Chapter 20 | Penyesalan|

223 9 0
                                    

Penyesalan memang akan selalu datang ketika dia pergi tanpa pamit.

Hari ini Zion memutuskan masuk sekolah setelah kemarin seharian penuh ia menemani Khalisa. Khalisa masih harus dirawat untuk pemulihan.

Zion merasa aneh kepada murid-murid yang menatap nya intens sepanjang koridor. Well, ada apa?.

Zion berjalan acuh.

Hari ini Zion berniat untuk memberikan seseorang sedikit pelajaran atas kejadian tempo hari lalu. Kalian tahu kan siapa?.

Zion memasuki kelas dan seketika ruangan kelas hening. Zion mengernyitkan dahi nya tanda bingung. Apalagi saat kedua teman nya tampak diam dengan ponsel masing-masing.

Zion acuh tak acuh.

¤¤¤

Berbeda dengan kelas Zion, kelas XII IPA 5 masih berkabung atas kepergian sosok Harifa. Harifa yang ceria, si tukang berisik, dan si hebat dalam memendam masalah.

Terlebih lagi Annie yang setia menatap kursi kosong disamping nya.

Tak lama guru masuk. Ibu Linda selaku wali kelas turut sedih atas kepergian Harifa yang selalu bisa mencairkan suasana, terkadang membuat guru-guru darah tinggi karena tingkah konyol nya.

"Anak-anak, jangan lupa berdoa atas kepergian salah satu anggota kelas ini, Harifa Okalia Dugols. Ibu tau kalian sedih, tapi kalian jangan sampai terpuruk harus tetap semangat. Ibu yakin, Harifa ga suka lihat kalian sedih kaya gini."

Mereka mengangguk lesu.

¤¤¤

Bel istirahat berbunyi. Zion dengan langkah lebar nya menuju kelas XII IPA 5 untuk mencari sosok yang menjadi dalang dari semua masalah ini.

Kelas XII IPA 5 kosong.

Zion memutuskan pergi ke kantin, mungkin saja yang dia cari disana.

Sesampai nya dikantin, Zion hanya menemukan Annie dan Aurel bersama kedua teman nya. Zion memutuskan kesana.

"Dimana Harifa?," tanya Zion tanpa basa-basi.

Yang ditanya bersikap seolah tidak ada yang berbicara pada nya.
Zion menggeram. "Dimana dia?," tanya nya lagi dengan datar.

Masih sama. Mereka semua diam tak berniat menjawab.

Brakk

Seisi kantin terkejut dengan gebrakan meja yang cukup kuat. Apalagi mereka yang berada di meja itu.

"Jawab gue sialan," bentak Zion pada Annie.

Annie tersentak kaget, dia sedikit takut melihat Zion.

Alvin berdiri. "Jangan kasar sama cewe," desis Alvin tajam.

Zion mengabaikan Alvin. Ia menatap Annie tajam.
"Kasih tau gue, sebelum gue benar-benar emosi."

"Lo ga bakalan pernah lagi ketemu sama dia, bahkan sekali pun," ucap Aurel.

Zion semakin emosi. "Gue harus kasih pelajaran sama dia. Gara-gara dia Khalisa kritis."

Annie mengepalkan tangan nya menahan emosi. "Dia pantes dapat itu bahkan kematian saja tidak bisa membayar rasa sakit Harifa," teriak Annie marah sambil berlinang air mata.

Zion akan menampar Annie tapi Andra sigap menahan tangan Zion.

"Mau jadi banci lo? Berani nya sama cewe."

Zion mendorong Andra kasar. "Ga guna lo semua, gue bakal cari Harifa sampai dapat. Dia harus bertanggung jawab atas perbuatan nya."

Zion melangkah keluar dari kantin. Penghuni kantin masih diam karena kejadian tadi.

"Brengsek," desis Annie.

Aurel mencoba menenangkan Annie yang sudah terisak.

¤¤¤

Zion masih mencari Harifa, dia menyusuri semua lokasi sekolah tapi belum menemukan nya. "Arghh.." teriak nya frustasi.

Kini posisi nya berada di taman belakang sekolah.

"Lo dimana, anjing."

Zion menendang kursi panjang yang ada disitu, melampiaskan emosi nya.

"Berhenti bodo," kata seseorang.

Zion mengabaikan Andra. Iya, Andra mengikuti Zion.
Dia sedikit iba melihat Zion yang frustasi.

"Lo suka sama Khalisa?."

Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Zion menatap Andra bingung.

"Ga tau."

Andra menatap Zion heran. "Kalo lo ga tau, ada kemungkinan lo suka sama dia."

Ucapan Andra membuat Zion bungkam, Andra benar.

Andra terkekeh pelan. "Lo cinta sama Harifa?."

"Gue bingung sama perasaan gue sendiri. Dulu pas Harifa disakitin gue mau jagain dia tapi sekarang gue ga suka ada yang sakitin Khalisa juga," Zion menghela nafas. "Gue sayang sama Harifa tapi gue juga nyaman sama Khalisa."

Andra terperangah. Rasa nya Andra ingin membenturkan otak pintar Zion ke dinding agar cepat sadar.

Zion akui dia egois.

"Lo ga bakal ketemu Harifa lagi, kalo lo emang nyaman sama Khalisa jaga dia," Andra menarik nafas nya pelan. "Jangan sia-sia in kaya yang lo lakuin sama Harifa."

"Kenapa gue ga bakal ketemu Harifa lagi?," tanya Zion.

Andra tersenyum miris. "Mungkin dia udah benci sama lo."

Zion bungkam, lagi-lagi Andra membuat nya diam.

"Lupain Harifa. Yang gue lihat, Harifa ga sepenting itu buat lo," Andra menepuk bahu Zion pelan lalu pergi meninggalkan Zion dengan beribu pertanyaan yang bersarang di otaknya.

Lo dimana?.

¤¤¤

Sudah 1 bulan lama nya sejak kepergian Harifa yang menyisakan kesedihan mendalam bagi yang menyayangi gadis itu.

Dan selama itu Zion benar-benar memang tidak bertemu lagi dengan gadis itu. Jadi kemana Harifa? Itu lah pertanyaan yang selalu dipikirkan Zion.

Aneh nya ketika Zion bertanya kepada orang tua Khalisa, mereka pun tidak tahu. Malam itu Dannerd memang mengusir Harifa dan pagi nya Harifa tidak lagi dirumah tapi aneh nya semua barang-barang Harifa masih lengkap dikamar nya.

Harifa bak ditelan bumi, menghilang tanpa menyelesaikan masalah yang diperbuat. Zion ingin marah tapi ada rasa rindu yang tak bisa ia jelaskan.

Begitu juga dengan Sandra, mama Harifa. Apapun yang sudah terjadi Harifa tetap lah putri nya, anak yang dia lahirkan. Ada rasa penyesalan ketika dia lebih memperhatikan putri angkat nya.

Di kamar Harifa, Sandra menangis menyesali semua nya. Dia rindu putri nya, dia rindu Harifa yang ceria, yang selalu mencari perhatian nya. Kamu dimana nak?.

"Mama minta maaf sayang, kamu dimana?."

Sandra memutar memori dimana Harifa yang selalu mencari perhatiannya dulu.

"Ma, mama. Harifa bikin nasi goreng buat mama cobain ya."

"Kamu makan aja sendiri, mama ga laper."

"Mama, besok kan pengambilan raport  mama datang yah."

"Mama ga bisa, sibuk."

"T-tapi mah..."

"Diem deh kamu berisik banget."

"Ma besok kan hari libur, jalan-jalan yuk."

"Mama sama Khalisa ada urusan, lain kali aja."

Sandra semakin terisak kala mengingat memori itu. Dimana dia tidak pernah lagi peduli kepada putri nya.

"Maafin mama, maaf sayang."

¤¤¤

END











AVOIDWhere stories live. Discover now