05 | Bunuh Diri

367 40 1
                                    

"Ma? Mama?" panggil Zidny yang baru saja tiba di rumahnya. Sepi sekali seperti tidak ada orang di rumah.

Muncullah sosok wanita berumur 43 tahun yang sangat cantik, inilah Kania. "Aduh kamu baru pulang sekolah udah ribut banget. Ada apa sih?" sahut Kania.

"Papa kemana, Ma? Pergi lagi?" tanya Zidny dengan malas.

"Makanya sekali - sekali kamu hubungin dong papa kamu, udah empat hari dia gak pulang. Mama udah gak peduli deh sama papa kamu itu!"

Zidny mengerutkan kedua alisnya memandangi Kania yang sudah berdandan rapi, dan menggunakan dress pendek berwarna merah. "Terus mama mau pergi juga?"

"Buat apa mama di rumah juga gak ada kerjaan, jadi mama mau pergi makan - makan sama temen mama. Kamu gakpapa kan sendirian di rumah? Di kulkas ada masakan mama yang tinggal kamu panasin aja ya," ucap Kania sambil sibuk memasukkan barang - barang ke dalam tasnya.

"Udah biasa,"

"Kok kamu ngomong gitu sih? Tolong ya Zidny jangan ajak mama ribut di saat kayak gini. Emangnya salah kalo mama mau refreshing keluar?"

"Tapi kayaknya lebih sering mama diluar daripada di rumah. Ya kan?" balas Zidny dengan sedikit senyuman sinis.

Kania mengusap kepala Zidny dengan lembut. "Itu cuma perasaan kamu aja, sayang. Jangan lupa makan siang yaa! Byeee anak cantik mama,"

Suasana di rumah kembali hening. Untuk apa Zidny memiliki rumah mewah tiga lantai jika tidak ada kasih sayang dan kehangatan di dalamnya?

Dan tidak perlu iba pada Zidny, kondisi seperti ini sudah menjadi hal yang biasa baginya selama bertahun - tahun. "Keluarga brengsek. Apa susahnya sih luangin waktu satu hari aja buat ngumpul bertiga? Gue cuma pengen punya kehidupan dan keluarga yang normal,"

Tanpa ia sadari, setetes air mata pun mengalir di pipinya. "Kenapa gue harus dilahirin di keluarga ini? Gue berharap bisa punya papa kayak Om Hilman. Kan gue juga pengen ngerasa disayang, dilindungin, diperhatiin."

"Hidup gue sial banget sih! Kalopun gue mati sekarang, gue yakin papa sama mama juga gak bakal peduli. Gue gak butuh uang dan harta mereka yang berlebihan kayak gini, gue cuma mau waktu mereka buat gue. Kenapa mustahil banget sih rasanya?!"

"Gue kangen lo, Amadea. Biasanya lo selalu jadi tempat tujuan gue ketika gue mulai ngerasa kesepian lagi," lanjutnya.

Tokk..! Tookk..!

Buru - buru Zidny menyeka air matanya dan berlari pelan menuju pintu untuk mengetahui siapa tamu tersebut. Biasanya tidak pernah ada tamu yang datang kecuali Amadea.

"Halo! Kangen gue gak?" teriak Manuel yang sudah berdiri tegap di depan pintu.

Zidny menghela nafas pasrah melihat sosok menyebalkan itu. Sebenarnya ia sangat ingin menutup pintu itu, tetapi mungkin saja Manuel bisa menyembuhkan luka di hati Zidny sekarang. Tidak ada salahnya kan?

"Lo ada perlu apa? Kalo gak ada yang penting, mending lo pulang."

"Eitsss galak banget! Coba tebak gue bawa apa buat lo hari ini," rayu Manuel.

Zidny melirik ke arah kotak cokelat yang berada di balik punggung besar Manuel. "Gue males bercanda. Mending lo pergi deh Manuel,"

"Gue baru dateng masa udah diusir lagi?! Gak sopan lo sama tamu kayak gitu nanti diomelin sama orang tua lo kalo mereka tau,"

"Mereka juga gak pernah ajarin gue apa - apa,"

"Cepetan nih tebak dulu apa hadiah gue," ujar Manuel dengan antusiasnya.

FORGERY [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang