38. Lekas sembuh

1.1K 122 4
                                    

Ada yang bilang, menjadi seorang asisten sama seperti istri bagi atasannya. Kenapa? Karena hal apapun yang dilakukan, hampir semuanya kita ketahui juga harus kita atur. Kasarnya, apapun yang dia lakukan, makan atau inginkan harus kita siapkan.

Awalnya Gyandra tidak begitu percaya. Maksudnya, meskipun dia memang harus menghandle semua pekerjaan Bian, ada beberapa hal yang memang bukan dan tidak perlu dia lakukan karena mau bagaimanapun selalu ada batasan antara atasan dan bawahan, juga bukan urusannya. Namun, beberapa kejadian yang seperti teka teki membuatnya selalu bertanya. Dan mau tidak mau membuatnya kepikiran. Dengan rasa penasaran, setelah kepergian Juna dari kafe juga melihat sikap Andre yang begitu mencurigakan membuatnya memutuskan untuk menemui Andre tanpa membuat janji dengannya. Dia pergi ke perumahan dimana Andre tinggal dan menunggunya. Meskipun dia bisa saja menelpon dan membuat janji, dia tidak bisa melakukannya karena takut jika Leo akan melarangnya untuk memberitahu Gyandra. Beruntung dia hanya perlu menunggu sebentar karena tidak lama Andre pulang. Dia langsung berdiri begitu melihat Andre di depan matanya. Sedangkan Andre yang tidak tahu menahu  dan merasa tidak membuat janji dengan Gyandra menatapnya heran. Dia menoleh ke kanan dan kiri. Memastikan jika yang ada dihadapannya tidak salah alamat atau kesasar. "Aku yakin gak bikin janji atau punya alasan apapun yang bikin kamu dateng ke rumah aku. Ngapain kamu kesini?" tanyanya tanpa basa-basi.

Gyandra mendesah. Dia mendekat dan menatap Andre ragu. Andre yang melihat sikap gelisah Gyandra hanya menatap datar dan membuka pintu. "Kalo kamu pengen nanya sesuatu sama aku, lebih baik kamu masuk dan ngbrol di dalam," sarannya dengan masuk kerumah.

Gyandra menghembuskan napasnya. Dia mengekor Andre dan duduk di kursi sebelah Andre. Sepuluh menit berlalu dan Gyandra masih larut dalam pikirannya hingga Andre memutuskan untuk berdiri.

"Mau kemana?" tanya Gyandra. Andre memutar kepalanya. "Ngambil minum, tidur. Ngapain juga aku liatin orang yang gelisah kaya ulet nangka begitu. Mending juga tidur! Kamu kalo mau pulang boleh, mau nginep juga terserah. Aku siap kok berbagi ranjang," candanya dengan tersenyum penuh arti.

Gyandra berdecak. Dia menatap Andre sengit dan kembali menghela napas. "Ada yang mau aku tanyain sama kamu," ucapnya.

Andre mengangkat bahu. Dia kembali duduk dan menatap Gyandra datar. "Soal cowo kamu?"

"Aku udah putus sama dia, Dre," balas Gyandra. Dia tidak suka jika Andre selalu mengatakan jika Bian adalah kekasihnya.

"Putus? Kapan?" Andre membulatkan matanya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Gyandra sedangkan Gyandra hanya mengangguk. Enggan untuk membahasnya lebih.

"Lupain soal aku putus sama dia. Ada yang lebih penting yang mau aku tanyain sama kamu," ucapnya.

Andre menyandarkan bahu. Dia menatap Gyandra tidak percaya. "Kamu bilang kamu putus, tapi kelakuan masih kaya pacar. Kalo mau bercanda jangan kebangetan. Putus beneran baru tahu rasa kamu!"

Rasanya Gyandra ingin teriak sekencang mungkin di telinga Andre. Namun, dia sadar jika kepentingannya lebih mendesak atau dia tidak akan bisa tidur karena penasaran. Sehingga dia membiarkan Andre dengan semua kepercayaannya. Gyandra membetulkan duduknya dan menatap Andre dengan serius. "Dre, seriusan. Aku mau tanya sama kamu. Kamu tahu dimana Bian?"

"Kok nanya aku sih. 'Kan kamu asistennya," ucapnya.

Telak. Gyandra merasa tertampar dengan ucapan Andre. Namun, dia tidak ingin menyerah dan terus memutar otak. "Justru itu. Seharusnya aku tahu dia dimana, tapi sampe sekarang telepon aku gak di gubris sama dia. Karena tadi kamu bilang ketemu sama dia, boleh gak kamu kasih tahu Bian dimana?" ucapnya dengan penuh harap. Namun, Andre tetaplah Andre. Orang yang paling menyebalkan selain Juna bagi Gyandra. Bukannya menjawab dan memberitahu, dia malah menyilangkan tangan dan mengedikkan bahu. "Mana aku tahu lah. Coba aja cari di rumahnya. Kamu pikir aku bapaknya apa," ucapnya menyebalkan.

Kesal juga sadar jika dirinya akan sia-sia, Gyandra menghela napasnya dan segera beranjak untuk pergi. "Baiklah, terimakasih buat waktunya, maaf karena udah ganggu waktu istirahat kamu, Ndre." Gyandra berdiri dan mengambil tasnya. Namun, saat dia sampai di pintu, Andre tiba-tiba mengatakan sesuatu. "Kalo belum ketemu, coba cari di TPU," sarannya.

Langkah Gyandra terhenti. Dia berbalik dan melihat Andre. Otaknya kembali dipenuhi banyak pertanyaan. Namun, Andre telah beranjak dan meninggalkan ruang tamu. Setelah pergi dari rumah Andre, kediaman Bian adalah tempat pertama yang menjadi tujuan Gyandra.  Rasa enggan menyerangnya saat dia melihat ada mobil Ginatri terparkir di depan rumah. Hendak berbalik, tapi telinganya mendengar suara pertengkaran yang samar. Hati kecilnya menyuruh untuk berbalik dan pergi. Menutup telinga dengan apa yang bukan urusannya, tapi saat mendengar Ginatri yang meminta untuk membatalkan tunangan dengan Bian juga nama Leo yang disebut, Gyandra membeku. Ingin rasanya dia datang dan meminta penjelasan, tapi jangankan bejalan, kakinya bahkan seperti terpaku di bumi. Sulit digerakkan meskipun otaknya berteriak untuk pergi. Dia baru bisa sadar saat Ginatri keluar dan buru buru bersembunyi. Matanya mengikuti mobil Ginatri yang menjauh. Memastikan jika dirinya aman dan bisa bertemu Bian. Berpura-pura datang tanpa sengaja dan bertanya hal yang sebenarnya bisa dia lakukan sendiri.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya saat dia melihat wajah Bian yang begitu pucat.

"Menurutmu?"

Bukannya menjawab, Bian malah balik memberinya pertanyaan. Gyandra menatapnya lekat. Menerka apakah dia boleh mengorek informasi lebih dalam atau harus diam. Apakah dia boleh bertanya banyak hal? Tentang kemana dia pergi? Tentang pekerjaan yang terkesan dibuat-buat juga soal kenapa Ginatri ingin membatalkan pertunangannya dan  tentang Leo. Apakah Leo benar-benar telah menusuk sahabatnya sendiri dan... "Ah, sialan!" Gyandra memaki dalam hati.

"Jika kamu ingin bertanya, katakan saja," kata Bian. Matanya melihat sekilas pada Gyandra dan kembali fokus pada dokumen ditangannya.

"Benarkah? Apa kamu akan menjawabnya?"

Bian mendongak. Dia menimbang dan mengedikkan bahu. "Tergantung dari pentingnya pertanyaan mu itu. Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan?" ucapnya dengan meletakkan dokumen di meja dan fokus melihat Gyandra.

Gyandra berdebar. Hatinya berdegup kencang karena luapan pertanyaan yang ingin dilontarkan. Namun, kembali menimbang keadaan, dia menggeleng. Belum saatnya, pikirnya. "Lupakan," jawabnya dengan memalingkan wajah.

Bian menaikkan satu alisnya. "Kamu yakin?"

"Hmm."

"Baiklah. Jangan salahkan aku jika nanti tidak bisa tidur,"canda Bian.

Gyandra memanyunkan bibirnya. Sadar jika dirinya tidak akan mendapat apapun, dia pamit undur diri. Namun, sebelum dia pergi, dia menatap Bian lekat. "Aku tidak tahu masalah apa yang kamu hadapi. Apapun itu, semoga cepat selesai dan ini," Gyandra menyodorkan obat yang selalu dia bawa pada Bian. "Minum ini sebelum kamu tidur. Semoga lekas sembuh," ucapnya yang sukses membuat Bian termenung.

Anak PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang