•24 | Princess Amaryllis's Statement of Feelings•

212 55 0
                                    

•••

Berlalunya waktu apalagi tahun, memang jika dijalani dengan suka cita tak akan terasa. Terutama saat seorang manusia memikirkan hal yang penting atau memiliki suatu tujuan tertentu. Tentu menghabiskan waktu selama 2 tahun lebih, pasti akan lebih cepat terasa berlalunya waktu.

Amaryllis, gadis yang memakai gaun sederhana berwarna putih tulang itu kembali mengembuskan napas panjangnya. Ia sedang gusar saat ini. Perihal Sang Pangeran yang jarang menemuinya, benar-benar membuat ia kesal sendiri.

Melemparkan batu lagi, gadis itu menggerutu tak jelas. Menyumpah serapahi Androcles. Entahlah, menurut Amaryllis pria itu sengaja membuatnya frustrasi. Dengan tidak membalas pesan ataupun jarang datang berkunjung, pasti saat ini Androcles puas menertawainya.

Deidamia, sang pelayan yang melihat dari kejauhan tingkah laku tuannya itu bergidik ngeri. Memang sepeninggal Sang Pangeran beberapa bulan yang lalu, tingkah Sang Putri jadi mengerikan. Bicara sendiri, menangis tiba-tiba, ataupun tertawa sendiri.

Sempat terpikirkan untuk membawa tuannya pergi ke tabib, tapi segera ia urungkan. Bisa gawat jika Putri Amaryllis tahu niatnya yang ingin memeriksakan kondisi jiwa. Nanti, kalau dihukum mati bagaimana? Tidak. Deidamia masih ingin berumur panjang.

“Awas kau Androcles. Siap-siap menerima suratku lebih banyak!” maki Amaryllis disertai senyuman miringnya.

***

Mengacak kasar rambut abu-abu cerahnya, pria itu menghela napas frustrasi. Lihatlah, di mejanya itu penuh dengan surat yang baru diterimanya hari ini. Siapa lagi kalau bukan dari Amaryllis si gadis ambisi tak jelas itu?

“Lucian!” geram Androcles yang membuat pengawalnya langsung menunduk hormat.

“Pangeran, maaf ....” Lucian meneguk susah salivanya. Mendadak suasana di ruang kerja Sang Pangeran jadi mencekam.

Menoleh sejenak, Androcles tersenyum tipis penuh makna. “Tidakkah dia terlalu membuatku kesal? Apa dia tidak tahu aku tengah sibuk mengurusi pertunangan ini?”

Lucian hanya mengangguk. Ia tak berani menatap balik netra tuannya itu. Memang beberapa bulan terakhir ini Sang Pangeran tengah berusaha keras untuk menggagalkan pertunangannya itu. Alasannya? Nona Cyrilla bukanlah tipe Pangeran Androcles.

“Baiklah. Jika dia ingin bertemu denganku, akan kutemui dia,” ujar Androcles dengan nada rendah dan beratnya.

Lagi, Lucian mengangguk hormat. Tanpa diberi perintah, ia langsung menyiapkan segala yang ada. Sebagai seorang pengawal pribadi Sang Pangeran, tentu ia sudah paham betul tiap perintah dari sang tuan.

Menatap sinar sang surya yang sedikit meredup sebab terhalang awan mendung, seulas senyum tipis tersungging di wajah Androcles. “Kau ingin aku datang, ‘kan? Tunggulah ...,” bisiknya dengan tatapan tajam penuh makna.

***

Ditatapnya dalam seorang gadis bergaun merah cerah itu. Sang gadis kecil yang tengah bermain dengan kucing hitam, entah mengapa terlihat menggemaskan. Membuat kekesalan yang tadi sempat terbersit di hatinya menguap. Menghilang entah ke mana.

Merasa ada yang mengawasi, akhirnya membuat gadis itu menoleh. Menatap tepat ke netra sebiru cerah milik sang pria.

Sempat termenung sejenak sebab terbuai oleh tatapan dalam dari pria itu. Namun, dengan cepat ia memalingkan wajah. Sungguh, rasa kesalnya masih belum sirna meskipun hari ini akhirnya pria itu datang.

“Klaes ... jangan lihat pria itu, oke? Dia pria yang jahat!” ujar Amaryllis yang mengajak bicara kucingnya.

Meong!

Evanescent Felicity [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang