11. Iris

3.4K 427 8
                                    

terima kasih untuk semua yang sudah membaca cerita ini.. kalau suka, jangan lupa pencet bintang kecilnya yaa sayang2kuu..

happy reading.. *xoxo

-Iris simbolizes eloquence, hope, wisdom, communication, and faith-

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

-Iris simbolizes eloquence, hope, wisdom, communication, and faith-

*****

Awan POV.

-Flashback-

~Edelweiss. Edelweiss. Every morning you greet me.

Small and bright, clean and white. You look happy to meet me.

Blossom of snow may you bloom and grow, bloom and grow forever.

Edelweiss. Edelweiss. Bless my homeland forever.~

Pertama kali aku bertemu dengan seseorang yang menyanyikan lagu Edelweiss ini adalah lima tahun lalu. Aku masih ingat kami bertemu di dinding samping lobi sekolah SMA. Saat itu hujan turun, aku terjebak hujan, sehingga memutuskan untuk berteduh di lobi sekolah. Sampai kemudian aku melihat anak perempuan itu.

Anak perempuan yang aneh, karena dia tidak menatap ke arah langit untuk melihat turunnya hujan, tapi dia menatap ke bawah seakan genangan air di tanah lebih menarik dibandingkan dengan keindahan hujan di depannya. 

Aneh.

Lebih aneh lagi ketika aku tahu kalau dia tidak menyukai awan. Bayangkan, siapa manusia di dunia ini yang tidak menyukai awan? Siapa manusia di dunia ini yang secara spesifik mengatakan bahwa dia benci sama awan? Awan? Kalau dia mengatakan tidak suka matahari atau hujan, mungkin aku masih maklum. Tapi awan? Dia tidak suka dengan awan? Aneh kan?

Awalnya aku mengira dia hanya bercanda ketika mengatakannya, mungkin dia hanya menggodaku, mungkin dia hanya asal menyebutkan kata awan karena dia tahu aku mempunyai nama yang sama. Bagaimanapun aku cukup terkenal di sekolah ini, jadi aku yakin dia tahu kalau namaku juga Awan.

Tapi sekilas aku bisa melihat, dari wajahnya yang selalu berusaha dia tutupi dengan rambut panjangnya, bahwa dia serius dengan ucapannya. Dia memang tidak menyukai awan, awan yang ada di atas langit, bukan aku.

"Awan membuatku kesal. Dia bisa terlihat, bisa juga menghilang. Dia menjadi dalang akan turunnya hujan, tapi tak pernah menunjukkan diri pada saat kejadian. Dia juga menjadi penghalang akan sinar, tapi kemudian kembali bergerak seakan tak peduli keadaan," kata anak perempuan itu memberi penjelasan mengapa dia tidak menyukai awan.

Aku sempat terdiam sebentar, kaget dengan perkataannya. Bagaimana seseorang dengan usia semuda itu, bisa memandang negatif pada kehidupan. Semua yang keluar dari mulutnya benar, tidak salah, tapi seakan penuh dengan kegetiran. Seakan dia hanya bisa melihat satu sisi buruk dari dunia.

"Aku akan membuat kamu menyukai awan," kataku tiba-tiba, entah apa yang membuatku mengatakan hal itu, entah apa yang merasuki pikiranku saat itu. Sebenarnya aku bisa saja pergi dari tempat itu, dan menganggap pertemuan kami tidak pernah terjadi. Tapi entah mengapa aku ingin membuatnya menyukaiku, maksudku menyukai awan, awan yang di atas langit, bukan aku.

Senja Bersama Awan (END, KK)Kde žijí příběhy. Začni objevovat