5

4.8K 675 160
                                    

"Dikasih?" Shani mengambil obat yang baru saja anak buahnya beli dari apotek itu, merk obat yang sama dengan milik Dey, obat ini seharusnya tidak diperjual belikan dengan mudah. Ternyata benar apa yang Dey katakan, itu apotek ilegal.

Shani turun dari mobil dan tanpa aba-aba, menembakan pistolnya ke udara, membuat semua orang yang sedang mengantri di apotek itu berhamburan keluar dari apotek dan berlari kecepat-cepatnya. Shani memutar pistol di telunjuknya sambil terus berjalan mendekati apotek yang kini sudah sepi, kasir apotek itu sepertinya bersembunyi.

"Siapa kamu?!" Dua orang penjaga apotek menghadang langkah Shani. "Jangan membuat onar di sini!"

"Onar?" Shani menghentikan putaran pistol di tangannya kemudian ia genggam. Sudut mata Shani bisa melihat kasir apotek mengambil sebuah telfon untuk menghubungi polisi. Tanpa melihat, Shani menembakan pistolnya tepat ke arah kabel telfon hingga putus. "Aku hanya ingin bermain-main." Shani tersenyum.

Penjaga apotek itu melayangkan pukulannya ke arah Shani, tetapi dengan kelihaian tangannya, Shani tentu bisa cepat menangkis pukulan itu dan memberikan pukulan keras menggunakan sudut pistolnya tepat ke arah leher pemuda itu sampai mengerang. Detik berikutnya, pemuda itu duduk berlutut di depan Shani.

Shani memukul wajah pemuda itu menggunakan lututnya lalu memberikan tembakan yang bertubi-tubi ke setiap etalase apotek itu, menciptakan pecahan kaca yang berserakan di mana-mana. Gerakan tangan pemuda lainnya tidak lepas dari indra penglihat Shani, ia lebih dulu menendang perut pemuda itu sebelum tangan itu berhasil mencapainya, sekali lagi, ia menembakan pistolnya beberapa kali sampai pelurunya habis.

Shani melemparkan pistol yang kosong itu tepat pada dahi kasir laki-laki yang sedang bergetar ketakutan, "Itu pasti benjol," ucapnya mengambil pistol lain di pinggangnya kemudian bergerak menuju gudang farmasi apotek ini. Shani sempat berhenti ketika telinganya bergerak, pertanda ada orang yang ingin menyerangnya dari belakang. Sial sekali Beby melarangnya untuk membunuh, pekerjaannya akan lambat jika ia harus menyerang tanpa membunuh.

Sebuah tembakan dari arah lain terdengar, Shani memejamkan mata ketika merasakan hentakan cukup keras mendarat di punggung sampai ia harus terhuyung satu langkah ke depan, siapa yang berani menembaknya? Shani berbalik dan langsung menembakan pelurunya tepat pada kaki pemuda pertama yang ia serang tadi, "Beruntung aku dilarang membunuh, nyawa kamu selamat hari ini." Shani meregangkan sedikit punggungnya, untung saja sebelum berangkat Viny sempat mengingatkannya untuk memakai rompi anti peluru itu.

Pemuda itu kebingungan di tengah erangannya karena Shani tidak terjatuh meski tembakan sudah mendarat dengan jelas di punggungnya. Tak lama dari sana, tubuhnya ambruk, ia terus mengerang dan berusaha memegang kakinya yang sekarang dipenuhi oleh darah.

"Gak akan ada yang bisa tembak aku." Shani bisa membaca dengan jelas kebingungan dari air wajah pemuda itu, kilatan mata tajamnya dapat melirik pemuda lain yang memegang pistol. "Termasuk kamu." Shani menembakan pistolnya tepat pada kaki pemuda itu kemudian menatap kasir yang entah sejak kapan sudah berdiri beberapa langkah darinya. "Kamu juga mau?" Shani mengangkat pistolnya tepat ke arah dahi pemuda itu lalu terus turun perlahan dan berhenti tepat di selangkangannya.

"Ja-jangan, mbak, ini masa depan saya." Pemuda itu menutupi bagian selangkangannya.

"Gak adek gak kakak sama aja, ngarahnya ke sana," ucap Lidya yang sedari tadi memperhatikan pergerakan Shani karena Kinal kekeh ingin mengganti kameranya pada Shani.

"Aku denger ya." Veranda melemparkan bungkus rokok yang ada di hadapannya ke arah Lidya.

Lidya menangkap bungkus rokok itu dengan cepat, mengambilnya satu batang dan menghidupkannya.

"Itu punya aku." Ara mengembungkan pipinya kesal melihat lagi-lagi barangnya harus jadi korban. Ara menunduk, melirik ke arah Chika yang sudah cukup lama melamun. "Sayang kalo rokoknya di-"

ENIGMA [END]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu