24. Amaryllis

3.6K 427 39
                                    

chapter ini lumayan panjang, semoga kalian suka yaa..

vote dan komen sayang2kuu.. 

jangan lupa follow IG: kata_karrameita yaa.. kenapa? supaya rasanya lebih deket gituu.. 

happy reading.. *xoxo

-Amaryllis simbolizes pride, determination, and radiant beauty-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Amaryllis simbolizes pride, determination, and radiant beauty-

*****

Kiara/Senja POV

Hujan turun sejak tadi pagi, gerimis tidak deras. Aku berjalan memegang payung biru dan perlahan mengikuti arus air yang berhenti di depan lobi sebuah gedung. Aku terdiam sejenak, memandang deretan ambulan yang terparkir rapih di halaman sebuah ruangan yang bertuliskan IGD. Sementara banyak orang keluar masuk dari pintu besar di depan lobi itu, yang tidak pernah berhenti membuka secara otomatis.

Setelah masuk ke dalam, lobi terlihat penuh dengan manusia. Mungkin karena jam besuk siang ini sudah dimulai, banyak pengunjung yang datang untuk mengunjungi kerabat maupun sahabat yang dirawat di RS ini. Payung biru yang tadi kupakai, sekarang sudah aku tutup dan membungkusnya dengan plastik payung, agar tidak membuat basah lantai RS.

Pelan aku berjalan menuju elevator dan mengantri di depannya. Dengan sabar menunggu bel pintu elevator berbunyi dan berhenti di lantai lobi. Beberapa pengunjung terlihat keluar dari elevator, setelah itu aku masuk dan menekan nomor lantai yang aku tuju.

Pintu elevator akhirnya berbunyi dan terbuka di lantai tiga, tempat Awan di rawat. Aku keluar dari dalam elevator, berhenti sejenak di selasar lobi, dan menarik napas panjang untuk menghilangkan kegelisahan. Payung biru yang sedari tadi aku pegang entah mengapa terasa berat, sehingga tanpa sadar aku berjalan menunduk. Sampai akhirnya aku kehilangan keseimbangan dan menabrak seseorang di depanku.

"M-maaf. Saya tidak sengaja," ujarku pada sesosok wanita paruh baya bertubuh tinggi dan langsing, yang tidak sengaja tersenggol oleh pundakku.

Pandanganku naik dan aku terpana, sosok wanita itu luar biasa. Gurat-gurat kedewasaan terasa sangat cocok pada wajah manisnya. Wanita itu tidak bisa disebut cantik, wajahnya jauh dari kata keindahan umum. Elegan dan klasik, lebih cocok disematkan jika melihat wajah tenangnya.

Wanita itu lagi-lagi hanya terdiam menatapku. Wajahnya sedikit terkejut, sementara matanya menatapku intens. Tak lama, dia tersenyum, jenis senyuman membuat kita juga ikut tersenyum, jenis senyuman yang merambat sampai ke hati walau kami tidak saling mengenal.

Aku membalas senyumannya dan berkata sambil meminta maaf, "sekali lagi maaf ya Bu."

"Iya, tidak apa-apa Nak. Kamu...." Perkataan wanita itu terhenti ketika dari arah belakang ada suara maskulin laki-laki yang memanggilnya.

"Utari?"

Seorang laki-laki tampan, setengah berlari menghampiri kami. Laki-laki itu juga tidak lagi muda, tapi aku dapat melihat ketampanannya bahkan tidak menghilang seiring dengan bertambahnya usia. Tangannya segera memegang erat tangan wanita yang berada tepat di sebelahnya saat ini, seakan hal itu seudah menjadi kebiasaan alami yang dia lakukan.

Senja Bersama Awan (END, KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang