15. Mak lampir

1.3K 155 10
                                    

Gyandra sampai dirumah dengan perasaan dongkol. Namun, kedongkolannya tidak berlaku untuk Rama. Pasalnya, dia begitu antusias menyambut kedatangan si bungsu dan langsung menanyakan bagaimana kerjanya hari ini. "Gimana hari ini? Lancar 'kan? Kamu bisa 'kan?" tanyanya penuh penasaran.

Gyandra tersenyum. "Lancar, Pa. Papa gak perlu khawatir sama Gya."

"Bagus! Bagus! Papa yakin jika Bian bisa dipercaya, naiklah dan kita makan malam bersama," titahnya pada Gyandra.

Gyandra mengangguk dan meninggalkan Rama. Dalam hati dia tersenyum miris. Sebegitu tidak percayanya kah Rama sampai dia harus seperti ini? Memperlakukan dirinya bak anak kecil yang baru mengenal dunia kerja. Ayolah, dia bahkan pernah bekerja sebelumnya.

Gyandra sangsi. Bahkan jika dia menceritakan apa yang Bian lakukan padanya, mungkin Rama akan akan lebih percaya pada Bian. Jika sudah begini, Gyandra ragu. Apakah dia memang benar anak kadung Rama atau hanya memang anak ibunya. "Dasar konyol," pikirnya.

Sebelum ke lantai dua, Gyandra memutuskan untuk meminum sedikit air. Cuaca panas juga lelah membuat dirinya gampang dilanda haus.

"Anak gadis jam segini baru pulang. Dari mana kamu?"

Gyandra tersentak saat mendengar seruan di belakangnya. Beruntung dia tidak tersedak. Dia menaruh gelas dan menoleh ke belakang. Saat itu, dia mendapati bibi Aida, sedang berkacak pinggang dan menatap tajam.

Gyandra mendesah malas. "Bibi, apa kabar," tanyanya dengan senyum yang di paksakan.

Aida mendengkus. "Kamu baru datang gak salam. Darimana aja kamu baru pulang jam segini?"

"Gya kerja, Bi."

"Gina juga kerja, tapi dia bisa pulang lebih awal," ucapnya.

Gyandra terdiam malas. Ingin rasanya dia segera naik dan membersihkan diri. Jika saja dia tahu ada bibinya, dia akan lebih memilih untuk langsung ke atas dan diam dikamarnya.

"Kamu denger gak sih omongan bibi?" 

"Gya denger kok, Bi," balasnya malas.

"Terus? Kenapa kamu baru pulang sekarang?"

"Kan Gya udah bilang kalo Gya kerja,Bi. Gya beda sama kak Gina. Kalo Gya kan kerja sama orang lain jadi masih punya atasan yang harus di patuhi. Kalo kak Gina 'kan...."

"Ah, sudahlah! Banyak alasan kamu!" Serunya dan meninggalkan Gyandra sendiri.

Gyandra mematung. Menatap kepergian Aida dengan acuh. Tanpa pikir panjang lagi, dia segera pergi ke atas dan mempersiapkan diri. Jangan sampai dia telat atau akan berakhir dengan ceramah dari Bibinya.

Selesai mempersiapkan diri, Gyandra turun dan masuk ke ruang makan. Bergabung dengan kedua orang tuanya juga Ginatri dan Bibi Aida. Dia mengambil duduk di sebelah ibunya. Jika saja bukan karena sopan santun dan rasa laparnya. Ingin rasanya Gyandra kembali ke kamar dibandingkan berkumpul bersama yang pada akhirnya akan menyudutkan Gyandra.

"Rama, kamu bisa ngajarin anak gadis kamu gak sih? Masa anak gadis baru pulang magrib. Main juga ada aturannya," omel Aida dengan melirik pada Gyandra.

"Memang siapa?" tanya Rama pura-pura tidak tahu.

Aida mendengkus. "Siapa lagi? Tidak mungkin itu Gina. Dia 'kan tidak pernah pulang telat," ujarnya sambil melirik Gyandra.

Rama dan Ayu mengikuti lirikan mata Aida. Keduanya hanya tersenyum saat mendapati Gyandra hanya diam tak acuh. Berbeda dengan Aida yang bernapas memburu.

"Liat 'kan? Anak itu makin gak tahu diri aja!" omelnya dengan menunjuk pada Gyandra.

Gyandra melirik. Dia menaruh sendok dan minum dengan tandas. "Gya udah selesai. Gya duluan," ucapnya tanpa menghiraukan wajah Aida yang memerah melihat kelakuannya.

"Gina juga," imbuhnya dengan menyusul Gyandra.

"Gy, tunggu!"
Gyandra menahan langkahnya begitu mendengar panggilan Ginatri. Dia menoleh dan tersenyum saat kakaknya mendekat. "Kenapa, Kak?" tanyanya.

Ginatri berdiri canggung. Dia menatap Gyandra dengan rasa tidak enak. "Itu... Ucapan Bibi tadi...."

"Jangan didengar dan dipedulikan," potong Gyandra dengan senyum hangat.

Ginatri mengangguk. Gyandra tersenyum menatap Ginatri. "Ya ampun, kak. Aku kira ada apa. Kalo soal itu mah, Gya juga udah ngerti. Kakak gak perlu khawatir," jelasnya yang membuat Ginatri menghembuskan nafas lega.

"Kakak cuma takut kalo Bibi bakal nyinggung perasaan kamu, dan kakak harap, kamu juga bisa tetap bersabar sama sikap Bibi selama dia disini."

"Iya, ba...eh? Apa kakak bilang? Selama disini? Memang bibi mau disini sampe kapan?" tanya Gyandra terkejut.

Ginatri tersenyum kikuk. "Mungkin selama dua minggu atau... Lebih."

Gyandra menghela napas. "Gimana lagi, mau gak mau juga harus mau 'kan?" balasnya lesuh.

Ginatri tertawa kecil melihat wajah Gyandra yang begitu masam. Dia membelai surai Gyandra dan menantapnya lembut. "Tenang aja, kaka bakal berusaha pulang lebih awal dan pergi lebih siang biar bibi gak gangguin kamu," janjinya pada Gyandra.

Gyandra tersenyum. "Gak perlu,Kak. Gya bukan anak kecil yang harus terus sembunyi di balik kakak atau mama. Lagian cuma beberapa minggu aja 'kan? Itu mah gampang," balasnya.

Asik dengan obrolannya, Gyandra dan Ginatri tidak sadar jika orang yang mereka bicarakan datang dan menatap curiga. Namun, beruntung Gyandra langsung melihatnya dan berbisik. "Kak, aku pergi dulu. Mak lampir datang," ucapnya dan berlalu meninggalkan Ginatri sendiri.

"Ngapain kamu sama dia bisik-bisik?" tanya Aida begitu telah sampai di samping Ginatri. Ginatri menoleh dan tersenyum. "Urusan anak muda, Bi. Jangan mau tau, nanti bibi pusing," ucapnya dengan menggandeng tangan Aida menuju ruang tengah.

"Kamu itu yah, memang beda sama dia. Biarpun ibu kalian beda tetap saja dia juga 'kan anak Rama. Harusnya bisa kaya kamu atau lebih baik dari kamu, tapi masih saja kurang ajar sama Bibi," keluhnya.

Ginatri mengusap punggung Aida pelan. "Bi, Gya itu anak baik. Lagipula memang benar kalo Gya pulang malam karena dia kerja di tempat Bian," jelas Ginatri dengan membawanya duduk di kursi ruang tengah.

Ucapan Ginatri membuat Aida terkejut. Dia menyentuh bahu Ginatri memaksa Ginatri untuk melihatnya. "Apa tadi kamu bilang? Anak itu kerja dimana?"

Ginatri yang sama terkejutnya menjawab dengan tatapan tidak mengerti. "Di kantor Bian."

"Ah, gak bener. Gak bener ini," ocehnya dengan menggelengkan kepala.

"Memang kenapa, Bi? Apanya yang gak bener?"

"Coba ceritain ke Bibi, gimana dia bisa kerja sama Bian? Papa kamu tahu gak? Terus gimana? Bibi yakin kalo papa kamu tahu, dia pasti bakal marah dan minta Gya buat berhenti. Iya, bibi harus bilang sama papa kamu biar anak itu berhenti!" ucapnya dan hendak berdiri. Namun, Ginatri menahannya dan menatap penasaran.

"Bibi mau kemana? Jelasin dulu pelan-pelan sama Gina," ucapnya dengan meminta Aida untuk duduk kembali.

Aida menatap Ginatri sendu dan menyentuh wajahnya. Dia mendesah dan menatap Ginatri prihatin. "Nasibmu jangan sampe sama seperti ibumu, bibi harus minta sama papa kamu biar anak itu berhenti dan tidak bekerja di tempat Bian lagi," ujarnya.

Ginatri melepas tangan Aida dari wajahnya dengan pelan. "Memangnya kenapa? Lagipula, papa sudah tahu karena papa sendiri yang minta sama Bian buat nerima Gya di kantornya," ujar Ginatri yang membuat Aida lebih terkejut dari sebelumnya.

"Dasar bodoh! Apa dia tahu apa yang dia lakukan?"

Hallo, apa kabar semuanya? Aku harap baik-baik aja dan sehat selalu. Hari ini spot jantung banget. Hp direset dan tiba-tiba email gak bisa kebuka. Udah mau nangis takut gak bisa masuk wp lagi dan bingung mau lanjutin novel ini gimana.

Dan setelah berkali-kali matiin hp, Alhamdulillah emailku balik lagi dan jdi bisa lanjutin novel ini.

Selamat membaca dan jangan lupa buat klik tanda bintang dibawah ya. Salam sayang buat yg baca 🤗

Anak PelakorWhere stories live. Discover now