkan dagingnya yang berwarna merah. "Aaahhhhh," Teriak Ravv dengan keras.

Marcell meraih sebuah kapak yang ada disana, kapak itu berukuran sedang. Marcell mengarahkan tatapannya ke tangan Ravv yang sedang diborgol pada sebuah kursi. "Kurasa aku akan memang akan mengakhiri hidupmu dengan pelan-pelan saja," ucap Marcell dnegan terkekeh.

Dia meletakkan kembali kapak itu dan mengambil sebuah alat untuk mencabut kuku yanng berukuran besar. Marcell langsung mencabut satu persatu kuku Ravv dengan pelan dan menikmati ekpresi wajah Ravv yang menjerit.

Darah terus mengucur dari jari-jari Ravv yang masih dicabut secara perlahan oleh Marcell. Setelah menacut semua kuku, Marcell kembali mengambil kapak itu dan langsung memotong lima jari kanan Ravv kemudian dilanjutkan dengan memotong lima jari kiri Ravv.

"Tolong bunuh saja aku agar dapat segera bertemu ayahku." kata Ravv dengan air mata yang membasahi wajahnya yang tersiksa.

"Sebentar, masih ada sedikit hadiah untukmu," ucap Marcell dengan tenang.

Marcell mengambil sebuah katana, dia kemudian membuka sarung katana tersebut. Kemudian menggunakan katana itu untuk memotong kedua tangan Ravv dan dilanjutkan memotong kedua kaki Ravv.

"Buka mulutmu," perintah Marcell. Namun Ravv masih menutup mulutnya rapat-rapat.

"Setelah kau membuka mulutku aku akan mengakhiri ini," ucap Marcell yang membuat Ravv membuka mulutnya.

Tanpa berkata apapun lagi Marcell menarik lidah Ravv dan memotongnya dengan cepat. Untuk memenuhi ucapannya kepada Ravv, Marcell langsung menebas kepala Ravv. Kepalanya terpisah dari badan Ravv dan menggelinding di depan kaki Dimitri. Dimitri yang melihat pertunjukkan itu hanya dapat berdigik ngeri.

 Dimitri yang melihat pertunjukkan itu hanya dapat berdigik ngeri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
The Great Queen [End]Where stories live. Discover now