44

1.9K 281 105
                                    

Hazel membuka matanya, terasa berat karena matanya bengkak sebab menangis semalaman. Ia menengok ke sisi kanan, Mama dan Hakan ternyata masih terlelap. Kemarin Helen memang memutuskan menginap di sini atas permintaan Hakan yang katanya ingin tidur dipeluk Mama.

Semalam sebelum tidur, mereka bercerita banyak hal. Memang pembahasan mereka tidak jauh-jauh dari masa kelam itu, setidaknya sedikit mengobati rasa penasaran Hazel dan Hakan yang memang tidak tahu apa-apa. Dan yang membuat Hazel sangat senang, ternyata Helen belum menikah lagi. Masih ada kesempatan besar untuk Henry dan Helen kembali seperti dulu, mengingat mereka berdua masih sama-sama menyimpan perasaan.

Hazel menyibak selimut lalu menurunkan kakinya menyentuh lantai yang dingin. Sebelum keluar dari kamar besar itu, Hazel membenarkan selimut yang menutupi tubuh Hakan dan Mamanya. Kakinya membawa Hazel berjalan menuju kamar Henry, mengintip ke dalam sana dan mengurungkan niatnya untuk masuk saat melihat Papanya juga masih terlelap. Sekarang kaki Hazel mendekat ke arah kamar Velyn, tanpa permisi ia membuka pintu kamar itu.

"Woi!!"

Hazel meringis, menutup kembali pintu itu dengan cukup kencang. "Maaf, gue nggak tau kalau lo lagi ganti baju."

"Masuk aja, udah selesai."

Mendengar intruksi itu, Hazel segera masuk kemudian menutup pintu dari dalam. "Kenapa pintunya nggak dikunci, bodoh?!" tanyanya garang.

"Lupa," jawab Velyn sedikit ketus. Suasana hatinya sedang tidak cukup baik hari ini. Kini Velyn duduk di depan meja riasnya, mulai menggunakan rangkaian skincare lalu dilanjutkan merias wajahnya.

"Pagi-pagi gini udah rapi, mau kemana?" tanya Hazel penasaran. Sejak kejadian kemarin, hubungan mereka jadi sedikit lebih baik. Hazel masih kesal, masih sedikit benci, tapi juga peduli. Kedatangannya kesini hanya sebatas penasaran namun tanpa diduga ia justru membuka obrolan dengan Velyn.

"Rumah sakit, mau cek kondisi ini," jawab Velyn sembari menunjuk perutnya.

Hazel hampir saja lupa bahwa Velyn tengah hamil. Mengenai sekolah, gadis itu terpaksa dikeluarkan dari sekolah. Dan Papa bilang, laki-laki yang menghamili Velyn tidak mau bertanggung jawab kemudian kabur begitu saja. Velyn yang malang, tapi wanita itu tidak suka dikasihani.

Wanita itu seolah sudah terbiasa menghadapi permasalahan besar, bahkan saat ini ia sangat pandai menyembunyikan kesedihannya. Jika wanita lain mungkin saja akan depresi berat, Velyn tidak. Hebatnya lagi, ia tampak biasa-biasa saja.

Suasana di dalam kamar sempat hening selama beberapa waktu, sampai akhirnya Hazel sedikit mengerutkan kening menatap bagian perut Velyn yang tidak tertutup baju karena tadi ia sempat menyibak atasan yang digunakannya. "Itu kenapa?"

Velyn membenarkan bajunya. "Hamil."

Hazel hampir saja hilang kesabaran menghadapi Velyn yang sekarang tampak memaksakan bibirnya tersenyum manis seolah tidak memiliki kesalahan. Ya setidaknya kabar baiknya, Velyn masih bisa tersenyum seolah tidak ada masalah besar yang melilitnya. Hazel semakin penasaran, ia jadi bertanya-tanya sebenernya karakter Velyn itu seperti apa? Wanita itu sangat sulit ditebak, bahkan Hazel yakin bahwa masih ada banyak rahasia yang dia simpan sendirian.

"Gue lupa!" pekik Velyn sembari meletakan dengan kasar bedak mahalnya di atas meja.

"Apa?" tanya Hazel malas, matanya masih sibuk memperhatikan kamar Velyn.

"Gue nggak lagi bohong apalagi sandiwara, gue udah tobat." Velyn mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. "Gue sempet lihat Gwen jalan sama cewek lain, udah dari beberapa hari yang lalu."

"Terus?" Hazel bertanya dengan satu alis terangkat.

"Lo nggak marah? Bukannya dia pacar lo?" Seakan pulih dari hilang ingatan, Velyn menepuk kepalanya di detik yang kelima setelah tidak mendapat respon. "Gue lupa juga, lo kan pura-pura pacaran sama dia."

HazelnathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang