42

1.8K 293 144
                                    

"Siapa, sih?!" Hazel menggeram kesal sembari meraba-raba ranjangnya. Setelah mendapatkan benda pipih itu, Hazel menekan sesuatu pada layar ponselnya lalu sekarang ia tempelkan di telinga.

"Halo? Siapa?"

"...."

"Apa?!" Mata Hazel membulat sempurna, bahkan tubuhnya tiba-tiba terduduk saking terkejutnya. Mata Hazel mengerjap-ngerjap mendengarkan ucapan seseorang di seberang sana.

"...."

"Lo jangan bohongin gue!!" Hazel bahkan sampai meremas ponselnya.

"...."

Tanpa menjawab, Hazel memutuskan panggilan tersebut. Secepat kilat mengganti seragam sekolah yang masih melekat ditubuhnya kemudian berlari ke kosan Hakan.

"Hakan!" Hazel mengetuk-ngetuk pintu itu. "Hakan!"

"Masuk." jawab Hakan dari dalam.

Mengabaikan rasa lelahnya, Hazel menarik tubuh Hakan yang sedang bermalas-malasan di atas ranjang. "Hakan, ayo ke rumah Papa!"

"Nggak mau." Tepat seperti tebakan Hazel, Hakan tidak akan mau semudah itu.

"Ayo cepetan!"

Hakan menghempaskan tangan Hazel. "Kepala lo habis kepentok pintu? Ngapain kita kesana?!"

"Papa sakit, Hakan. Velyn sendiri yang telepon gue, mohon-mohon supaya kita kesana. Katanya Papa pengen banget ketemu sama kita."

"Gue nggak mau!" ketus Hakan, Hakan selalu saja tidak bisa mengendalikan emosinya jika berurusan dengan laki-laki itu. "Mau dia sakit atau sekarat sekali pun gue nggak akan peduli!"

"Segitu bencinya lo sama Papa?" tanya Hazel pelan.

"Bahkan lebih daripada yang lo tau!"

"Hakan, gue mohon." pinta Hazel melembut, ia harus bisa membujuk Hakan. "Papa butuh kita, bohong kalau lo nggak kangen sama Papa."

"Gue nggak mau!" jawab Hakan tetap keras kepala.

"Kita harus kesana!" bentak Hazel yang sudah kehilangan kesabarannya. Ini bukan cuma perkara Papa, tapi ada sesuatu yang lain membuat Hazel benar-benar ingin kesana. "Ada sesuatu yang mau Velyn jelaskan. Siapa tau bisa memperbaiki semuanya, lo jangan jadi keras gini terus memperburuk keadaan!"

Berkaca dari masalah sebelumnya, Hazel berusaha menjadi pribadi yang lebih tenang sebelum mengambil sebuah keputusan. Ia tidak ingin melakukan kesalahan yang sama untuk yang ke sekian kali.

"Kalau lo percaya sama mereka, gue nggak akan larang lo buat kesana." Hakan terang-terangan menatap Hazel tidak suka. "Gue nggak akan kesana."

"Batu!!" Hazel memukul kepala Hakan, cukup keras sampai membuat laki-laki itu meringis tertahan.

"Mau lo apa?" Lama-lama Hakan jadi kesal dengan tingkah Hazel.

"Ke rumah Papa sekarang juga!" Hazel menekankan setiap kata yang ia ucapkan. "Lo mau tau kenapa gue pengen banget kesana? Kata Velyn, dia tau Mama kita ada dimana."

Baru setelah kalimat itu keluar dari mulut Hazel, Hakan tampak tertarik. "Mama?"

Hazel tersenyum pedih. "Iya, Mama."

Tidak seperti yang Hazel duga, Hakan yang biasanya selalu suka membahas gagasan tentang Mama sekarang tampak murung. "Lo kenapa?"

"G-gue belum siap ketemu Mama."

"Gue juga sama, gue bisa rasain apa yang lo rasain, Hakan," jawab Hazel pelan. "Tapi sampai kapan kita mau kayak gini?"

Sama dengan Hakan, Hazel juga belum siap. Mereka berdua selalu ingin bertemu wanita itu, tapi saat mendapat kesempatan seperti ada sesuatu yang lain dalam hati mereka. Perasaan takut lebih mendominasi, mungkin ini terjadi sebab hampir seumur hidup mereka belum pernah bertemu bahkan menatap wanita itu secara langsung. Pernikahan orang tua mereka hancur sejak mereka kecil, mungkin mereka sempat merasakan kasih sayang Mama walau tidak lama setelah itu Mama menyerahkan hak asuh mereka sepenuhnya pada Papa. Seolah wanita itu lari dari tanggung jawab, tapi pasti selalu ada alasan dibalik semua tindakan dari wanita itu.

HazelnathWhere stories live. Discover now