04

1.9K 255 7
                                    

Matahari telah turun dari tahtanya. Kini hanya bulan dan bintang yang menghiasi gelapnya langit malam.

Di balik kesunyian malam, hua ran tersenyum geli saat ia mengingat kejadian tadi sore yang membuat semangatnya kembali membara.

"Aku tak menyangka tujuanku akan lebih cepat tercapai. Gadis kecil itu ternyata seorang pendendam yang cukup licik tapi tak cukup licik untuk mengalahkanku. Tak apa yang terpenting aku bisa mati malam ini." ujar hua ran sembari memasangkan tusuk rambut di rambut hitamnya.

"Setidaknya aku mati dengan cantik." hua ran tersenyum manis di cermin yang memantulkan bayangan penuh pesona layaknya seorang dewi.

"Tapi, gadis kecil itu cukup ceroboh untuk urusan bunuh membunuh. Dia tidak cukup profesional untuk merencanakan sebuah pembunuhan, bahkan rencananya terlalu pasaran dan mudah di tebak." monolog hua ran sembari menatap bulan dari balik celah ventilasi di atas jendela.

*****
Saat sore hari

Hua ran memelankan langkahnya saat mendengar suara penuh amarah meneriakkan namanya dari dalam sebuah hutan yang berada tak jauh dari kota kekaisaran.

Yah, hua ran merasa bosan jika terus berada di istana dan memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di kota.

Namun, yang ia tidak sangka sebelumnya. Ia malah melangkahkan kaki menuju ke arah hutan yang terkenal angker menurut rumor yang beredar.

"HUA RAN SIALAN!"

Teriakan itulah yang membimbing hua ran memasuki hutan karena rasa penasarannya yang begitu tak tertahan. Dengan langkah pelan tanpa suara hua ran terus berjalan mendekati sumber suara tersebut.

Dari balik pohon yang sangat besar, hua ran mengintip seorang gadis bertubuh kecil yang sangat ia kenal.

"bukankah itu shi-shi?" gumam hua ran yang nyaris tanpa suara.

"PEREMPUAN SIALAN AKAN KU BUNUH DIA!" teriaknya lagi sembari menghunuskan pedang dalam genggamannya ke arah sebuah pohon yang sudah penuh dengan sayatan benda tajam.

"bagus-bagus bunuh saja aku, aku sangat menantinya." gumam hua ran lagi.

"malam ini akan menjadi malam terakhirmu untuk bernapas Hahahahaha dengan racun ini dia akan mati dengan sangat menderita." ujar shi-shi sembari mengangakat sebuah botol yang berisi bubuk racun dari balik hanfunya.

"Ya, dia akan mati! Dan aku akan menjadi permaisuri selanjutnya hahahaha" tawa shi-shi menggelegar penuh kemenangan sedangkan hua ran mendengus kesal dari balik pohon.

"sungguh trik yang murahan, apakah dia tak ada cara yang lebih baik selain menggunakan racun? Tak bisakah dia menyewa pembunuh bayaran atau membuat konspirasi saja? Agar kematianku ada nilai seninya." gumam hua ran sembari menggerutu.

"ah terserah dia sajalah, yang penting aku mati dan urusannya cepat selesai. Aku cukup muak melihat muka duanya itu. Persetan dengan jiang shu atau apapun itu yang ku inginkan hanyalah kematian." setelah selesai menonton kebodohan dan kehaluan shi-shi, hua ran langsung pulang ke istana menyiapkan diri untuk menghadapi kematian yang di idamkannya.

*****

Saat ini hua ran telah bersiap menuju ke ruang makan di temani oleh dayang rua yang mengikutinya dari belakang.

"yang mulia tampak sangat senang, apakah terjadi sesuatu yang sangat menyenangkan yang mulia?" tanya dayang rua saat melihat senyum manis yang tak pernah luntur dari bibir hua ran.

"ah, apakah sangat terlihat?" ujar hua ran masih dengan senyuman manis yang dapat membuat semua orang terpesona.

"benar, yang mulia. Anda terlihat sangat cerah seperti matahari semenjak sore tadi." jawab dayang rua dengan senyuman yang tak kalah manis dari hua ran.

"kau bisa saja rua" dayang rua hanya terkekeh pelan saat melihat wajah malu-malu majikannya.

"Yang Mulia Permaisuri Shen Hua Ran Memasuki Ruangan!" teriak seorang kasim memberitakan kedatangan hua ran.

Semua perhatian kini tertuju pada satu orang saja yaitu hua ran yang begitu mempesona bagi siapa saja yang memandangnya Kecuali kaisar tiran itu yang hanya melirik sebentar lalu kembali fokus dengan makanan di depannya.

Hua ran langsung duduk di kursi yang berada di samping jiang shu tanpa mengucapkan salam atau penghormatan terlebih dahulu.

Tetapi tak ada yang berani memprotesnya dan semua orang hanya terdiam lalu kembali makan.

Hua ran menatap semangkuk nasi yang baru saja di sajikan oleh seorang dayang dengan senyum tipis. Sungguh gadis kecil itu tidak ahli dalam hal ini. Dengan cerobohnya dia menaburkan bubuk racun itu ke atas nasi yang membuat nasi itu sedikit berubah warna menjadi kekuningan. Seharusnya dia memasukan ke dalam minuman atau sup jadi racun itu akan tidak terlihat.

'Ceroboh' batin hua ran sembari menatap dayang suruhan gadis kecil pendendam itu.

Dengan gerakan santai seperti tidak ada apa-apa hua ran menggunakan sumpitnya untuk memakan nasi itu.

Namun, belum sempat nasi itu mendarat dalam mulutnya sebuah tangan kekar memukul tangan mungil hua ran hingga menjatuhkan sumpit beserta mangkuk penuh nasi beracun itu jatuh ke lantai.

"kenapa kau memukul tanganku jiang shu!" ujar hua ran dengan tatapan galaknya. Ia jelas tak terima dengan kelakuan jiang shu yang terlampau kasar dan bahkan menggagalkan rencananya untuk mati.

"Racun, nasi itu mengandung racun!" ujar jiang shu dengan nada rendah membuat semua orang tanpa sadar gemetar ketakutan.

Hua ran memutar bola matanya karena jengah dengan yang baru saja terjadi.

"aku tahu" ujar hua ran dengan nada kesal.

"lalu kenapa kau mau memakannya?" tanya jiang shu heran.

"terserah diriku mau memakannya atau tidak, apa pedulimu!" seru hua ran.

"Apakah kau gila?! Sudah jelas kau tahu itu beracun mengapa kau mau memakannya?" hua ran diam tak menjawab lalu menarik tangan jiang shu dengan kasar lalu pergi dari situ sambil terus menyeret jiang shu yang terus mengikutinya.

Hingga berhentilah hua ran di kamarnya lalu kembali menyeret jiang shu masuk, dengan langkah tergesa hua ran membongkar lemari yang berada dalam kamarnya lalu mengambil benda yang di carinya.

Jiang shu langsung memasang ancang-ancang waspada dengan pergerakan hua ran saat melihat benda berbahaya berada di tangan mungil itu.

Benda yang di pegang oleh hua ran adalah sebuah pedang panjang yang mengkilap dan terlihat sangat tajam.

"apa yang akan kau lakukan dengan pedang itu?" ujar jiang shu dengan gugup.

Hua ran tidak menjawab dan terus mendekati jiang shu yang terus menatap hua ran dengan waspada.

"Permaisuri!" seru jiang shu bermaksud mengintimidasi hua ran. Namun tidak berhasil.

Hua ran malah semakin dekat dengan senyum mengerikan terpatri di bibirnya.

"Shen hua ran! Zhen perintahkan letakan senjata itu! Kalau tidak-"

"kalau tidak, apa?" tanya hua ran dengan nada meremehkan.

Jiang shu terdiam saat pedang itu di arahkan padanya.

"ARGGHHHH"

Bersambung.

Sorry semua, author niatnya up sore tapi tiba-tiba jaringan internet hilang lagi tak lama setelah author up chapter yang sebelumnya.

Sekali lagi maaf ya.

Dan jangan lupa ritual wajibnya yaitu comment oke.

Crazy EmpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang