11. Dosa yang Indah

11 3 0
                                    

Christaya mengigau di tidurnya, mendengkur dengan mulut terbuka. Kelihatan cantik tapi sangat tidak rapih, seolah mematahkan stigma bahwa gadis dari keluarga kaya lebih berkelas. Belum lagi tidurnya rusuh sampai sprei kasur menjadi kusut.

Gadis itu sudah terbangun dari tidurnya, tapi masih memejamkan mata karena ngantuk. Awalnya ia berpikir untuk tidur lagi, tapi saat ia berguling untuk merasakan kasur keras, ia jadi teringat bahwa ini bukan kamarnya.

Ia langsung duduk dengan mata terkantuk-kantuk. Dengan pandangan yang masih perih dan berat, ia melirik ke jam kotak digital yang ada di sebelah kasur. Tapi pandangannya terlalu buram untuk melihat jamnya. Alih-alih melihat jam, matanya malah menangkap foto kecil berbingkai di belakangnya.

Perlahan ia menyelipkan tangan di antara jam digital dan lampu tidur yang menempel di dinding, mengambil foto berbingkai kecil itu.

Foto Howin dan Drystan di bandara sepuluh tahun yang lalu. Tampaknya mereka baru sampai Jakarta, terlihat dari tanggal waktu yang dicetak merah di sudut foto. Di foto itu Drystan maupun Howin terlihat sangat berbeda dengan sekarang.

Keduanya memang tampak lebih kurus dari sekarang. Rambut Howin sekarang di cepak di kedua sisinya, namun dulu rambut ikalnya agak panjang dengan ujung yang mencuat di atas telinga. Dia juga belum memiliki janggut maupun kumis, dan sejujurnya Howin tidak seram sama sekali di foto ini. Malahan lucu dengan baju kotak-kotak dan tangan mengangkat jari peace.

Di sisi lain Drystan juga berubah. Dulu ia lebih ramping dan rambut lurusnya panjang mencapai punggung. Seandainya dia tidak tau Drystan, ia akan mengira foto ini adalah seorang wanita. Mungkin seperti Haku dari anime Naruto.

Tetap saja Christaya tersenyum melihat foto 2 pria macho itu dulu bisa terlihat sangat imut dan menggemaskan.

Christaya meletakan kembali foto kenangan berharga Howin, lalu membelalakan mata begitu melihat jam.

"WHAATTT?!?!?!",

Lagi-lagi ia bangun jam dua belas. Buru-buru ia mengambil pakaiannya di tas dan masuk ke kamar mandi, mempersiapkan diri. Memang ia tidak bekerja karena ini hari Sabtu, tapi ia merasa malu karena bangunnya sangat siang. Semalam ia bergadang main handphone, entah sampai jam berapa.

Christaya keluar kamar dan tergopoh-gopoh ke ruang makan untuk menemui Drystan. Tapi nyatanya pria itu tidak ada membuat gadis itu mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan, mencari pacarnya. Barulah saat ia berbalik kembali ke arah kamar, ia bertemu pandang dengan Drystan yang duduk di kamarnya, terkekeh memperhatikannya. Pasti dari tadi ia melihat gadis ini keluar kamar terburu-buru.

"Aish, Drystan!", dengus Christaya merengut kesal hanya untuk membuat Drystan terkekeh, ia kemudian kembali fokus ke pekerjaannya. Christaya mendekat, membisikan, "Permisi...", saat masuk kamar pria lain.

Kamar berwarna biru donker dengan sentuhan hitam dan putih, benar-benar kamar laki-laki. Christaya mengedarkan pandangan di dalam ruangan komikus favoritnya itu, ingin tau dimana komik itu dibuat. Namun saat matanya menangkap ke meja kerja Drystan, ia memekik girang mengambil bingkai yang ada di sebelah intuosnya.

"Awww!! You keep it!!", pekik Christaya kegirangan menunjukan foto saat mereka pertama kali pergi berkencan di SeaWorld. Gadis itu tersenyum hangat melihatnya, mengingat-ingat kenangan manis saat hubungan mereka belum sedalam sekarang. Waktu dimana mereka masih agak canggung dengan perasaan belum terungkap.

"Kita udah setahun lebih pacaran ya...", gumamnya dengan bibir terangkat, masih melihat ke foto kenangan itu. Ia mengangkat kepalanya dan melihat Drystan bekerja. Garis-garis tidak jelas disana-sini, namun nantinya akan menjadi sebuah komik yang luar biasa dan terlihat nyata.

Muted Comic Artist LoverWhere stories live. Discover now