•06 | Meet With Prince of Heliac•

408 75 0
                                    

•••

Berminggu-minggu telah Amaryllis habiskan untuk menjadi seekor monyet. Diam di atas pohon dari pagi sampai senja datang, sembari melirik ke sana kemari menunggu sosok pujaan bersua. Sayang, sampai kemarin hal itu belum terjadi. Androcles … tokoh pria sampingan dalam cerita Evanescent Felicity itu tak kunjung datang.

Menghela napas panjang, gadis bergaun hijau tua sederhana itu duduk di bawah pohon yang besar nan rindang. Ia ingin mengistirahatkan diri sejenak setelah duduk di atas pohon selama setengah hari. Ayolah, ia sama sekali tidak se-kuker itu!

‘Demi masa depan yang baik, perjuangan perlu, ‘kan, ya?’

Miris. Amaryllis menertawakan hidupnya yang terlampau miris. Kehidupan pertamanya terlalu kelam, hingga hal-hal yang menyenangkan pun sampai terlupakan. Lalu, di kehidupan keduanya? Ia harus tetap memperjuangkan kebahagiaan?

Lelah? Jika boleh jujur, ia sangat lelah. Hanya saja, apa kata ‘menyerah’ harus menjadi jalan yang dipilihnya, lagi? Tidak! Tentunya ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kedua yang diberikan Tuhan kepadanya.

“Nona, ini minum.” Suara seorang gadis tiba-tiba menelusup ke indra pendengaran milik Amaryllis.

Menoleh, Amaryllis tersenyum tipis. Diterimanya langsung gelas dari sang pelayan. Tanpa berlama-lama, ia pun menegak airnya hingga tandas. Ah … tenggorokan yang sempat dirundung kemarau, kali ini sudah kembali lega.

“Setelah ini, apa Nona akan kembali duduk di atas pohon?” tanya Deidamia setelah menerima kembali gelas dari tangan Sang Putri.

“Sepertinya lebih baik aku membantumu menanam sayuran itu, Mia,” jawab Amaryllis.

Sontak, Deidamia menatap tak suka kepada tuannya itu. Ia tidak ingin merepotkan lebih banyak junjunannya itu.

“Non—”

“Tidak apa-apa, Mia. Dirimu yang keluar dari tempat kerja itu saja cukup membuatku senang. Maaf, ya, aku jadi beban untukmu, Mia?” Amaryllis tersenyum tipis. Dalam hati ia benar-benar merasa tak enak.

Deidamia tersenyum. Netranya berkaca-kaca. Ia merasa Putri Amaryllis semakin dewasa tiap harinya. Ia pun tak pernah menyangka bahwa kedekatannya dengan Sang Putri bisa sejauh ini. Bahkan, Sang Putri merasa tak enak kepadanya.

“Jangan katakan itu, Nona. Nona bukan beban untuk saya.”

Amaryllis mengangguk pelan. Ia pun langsung bangkit lalu mengajak pelayannya itu untuk menanam berbagai bibit sayuran. Jujur, pesan yang dikirim olehnya mengenai persediaan yang benar-benar telah habis, sama sekali tak dibalas oleh pihak kerajaan. Bukankah mereka terlalu kejam?

‘Moga aja besok bisa ketemu Androcles. Ayo … kapan kamu datang wahai tokoh yang kupuja?’ batin Amaryllis.

***

Berkebun dari tengah hari sampai senja bertahta, membuat seulas senyum lebar tercetak di wajah cantik milik Amaryllis. Ia lega setelah sekian lama menanam bibit sayuran ini, akhirnya selesai juga. Hanya tinggal disiram, ia dan Deidamia bisa beristirahat dengan tenang setelah ini.

“Mia! Kau bagian sana, ya! Aku bagian sini!” pekik Amaryllis sembari menunjuk bagian mana saja yang harus disiram oleh sang pelayan.

Deidamia terkekeh lalu mengangguk. Ia merasa geli melihat wajah Sang Putri yang terkena tanah basah itu. Terlihat menggemaskan dan begitu polos memang.

Amaryllis merasa bodoh amat. Ia kini tengah fokus menyirami tempat di mana bibit itu ditanam. Tak lupa dengan menambah kecepatan pada pekerjaannya. Alasannya? Ia ingin segera istirahat dan merebahkan diri di atas tempat tidurnya. ‘Capek, oi!’

Evanescent Felicity [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang