xiv. hilang asa

117 35 10
                                    

—hari Rabu kali ini, aku hanya ada dua jam kuliah dipagi hari. mungkin sisa waktuku sepulang kuliah nanti akan kugunakan untuk pergi. entahlah rasanya aku ingin pergi ke pantai setelah ini.

"apa tugas dua hari yang lalu, sudah kau selesaikan?," -tanya Lila padaku.

"jelas sudah, bagaimana denganmu?," -balasku.

"sebenarnya belum tuntas semua, apa aku boleh melihat punyamu? sebentar saja, boleh ya?," -pinta Lila memohon padaku.

aku terkekeh melihat dirinya yang biasa sarkas jadi, tiba-tiba lembut begini.

"ini lihat saja, tidak perlu mengemis begitu," -ucapku meledeknya.

ia mencebik kesal mendengar ucapanku.

"terima kasih!," -sarkasnya kemudian membuka tugasku disamping tugas miliknya.

aku menungguinya sebentar, hari ini cukup terik. cuacanya juga bagus menurutku. panas dan sedikit berangin, rasanya sangat cocok untuk pergi ke pantai.

"ini sudah, terima kasih ya. setelah ini kau akan langsung pulang atau bagaimana?," -kata Lila memasukkan tugasnya ke dalam tas dan mengembalikan milikku.

"terima kasih kembali, aku akan pergi sebentar," -balasku padanya.

"begitukah? kau pergi sendiri atau bersama dengan Jonas? Kala mungkin, atau mau kutemani?," -ujarnya padaku.

ya, tidak ada yang tau perihal kabar berakhirnya hubunganku dan Jonas. aku tidak menceritakannya pada Lila atau teman dekatku yang lain. ditambah ada Olive, didalamnya sudah pasti Lila akan marah besar kalau tau nanti.

"tidak, aku akan pergi sendiri. self healing, tajuknya," -bohongku terkekeh pada Lila.

"ah kau ini ada-ada saja. yasudah hati-hati ya, aku pulang duluan rasanya lelah sekali. sampai jumpa Isha," -pamit Lila padaku.

"iya, sampai jumpa lagi," -balasku ramah padanya.

Kala? kurasa ia sangat sibuk sekarang ini. mengingat pesan yang aku kirim padanya hanya, dibaca atau dibalas singkat terlambat. tidak apa, setidaknya ia dapat melupakan diriku.

sempat terpikir akankah lebih baik kalau aku pergi? bukan pergi ke kota lain. tapi, benar menghilang selamanya. bunuh diri mungkin.

tapi, aku mengingat keluargaku. biarpun aku bungsu, mereka pasti punya harapan besar untukku. tak seharusnya aku memilih mengakhiri hidup sebab, masalah yang aku hadapi ini.

tak lama kendaraan yang aku pesan lewat jasa transportasi online, datang. segera aku masuk ke dalam mobil tersebut. drivernya ramah kami berbincang selama perjalanan.

ia juga memberiku cerita pengalaman hidupnya menjadi supir, beberapa tahun belakangan ini. aku terkekeh dan bergidik ngeri mendengar berbagai cerita darinya. ya, kurasa masih ada orang baik dan ramah disini.
















































aku sampai dipantai sepuluh menit yang lalu. kini, aku sudah berada didalam area pantai. bodoh sekali, tau akan bermain air malah tidak membawa pakaian ganti.

beruntung aku berkunjung dihari Rabu begini. pantai tidak ramai oleh wisatawan. seperti dihari libur lainnya.

aku menaruh tas punggungku disalah satu tempat penitipan. melepas sepatuku, kemudian berlari menuju bibir pantai. hembusan angin menerpa lembut wajahku.

suraiku yang tak terikat sempurna terkena hembusan angin mengenai pipiku. aku menarik napas dalam kemudian, mengembuskannya perlahan. nyaman sekali menghirup udara segar pantai siang begini.

kembali, ku ingat berbagai masalah yang sedang aku hadapi. menurutku memutus hubungan dengan Jonas, bukan faktor utama kesedihanku. bahkan setelah ia mengabarkan untuk memutus hubungan, aku masih dapat melakukan aktivitasku seperti biasa.

layaknya tidak ada kabar buruk yang kudapat. tapi, kehilangan sahabat. itu yang membuatku jadi terpuruk begini.

aku rindu diriku yang dulu. aku rindu Kala. juga, Lila.

tak terasa air mataku mengalir begitu saja. aku tertawa bukan mengingat lelucon tadi. tapi, lebih menertawai bodohnya diriku yang memilih bajingan dan melepas banyaknya orang-orang baik disekitarku.

aku berlari mendekat ke arah pantai. rasanya senang sekali sedang menangis begini aku dapat berlarian bebas. pijakan kaki pada pasir pantai lalu gemercik air dingin menyapu panasnya cuaca hari ini.

mengusap kasar wajahku yang basah dan kurasa mulai memerah sekarang. saat aku berniat masuk ke tengah pantai. aku langsung ditarik dan didekap seseorang.

aku tidak tau siapa dia namun, aku mengenal betul wangi tubuhnya. tidak asing, aku rasa dia Kala. kepalaku mengadah dan benar saja ia tengah menatap khawatir ke arahku.

"aku rindu," -bisiknya padaku.

"kau sedang apa disini? bukankah kau sedang marah padaku," -ujarku melepas pelukannya.

"apa kau pikir selama kau pergi sendiri aku diam saja? aku mengikutimu kemanapun itu. toko buku, minimarket, hingga hari ini kau pergi ke pantai. entah untuk apa, yang jelas aku tau kau sedang memendam banyak masalah sekarang ini. aku tidak memaksa tapi, sepertinya lebih baik kau ceritakan masalahmu. tidak baik, memendam hal-hal menyedihkan dan berat untuk dilalui sendiri," -tuturnya padaku.

tiba-tiba saja aku menangis. lemah sekali jika sudah mendengar Kala, berujar panjang menasehatiku. bukan hanya dirinya, aku pun rindu terhadap diriku yang dulu.

"tidak apa menangislah, kalau itu membuatmu merasa sedikit lebih baik," -ucap Kala mengusap lembut punggung dan suraiku bergantian.

"aku lelah," -cicitku padanya.

"semua pernah merasakan lelah, aku pun sama. tapi, kau tidak boleh hilang asa. banyak orang yang sayang padamu. jangan, berpikiran negatif untuk menyelesaikan masalahmu dengan mengakhiri hidup," -ujarnya lagi padaku.

aku melepas pelukannya. menatapnya sekilas, tersenyum kecil. kemudian, mengusap wajah memerahku.

"terima kasih, Kala. sudah banyak sekali waktu dan hal baik kau lakukan untukku. bosan atau tidak aku hanya dapat mengucap terima kasih padamu," -ucapku dengan suara serak ke arahnya.

"tidak perlu merasa tidak enak begitu, bukankah sahabat selalu menemani disaat senang maupun sedih?," -balasnya padaku.

bahkan, orang yang menjadi sahabatku. lebih perduli akan keadaanku dibanding mantan kekasihku dulu. bodoh, apresiasi untuk diriku.

"baiklah, aku mau pergi dari tempat ini," -kataku berlalu mengambil barang bawaanku.

"kita mau kemana setelah ini?," -tanyanya semangat padaku.

"tidak tau," -balasku menggeleng lemah.

"ayolah lebih semangat sedikit. bagaimana dengan wisata kuliner? aku rasa kau belum makan apapun hari ini," -ujarnya padaku.

"baiklah," -balasku tersenyum ke arahnya.

"lebih semangat sedikit, Isha!," -teriaknya melemparkan cipratan air ke wajahku.

"Kala!," -seruku mengejar dirinya yang berlalu lebih dulu.

kami, ah tepatnya Kala. berlari sambil tertawa lepas, menuju pintu keluar pantai. setelahnya aku dibonceng Kala mengelilingi kota, menggunakan sepeda motor merahnya.

aku mensenderkan kepalaku dipunggung kokohnya. layaknya dulu lagi, aku tersenyum setiap mendengar ocehan Kala. ia menasehatiku tapi, rasanya lebih terdengar seperti lelucon untukku.

Kala, itu tipikal laki-laki yang tidak banyak bicara. ramah terhadap orang baru tapi, memang banyak bicara dan ceria kalau sudah kenal dekat dengannya. ya kurasa aku mulai nyaman dekat dengan Kala lagi.

kami berwisata kuliner dikota ini, petang menjelang. kami kembali pulang, ke tempat tinggal masing-masing. perihal masalah yang aku sembunyikan ini, mungkin akan kuceritakan padanya saat waktu lebih tepat nanti.

tbc,

monochrome ( hwangshin )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang