xxi. dialog hujan

112 34 11
                                    

semesta memang bukan main baiknya, kejutan awal masih cukup sulit untuk diterima. lalu tak lama hadiah lain sudah tiba didepan muka. —Isha

—hujan, selalu punya ceritanya tersendiri ya. dibuat tertawa oleh gemercik air yang jatuh membasahi tubuh. kemudian, sakit akan menyusul setelahnya.

bodohnya saat dilarang bermain dibawah gemercik ramainya, tangis dan teriakan akan terdengar. tau akan sakit tapi, selalu diulangi. tapi, setelah hujan turun goresan warna warni indah akan terlahir bukan?

pelangi namanya, hadirnya sebentar. namun senantiasa ditunggu dan dikagumi kehadirannya. fakta menyedihkan setelah, itu ia menghilang kembali.

tak jauh berbeda dengan perasaan. ada yang berniat menjaga hati supaya tidak mudah patah dan sakit. dalam diamnya terus mengagumi.

sifat ceroboh, malah memilih yang jelas akan mematahkan hati. membuat hampir hilang asa. membuat ingin terus menyendiri.

jelas, ini mendeskripsikan sepasang sahabat. berlawanan jenis dan sifat. siapa lagi kalau bukan, Kala dan Isha.

Kala, si mandiri, penyayang, setia, hangat, dan penyabar. Isha, gadis ceroboh, pendiam, lugu, pembohong, dan sering sekali menyendiri. berbanding terbalik? ya, memang.

tidak ada hal yang sempurna didunia ini. kau bisa berharap tapi, Tuhan punya rencana. yang terlihat baik diluar, bisa saja menyimpan banyak luka didalamnya.

"apa yang kamu sukai dari hujan yang turun?," -tanya Kala padaku.

kami baru pulang dari kampus. sayangnya hujan turun deras, Kala lupa membawa jas hujan. yang biasa disimpan dalam bagasi sepeda motornya.

aku tidak keberatan kalau harus menerobos derasnya air hujan turun. untuk kembali ke tempat kos kami. sayangnya, hari ini Kala membawa laptop.

hanya orang bodoh yang akan menerobos hujan, kalau sedang membawa barang bawaan penting begini. ditambah semalam tubuhku demam. akan semakin parah kalau aku memaksakan diri.

"entahlah, aku suka mendengar rintik hujan yang turun. bagaimana denganmu?," -balasku bertanya pada Kala.

"aku sendiri, suka menghirup aroma dari tanah setelah turun hujan. seperti sangat tenang menghirupnya," -cerita Kala padaku.

"hujan selalu punya cerita tersendiri ya? apa kau pernah dimarahi saat ikut bermain dibawah derasnya hujan, bersama teman kecilmu dulu?," -sambung Kala memandangku dari arah samping.

"pernah, biasanya kalau Ayah pulang ke rumah petang, setelah bekerja. kami akan mencuci mobil miliknya sambil bermain hujan. walaupun akan dimarahi Ibu tapi, itu sangat menyenangkan. setelah selesai bermain biasanya aku mandi dan dibuatkan seduhan teh hangat. kemudian digiring masuk ke dalam kamar, dibacakan dongeng oleh Ayah ditemani Ibu disampingku. lalu aku akan terlelap setelahnya. bagaimana denganmu?," -ujarku mengingat masa kecilku dulu.

"bukankah itu menyenangkan? pasti kau masih punya banyak cerita bersama Ayah dan Ibumu tentang warna warni masa kecil dulu. aku tidak punya banyak hal manis untuk diceritakan. sejak usia tiga tahun, Ayah sudah mengurus bisnisnya diluar kota. aku tinggal berdua dengan Ibu, kadang Nenek berkunjung ke rumah kami dihari libur tertentu," -ucapnya padaku.

"tapi, aku punya satu cerita saat hujan turun dimalam hari. sewaktu itu Ayah baru saja pulang dari luar kota, listrik rumah kami padam. karena, didalam rumah pengap kami mendirikan tenda kecil diteras luar. ditemani gemercik air hujan dan sejuknya angin malam. aku, Ayah dan Ibu bercerita, tertawa bersama, berbagi camilan sampai aku terlelap dalam pelukan hangat Ayah," -sambungnya terkekeh pahit setelahnya.

menepuk pelan bahunya, jelas aku tau rasa hangat saat berada dipelukan Ayah. kami, berdua hanya punya sosok Ibu sekarang ini. bedanya, aku bungsu sedang Kala anak tunggal.

aku punya dua Kakak laki-laki. yang masih dapat dijadikan tempat bercerita selain pada, Ibu. lain dengan Kala, ia pasti kesepian tanpa saudara sedarah dihidupnya.

"aku bisa merasakan patah hati dan sakitnya perasaanmu saat sosok Ayah pergi, dari hidupmu. tidak apa, bukankah memang begitu polanya? cepat atau lambat, semua orang yang datang akan pergi. berterima kasihlah pada Tuhan, dan dirimu sendiri yang masih kuat bertahan sampai hari ini," -tanggapku menyemangati Kala yang kelabu.

ia mengangguk dengan senyum sendu padaku. kami mengeratkan genggaman tangan. menyalurkan rasa hangat masing-masing.

"hidup itu lucu ya? saat dibawa terbang tinggi oleh ekspektasi. dengan jahatnya realita pahit datang, dan mematahkan banyak harapan yang telah dibangun. apa kau merasakan hal itu selama tumbuh?," -ujar Kala memecah keheningan diantara kami.

"ya aku pernah, ralat maksudku sering. karena itu, sekarang ini aku tidak pernah lagi berharap tinggi. kujalani semua sesuai dengan porsinya saja, tidak dilebihi ataupun dikurangi. sebab, menurutku selain komentar jahat sekitar. mimpi dan harapan yang kau buat terlalu tinggi, itulah yang membuat diri jadi kurang bersukur juga mudah merasa kurang," -tanggapku mengadahkan tangan menangkup air hujan yang mulai mereda.

"biar kepribadian, dan sifat kita bertolak belakang. rupanya, nasib kita masih dapat disamakan," -seru Kala menatap mataku dalam.

cukup lama kami bersitatap. saling melempar senyum kecil, dalam diam. kedua tangan yang saling bergandengan menghangatkan suasana dingin sore ini.

"baiklah, sudah agak reda. lebih baik kita pulang sekarang ya?," -ucapku menyadarkan lamunan kami.

"ah iya, tentu," -balas Kala agak canggung.

ia berjalan lebih dulu, aku mengekor dibalik tubuh jangkungnya. mengelap bagian jok sepeda motor miliknya. menggunakan telapak tangan lebarnya.

melepas sweater yang ia pakai, lalu diberikan padaku. padahal aku menggunakan kaus panjang. tapi, tetap saja ia memintaku menggunakan milliknya itu.

"dipakai saja, kau lebih penting dari diriku sendiri. setelah hujan reda, maka kesedihan yang kau pendam seharusnya ikut larut. bersama tetesan air hujan yang, turun membasuh isi bumi. anggap saja setelah menangis, kau akan lupa sebentar perihal pahitnya realita," -tuturnya tersenyum hangat padaku.

menepuk pelan bagian jok yang kosong. aku duduk dibagian itu, sedikit tersenyum. ada rasa hangat dihatiku.

"terima kasih banyak ya, Kala," -gumamku padanya.

"kembali kasih padamu, nona," -balasnya terkekeh padaku.

kemudian, menjalankan sepeda motornya membelah jalan ramai disore hari. aku terkejut mendengar ia membalas. rasanya aku mengucap dengan pelan, hebat sekali bisa mendengarnya.

melalui kaca spion sepeda motor miliknya. Kala, mencuri pandang wajahku. ia terkekeh melihat wajahku yang memerah.

malu, dan bahagia. begitulah kalau disatukan. oh hujan, kau memang waktu yang pas untuk berdialog bertukar cerita.

tbc,

monochrome ( hwangshin )Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon