3. Makan

15 3 0
                                    

Christaya sudah memesan ojol dari pagi-pagi sekali. Karena tau akan banyak berkeringat, ia mengenakan tank top high neck hitam dengan luaran sweater rajut off shoulder, celana palazzo putih dan sepatu sneakers yang tidak membuat kaki gerah.

Sesampainya di gerbang, ia sudah ditunggu oleh Raxel. Komikus yang sudah lebih dari dua puluh lima tahun itu mengenakan kemeja kotak-kotak merah, terlihat casual tapi meningkatkan ketampanannya. Apalagi saat ia menoleh ke Christaya dan tersenyum manis, itu membuat dadanya berdegup.

"Hai! Udah lama?", tanya Christaya bergegas menghampiri idolanya. Raxel menggeleng, lalu tiba-tiba mendekat dan mengalungkan sesuatu ke Christaya tanpa aba-aba.

Kalung identitas partisipan acara. Christaya mengangkat persegi panjang berlaminating yang mencantumkan nama samarannya untuk acara ini.

'Jong'

"Jong?", dengus Christaya mendongak ke Raxel berpikir betapa konyolnya nama itu. Pria itu terkekeh diam ringan, kemudian menggiringnya masuk.

Lokasi event di pagi hari terasa sangat berbeda. Terkesan sepi tapi tetap sibuk karena partisipan menyiapkan stand masing-masing. Ada yang mengenakan make up, ada yang sedang membahas ulang strategi penjualan hari ini, ada yang menyusun barang dagangan di rak, bahkan ada yang tertidur di lantai yang ditutupi karpet.

Christaya terpukau ia bisa menjadi bagian dari acara ini dan akan menghabiskan hari dengan idolanya. Howin juga cukup menyenangkan untuk berada di sekitar walaupun sering mengeluarkan aura dingin.

Sesampainya, Howin sedang menyusun-nyusun foto polaroid di rak. Begitu melihat Christaya, ia menyapa, "Chris". Christaya tersenyum, tapi ucapannya terhenti karena dia tidak tau namanya.

Meskipun dari kemarin mereka sudah berbincang-bincang dan bersenda gurau, Christaya tidak tau harus memanggil apa. Seandainya Raxel bisa berbicara, dia bisa menangkap namanya dengan mudah. Akhirnya Howin segera menyadari ini, meletakan barang terakhir di rak sebelum mengebut tangannya ke hoodie coklat dengan kaus kuning di dalamnya,

"Howin", perkenalan diri yang singkat dilontarkan. Christaya pun manggut-manggut paham. Hampir saja ia memanggilnya 'Tiang', pada akhirnya ia menyimpan julukan itu seorang diri.

"Jadi gue ngapain?", Christaya keceplosan menggunakan kata 'gue'. Maklum saja, matanya tertuju ke Raxel yang asik mencorat-coret di sketchbooknya yang berukuran kecil. Pria yang diidolakannya itu terlihat menawan saat ia mengalirkan imajinasinya di atas kertas dengan ekspresi yang serius dan teliti, Christaya hampir lupa bahwa ia juga manusia yang memiliki keterbatasan.

Howin sepertinya mengacuhkan hal itu, lagipula ia sendiri menggunakan gua lu dari awal bertemu, "Lu...", gumam Howin menyilangkan tangan dan menunduk berpikir, tapi ia melihat mata Christaya sedang sibuk menatap Raxel. Ingin sekali ia menggoda mereka berdua, tapi Howin takut dengan apa reaksi Raxel nanti. Selain itu dia tidak mau membuat situasi canggung.

Pada akhirnya ia menjilat bibirnya sendiri, kemudian menghela nafas, "Lu jaga antrian khusus yang mau belanja"

"Mhm?", respon Christaya masih terpaku ke idolanya, entah kata-kata itu masuk atau tidak ke kepalanya.

"Nanti gue pasang garis pembatas khusus yang beli sama yang khusus tanda tangan. Nah, lu jaga yang mau beli, awas ada yang nyerobot"

Rupanya Christaya mendengar perintah itu, iapun berputar ke Howin sebelum mengangkat jari ok ke matanya.

Seharian itu, Christaya membantu Raxel dan Howin. Ia memastikan orang yang ada di barisannya hanya ingin membeli, selain itu dia juga dengan tegas menegur orang yang menyerobot atau salah barisan. Sesuai dugaan dia jadi banyak bergerak dan berkeringat. Berkali-kali ia bolak-balik ke rak dan meja antrian, membungkus permintaan pembeli, menerima uang dan menyerahkan barang sebelum berhadapan lagi dengan pembeli lain.

Muted Comic Artist LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang