Chapter 16|Zion Nyebelin|

47 3 0
                                    


Setelah kejadian peluk- peluk kan, Zion perlahan memberikan perhatian nya. Harifa senang.

Seperti saat ini mereka sedang berada di taman sambil menikmati es krim.

"Kamu mau coba punya aku nggak? Ini enak tahu."

"Ga, makan aja."

"Beneran?."

"Iya sayang."

Hush

Rasa nya Harifa sedang melayang. Pipi nya memerah.

Zion tertawa kecil saat menyadari gadis nya sedang salting.

"Kamu kenapa ketawa sih, perasaan nggak ada yang lucu."

"Ada."

"Mana? Dimana yang lucu?."

Harifa mengedarkan pandangan nya kesekeliling tapi tidak ada kejadian lucu sama sekali. Zion semakin tertawa melihat tingkah gadis nya ini. Harifa begitu menggemaskan.

"Ihh nggak ada yang lucu ish.."

"Nih di depan aku. Orang nya lucu."

"Aku??."

"Bukan itu tadi ada semut kejar- kejaran."

"Ada- ada aja sih."

Zion mencubit kedua pipi Harifa. Ia suka melihat wajah Harifa yang kesal

"Ihh sakitt tauu.."

"Maaf..maaf kamu sih imut banget."

"Apaan sih kan aku jadi melting.." ucap Harifa malu- malu.

"Hahaha.."

¤¤¤

"Yon makasih banget ya udah nemenin aku hari ini."

"Sama- sama. Gih masuk udah malam."

"Ya udah kamu pulang nya hati- hati. Jangan ngebut- ngebut."

"Iya bawel."

"Dah.." Harifa melambaikan tangan nya.

Harifa masuk kedalam setelah Zion benar- benar pergi.

Diruang tamu terlihat papah, mamah dan jangan lupakan Khalisa. Dannerd menatap Harifa tajam.

"Bagus pergi sore pulang malam. Mau jadi apa kamu? Hah."

Harifa menulikan pendengaran nya. Ia akan pergi menuju kamar nya tetapi majalah sudah melayang tepat dikepala nya.

"Awss.."

"Terus aja kamu bertingkah nggak sopan, papa malu punya putri yang susah di kasih tau.

Lihat Khalisa dia nggak pernah keluyuran, dia pulang sekolah tepat waktu. Harus nya kamu malu. Papah benar- benar pusing lihat kelakuan kamu."

"Kamu kapan sih jadi anak yang bener?."

Harifa mengepalkan tangan nya. Dia benar-benar sudah buruk dimata papa nya.

"Pasti anak pungut ini yang ngehasut papa kan? Pasti dia yang udah ngejelek-jelekin aku kan."

"Heh lo anak pungut, lo mending ga usah ikut campur deh urusan keluarga gue. Gue muak sama lo.

Harus nya lo itu tau diri. Lo bukan siapa- siapa disini. Lo cuma anak punguttt."

Teriak Harifa marah. Ia berjalan mendekati Khalisa, ia menatap Khalisa yang mulai memucat. Harifa benar- benar diselimuti kemarahan.

Saat sudah berada di dekat Khalisa, ia kemudian menampar lalu menjambaknya dengan brutal.

"Gue benci sama lo. Ini semua gara-gara lo. Sebelum lo datang ke kehidupan keluarga gue semuanya baik- baik aja tapi setelah lo datang hidup gue hancur sialan."

"Pah hiks tolongin aku, mah bantuin Khalisa."

Khalisa sengaja tidak melakukan perlawanan, agar dia terlihat yang paling tersakiti.

"Harifa sudah cukup...kamu keterlaluan." Teriak mama.

Dengan kasar Dannerd mendorong Harifa hingga Harifa tersungkur kelantai.

PLAKK

PLAKK

PLAKK

Tiga tamparan mendarat di pipi Harifa. Tidak hanya itu papa nya menendang punggung Harifa lalu membenturkan kepala nya ke lantai.

Harifa diam. Ia menerimanya, ia sudah tau konsekuensi yang akan dia dapatkan.

"Kalo kamu berani nyakitin Khalisa lagi, papa akan usir kamu dari sini. Dasar pembawa sial."

Papa dan mama nya pergi meninggalkan nya dengan Khalisa yang tersenyum kemenangan.

"Makanya jangan sok lawan gue. Gue ga perlu repot- repot ngotorin tangan gue buat ngebalas lo. See, lo lihat sendirikan gue yang akan selalu menang."

Setelah nya Khalisa pergi meninggalkan Harifa sendiri dengan penyakit yang mulai kambuh.

"Shitt..!!!."

¤¤¤

Menatap pantulan wajah di cermin yang pucat. Sedikit demi sedikit wajah nya mulai tirus. Sial, penyakit nya mulai tak terkontrol.

"Makin lama badan gua makin kurus aja." Gumam nya.

Cukup lama ia memandangi wajahnya akhirnya ia menyudahi karena mungkin Zion saat ini sudah menunggu nya.

Diruang tamu sudah ada Zion dan kedua orang tuanya oh iya jangan lupakan Khalisa yang duduk disebelah Zion.

Cih caper banget.

"Yon ayo berangkat, ntar kita telat."

Harifa lebih dulu berjalan menuju pintu tapi suara ayahnya memaksa ia harus berhenti.

"Nak Zion, om minta tolong yah Khalisa ikut kamu soalnya om ada urusan jadi ga sempat antar Khalisa."

"Oh gitu om, ya ud..."

"Gak. Gak bisa. Aku gak sudi berangkat bareng sama ni orang." Sela Harifa cepat. Zion menatap Harifa datar sedangkan papa nya menatap nya tajam.

"Saya gak minta persetujuan kamu. Lagian Zion tidak keberatan."

"Udah lah pah aku bisa berangkat sendiri kok.." kata Khalisa.

Harifa tau itu hanya pura-pura. Dasar gak tahu diri.

"Nak Zion bisa kan?.." tanya Dannerd memastikan.

"Bisa om."

Harifa melotot sedangkan Zion yang ditatap Harifa hanya berekspresi datar.

Dengan kesal Harifa berlalu. Lebih baik ia menunggu diluar saja.

"Ya udah om kita berangkat dulu ya.." pamit Zion sambil menyalim kedua orang tua Harifa.

"Hati-hati ya, jangan ngebut-ngebut."

"Iya om."

Saat Harifa akan membuka pintu depan Khalisa menghentikannya.

"Eh gue bisa nggak duduk didepan? soalnya gue mual kalo duduk di belakang.." ucap nya dengan wajah tidak enak.

Harifa melirik Zion yang diam. Dia tahu ini akal-akalan Khalisa agar bisa dekat-dekat dengan Zion.

"Halah bacot banget lo. Lo aja dulu main nya dikolong jembatan sok-sok an gak bisa duduk di belakang." Kata Harifa pedas.

Diam-diam Khalisa mengepalkan tangannya.

"Kamu dibelakang aja biar Khalisa di depan."

What? Apa katanya? Harifa tidak percaya dengan ucapan Zion.

"Yon aku gak mau duduk dibelakang. Lagian yang aku lihat dari tadi kamu kayak ngebelain dia terus, ingat ya aku itu pacar kamu."

"Mau berangkat apa ditinggal?."

Harifa mendengus. Bisa-bisanya Zion mengancam nya.

Dengan terpaksa Harifa duduk dibelakang. Dan Khalisa bersorak dalam hati.

¤¤¤











AVOIDWhere stories live. Discover now