xi. bersenjagurau

119 37 11
                                    

bentuk seni untuk menderita perlahan adalah, saat menaruh harapan besar padamu, yang sewaktu-waktu bisa berubah sikap padaku. —Kala

—petang ini aku menjemput Isha sepulang kuliah. yang aku tau Jonas, sedang tidak hadir hari ini. sebab, pagi tadi Isha pergi bersama dengan Lila ke kampus.

Line

Isha

| tidak perlu kau paksakan,
| kalau kau sedang sibuk
| aku bisa menumpang kendaraan umum
| atau temanku yang lain

| tidak, sesibuk apapun itu
| aku akan meluangkan waktu untukmu
| tunggu didepan gedung fakultasmu
| aku bergegas sekarang

| baiklah, terima kasih banyak

| terima kasih kembali

kumatikan handphone milikku. kemudian ku masukkan ke dalam kantung celana bagian depan. bergegas keluar dari lahan parkir, menuju tempat Isha menunggu sekarang.

begitu melihatnya, aku segera memintanya untuk duduk dibagian belakang sepeda motorku ini. biasanya ia akan terkekeh melihatku datang. tidak dengan hari ini.

menyapaku singkat, tanpa banyak bicara. ia langsung duduk begitu saja tanpa banyak obrolan diantara kami.
ah baiklah aku harus bersabar dengan perubahan sikap drastisnya ini.





























"bagaimana kuliahmu hari ini? rasanya sudah lama kita tidak berbincang," -ujarku pada Isha yang sedang membuatkan aku teh hangat.

sama seperti biasanya aku berkunjung kesini. karena, itulah aku tidak pernah membeli teh kemasan atau seduhan ditempat lain. kalau Isha, selalu menyuguhkan aku yang satu itu rasanya sudah lebih dari cukup untukku.

"tidak ada yang berubah, masih sama seperti dulu. hanya, sekarang aku jadi lebih rajin mengerjakan tugas-tugasku berkat dorongan semangat dari Jonas," -tuturnya tersenyum padaku.

ya, aku tau senyum itu bukan untukku. tapi, ia sedang membayangkan dirinya bersama dengan pasangannya itu. haha sedih sekali.

"bukankah itu bagus? aku harap hubungan kalian bertahan lama ya," -ucapku padanya.

"ya kuharap begitu, sebab satu pekan ini ia jarang sekali mengirim kabar padaku. kami juga jarang bertemu akhir-akhir ini," -jelasnya padaku.

"begitukah? mungkin ia sibuk dengan tugas-tugasnya juga," -komentarku mencoba mengikuti arah obrolannya.

"bisa jadi, ditambah cukup banyak organisasi yang ia ikuti," -katanya padaku.

"pasti kalian akan jadi sepasang kekasih paling sibuk ditempat ini," -tanggapku tersenyum ke arahnya.

"haha tidak juga, bagaimana denganmu? apa sudah ada perempuan yang mengisi hatimu?," -tanyanya padaku.

"tentu sudah ada yang mengisi, sejak lama disini," -balasku padanya.

"kau masih merahasiakannya? ah baiklah nanti akan aku cari tau sendiri," -tanggapnya padaku.

untuk apa merahasiakannya, andai dirinya tau. kalau didalam hatiku hanya ada namanya, setelah Ibuku pastinya. aku ingin mengungkapkan padanya tapi, waktunya kurasa tidak tepat.

"bukan begitu hanya saja pasanganku sedang sibuk, akhir-akhir ini. ia selalu membalas pesanku terlambat bahkan beberapa pesan yang aku kirim belum dibaca olehnya. biasanya kami melakukan panggilan telepon pukul sepuluh malam. kini, ia jarang sekali mengangkat telepon dariku. ya, kurasa ia sibuk dengan dunianya sendiri sekarang ini," -ujarku ke arahnya.

"pukul sepuluh malam? rasanya sama seperti waktu dulu kita sering bertukar kabar lewat telepon bukan? hebat sekali kau melakukan dua panggilan dalam waktu bersamaan," -komentarnya terkekeh padaku.

ayolah Isha, memang dirimu yang aku maksud. aku sedang menyindirmu sekarang. tolong mengerti, ah aku gemas sekali.

"ya begitulah, kau tau aku merupakan pesulap saat disekolah menengah dulu? sudah pasti aku bisa merekayasa dua panggilan dalam satu waktu," -ucapku ke arahnya.

entah ia masih mengingat momen pentas seni kami dulu. atau sudah melupakannya. yang jelas masalah perasaanku itu benar bukan rekayasa.

"apa-apaan aksi sulapmu sewaktu itu kan gagal, bagaimana kau bisa percaya diri begitu?," -tanggapnya terpingkal karena ucapanku.

"ya, setidaknya aku sudah menunjukkan kemampuanku pada kalian dulu," -balasku menggaruk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal ini.

"ya, kurasa kau sudah melakukan yang terbaik sewaktu itu. hanya kurang latihan saja," -ucapnya padaku kemudian memandang kosong ke arah halaman.

"ada apa? kau sedang ada masalah? ceritakan saja padaku," -tawarku khawatir padanya.

"haha, tidak santai saja. memang wajahku sedari dulu begini," -timpalnya terkekeh padaku.

raut wajahnya tersenyum. ia terkekeh tapi, aku mengenalinya. matanya tidak dapat berbohong, aku yakin ia sedang menyembunyikan sesuatu dariku juga mungkin dari Lila.

"baiklah, kalau kau baik-baik saja," -kataku padanya.

"apa kau punya cerita lucu lainnya? aku mau mendengar gurauan yang kau punya," -pintanya menghadap ke arah dudukku.

"sebentar, coba ku ingat dulu. nah ada!," -balasku mencoba mengingat berbagai cerita yang aku punya.

kemudian ku tumpahkan lewat cerita ke Isha. beberapa kali ia terkekeh tak jarang terpingkal. karena, cerita yang aku berikan.

wajah cantiknya terus tersenyum, pipinya kadang memerah. mungkin malu atau rindu dengan dirinya yang dulu, seperti dalam ceritaku. kalau ia rindu maka tak jauh berbeda denganku.

aku tidak tau seberapa banyak masalah yang ia simpan sendiri itu. entah lebih banyak dari keluhannya selama ini atau lebih sedikit. yang aku dengar kabarnya, Ayah Isha sedang sakit.

bisa jadi, hal itu menambah beban pikirannya disini. tempat tinggal kami jauh dari sana. tidak mudah untuk sekedar pergi lalu pulang kemudian, kembali lagi kemari.

begitulah menjadi mahasiswa perantauan. selain mandiri, fisik yang kuat sebagai komponen utama. mentalmu juga akan diuji oleh hal-hal menyedihkan begini.

senja dan Isha, tidak jauh berbeda. sama indahnya namun, memiliki banyak sekali rahasia. lebih baik memendamnya sendiri membiarkannya tenggelam.

bersenjagurau, petang ini. kuharap benar menghiburnya. senyumnya tadi semoga menggambarkan ia benar bahagia.

bukan, sebagai sampul penutup lukanya dari orang lain.

tbc,

monochrome ( hwangshin )Where stories live. Discover now