15

4.1K 682 238
                                    

"Mama ada apa ya nyuruh nginep?" Kinal menghentikan mobilnya tepat di depan rumah Viny.

"Aku gak tau, Nal." Veranda turun lebih dulu, biasanya ada sesuatu penting atau buruk yang terjadi di sini. Veranda membuka pintu rumah Viny, melangkah masuk ke sana, mendapati mereka bertiga sedang berkumpul di ruang tengah. "Ada apa?" tanyanya tanpa basa basi.

"Duduk." Aretha menyuruh Kinal dan Veranda duduk tepat di depannya. Aretha mengembuskan nafas panjang, terlihat sekali bahwa ada kekesalan yang sudah sekeras mungkin berusaha ia tahan. Sementara di depannya, sedari tadi Viny dan Shani menunduk tanpa berani menatapnya.

"Ada apa, Ma?" Kinal ikut bertanya, khawatir melihat Viny yang menunduk sedalam itu. Jika sudah seperti ini, biasanya Viny melakukan kesalahan yang besar. Apalagi ini? Viny selalu pintar menasehati orang lain, tetapi kadang tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

"Kalian sebagai kakak emang gak ada perhatiannya sama sekali ya ke adek sendiri." Aretha menatap Kinal dan Veranda secara bergantian. "Kenapa bisa Viny sama Shani punya hutang sebanyak itu? Kalian gak bantu?"

"Loh aku udah bantu 2 M, Ma dan-"

"-Pertama, mereka udah dewasa. Kedua, mereka bisa bertanggungjawab atas apa yang mereka lakukan. Ketiga, apa seorang kakak harus selalu dipertanyakan atas kesalahan yang adik-adiknya lakukan?" Kinal memotong pembicaraan Veranda karena sudah muak, setiap kali mereka melakukan kesalahan, pasti dirinya dan Veranda ikut disidang. "Viny gak pernah cerita sedikitpun sama aku, akhir-akhir ini malah dia jarang bicara, mengacak-ngacak struktur pekerjaan tanpa mengungkapkan apa alasannya, semua kasusnya ditutupi dari kita. Viny udah kacau belakangan ini, aku udah tanya tapi gak pernah dijawab. Terus aku harus gimana sebagai kakak?" Kinal menegaskan kata terakhirnya sambil melirik tajam pada Viny. Di sini Viny bukan lagi atasannya.

"Aku udah coba bertanggungjawab, aku udah jual aset terakhir yang keluarga aku kasih untuk aku. Aku minta maaf atas kelalaian aku dalam memutuskan sesuatu kali ini," ucap Viny memberanikan diri menatap Aretha. "Aku gak cerita sama siapapun termasuk Shani, jadi kesalahan ini pure aku yang lakukan. Gak ada hubungannya dengan kak Ve atau Kinal."

"Siapa?"

"Kak Kinal maksud aku."

"Setiap kali Viny bikin kesalahan, aku yang ikut dipertanyakan, tapi setiap kali aku bikin kesalahan, itu malah meyakinkan Mama kalo Viny lebih baik daripada aku." Kinal melemparkan pandangannya ke sembarang arah, sudah sangat lelah dihadapkan oleh kondisi seperti ini. "Lima tahun bukan waktu yang sebentar untuk aku kuat sama sikap Mama yang seperti ini, membandingkan, menyalahkan, harus sesakit apalagi?" Kinal menatap Aretha dengan mata berkaca-kaca lalu menggeleng. "Mau sampe kapan?"

"Mama hanya bertanya, Mama gak tinggal di kota ini makanya Mama selalu menasehati kalian untuk peduli satu sama lain, saling terbuka, bukan malah satu ada masalah, yang lainnya gak tau apa-apa."

"Coba Mama denger pertanyaan Mama sebelumnya, itu benar-benar pertanyaan atau menyalahkan?" Kinal melepaskan genggaman tangan Veranda yang memberi isyarat untuknya diam. "Mama sayang Viny 'kan? Apalagi aku sahabatnya dari kecil, jauh sebelum Mama kenal dia, aku udah merangkul dia setiap kali dia hampir jatuh. Kenapa Mama bisa bilang aku gak perhatian sama sekali sama dia? Aku selalu memperhatikan dia, aku tau dia punya masalah bahkan cuma lewat kedipan mata dia tapi aku bisa apa kalo dia gak mau cerita?" Kinal mengembuskan nafas panjang dan menunduk, menyeka setitik cairan yang keluar dari sudut matanya.

"Aku gak cerita ke kak Kinal karna aku gak mau terus-terusan ngerepotin dia, kak Kinal bener, aku udah dewasa, aku bisa bertanggungjawab atas kesalahan aku sendiri." Viny berjalan mendekati Aretha, duduk berlutut di depannya dan meraih tangannya. "Maafin aku, aku salah, aku cuma pengen kasih yang terbaik buat Shani tapi aku lupa mengendalikan kemampuan aku, maaf."

ENIGMA [END]Where stories live. Discover now