13. Reality

16 3 0
                                    

"Kamu berhak dapet cowok yang lebih layak, Chris", geram Christopher ke putrinya dengan tampang berantakan. Rambut kecoklatannya tidak teratur, keringat bercucuran, dan kerah kemejanya kusut. Anak gadisnya malah mendengus merendahkan, sambil menyilangkan tangan ia menyeringai,

"Lebih layak ya? Kalau sekelas papa arti layak itu...berarti yang kaya banget ya? Anak konglomerat? Siapa ya...oh! Aku tau! Kayak Rayleigh Vane gitu kan ya?", usul Christaya mencemooh Christopher dengan nama seseorang yang membuatnya geram.

"Jangan sebut nama anak orang bejat itu!", tegur Christopher mengacungkan jari.

"Tapi dia lebih sukses daripada papa kan? Pikirannya mah ga sempit", tanya Christaya tersenyum menantang, kemudian melanjutkan, "Buat tambahan info ya, pa. Aku dapet kerja juga dari Drystan-",

"Kamu layak dapet kerja yang lebih bagus daripada manager cateering rumahan juga!", hardik Christopher.

"GA ADA!", bentak Christaya melotot menurunkan tangannya, meredam argumen mereka yang entah kapan akan berakhir. Christaya terdiam sebentar melihat ayahnya dengan tatapan kecewa, kemudian menumpahkan emosinya,

"IP aku memang tinggi. Tapi aku ga pernah ikut organisasi, ga pernah ikut magang. Apa papa tau? Perusahaan cari lulusan dengan pengalaman kerja walaupun secuil aja, ngapain pinter ga ada pengalaman?", Christaya berdecak kesal di tengah kalimatnya, "Karena papa larang aku, aku jadi susah cari kerja. Bahkan aku ga diterima di tempat kerja papa walaupun papa direkturnya. Iya, aku bisa dapet lebih layak, papa bener. Tapi itu udah lewat, yang penting sekarang aku dapet kerja yang mampu aku kerjain tanpa harus stress-", Christaya menarik nafas,

"-ITU SEMUA KARENA DRYSTAN NOLONGIN AKU!", nada bicara Christaya naik penuh emosi.

"PAPA YANG KULIAHIN KAMU TAPI KAMU MALAH BILANG COWOK ITU YANG NOLONGIN KAMU?!", Christopher kembali membentak.

"Aku berterima kasih banget papa udah nguliahin udah ngegedein aku! Tapi kalo masalah kerja ini aku berterima kasih ke Drystan. Dia minta kerja ke atasan sampe dikata-katain, ya kaya papa gitu lah adatnya! Jelek-jelekin, hina, ngatain bisu. Sampe akhirnya CEO kantornya langsung turun tangan sendiri, langsung nerima aku buat kerja. Coba, papa bantu aku apa di nyari kerja? Selama aku nyari kerja, papa ada rekomendasi ga?", tanya Christaya dengan nada yang lebih tenang, tidak membentak-bentak seperti tadi tapi ucapannya di hias tusukan.

Christopher terdiam dengan bibir tertutup rapat, tau bahwa ia tidak membantu gadis itu saat ia benar-benar membutuhkan pembimbing ke dunia kerja, pada akhirnya ia kalah dengan pria bisu itu.

"Tapi, masa cowok yang kaya begitu yang kamu mau? Ini jelas kamu yang bakal kerja kalo nikah", Christopher mengalihkan percakapan ke topik yang sensitif sampai putrinya mengerjapkan mata berkali-kali seolah ingin memastikan pendengarannya.

"Kenapa kalo aku kerja pa?", tanya Christaya menurunkan satu alis. Ia bahkan tidak menggubris sang ayah bertanya tentang pernikahan. Karena sejujurnya mereka berhubungan tanpa arah yang jelas.

"Kamu kan cewek. Seharusnya kamu yang masak, yang jaga rumah, yang beres-beres, nunggu suami pulang. Masa kamu yang banting tulang?!", tanya Christopher sembari mengacung-ngacungkan jari menyebut tugas istri pada umumnya. Tentu saja Christaya terkejut dengan pertanyaan itu, ia sampai terkesiap sebelum mampu menjawab,

Namun ia menyambung, "Emangnya pendidikan cuma buat tiket dapet jodoh yang lebih bagus? Ngga semua cewek mau jadi ibu rumah tangga, lho! Ada dari kita yang kuliah buat menggapai mimpi kita. Entah mau jadi orang sukses atau mandiri. Lagian juga, kalau kita berdua kerja kenapa? Aku kuliah buat pendidikan ya pa!", tegur Christaya sebelum menuduh, "Apa jangan-jangan papa ga bantu aku nyari kerja bagus karena mikirnya ujungnya jadi ibu rumah tangga?! Cuma buat nyari jodoh, iya begitu?".

Muted Comic Artist LoverWhere stories live. Discover now